Membahas filosofi teras di tengah cuaca Bojonegoro yang cukup panas.
BMKG mengeluarkan siaran pers yang menjelaskan fenomena kulminasi, di mana matahari berada di titik tertinggi langit, menjadi penyebab suhu terasa terik dan panas. Kondisi cuaca panas dengan embusan angin kencang akan mengisi hari-hari ke depan. Pancaroba.
Beberapa hari lalu iseng bertanya ke istri, “Sistem iklim dan cuaca itu isolated apa non-isolated?”. “Non-isolated. Karena apa yang sampai ke permukaan bumi sebagian akan dipantulkan dan dikembalikan ke atmosfir,” jawabnya. Satu hal yang pasti, alam telah bekerja sesuai dengan tupoksi dan ketetapan-ketetapan yang diberikan kepadanya. Sebaik-baiknya.
Sekarang bagaimana respons kita sebagai manusia. Kondisi di luar yang panas, hendaknya tidak ditambah-tambahi dengan pikiran dan emosi yang panas. Akan makin runyam.
Buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring memberikan jawaban apa yang harus dilakukan agar pikiran dan emosi manusia tidak ikut-ikutan menjadi panas di terik cuaca yang tengah panas.
Back to nature alias kembali ke alam. Bab kedua buku Filosofi Teras yang ditulis Om Piring mengulas tentang pentingnya manusia kembali ke alam. Nature atau alam dalam penjelasan Om Piring tidak bermakna sempit sebagai “alam” dan “lingkungan”. Nature di penjelasan buku itu diartikan sebagai “kondisi awal” atau “ketetapan yang dibuat”. Kembali ke alam berarti mengembalikan sesuatu sesuai kondisi dan ketetapan semulanya.
Manusia kodratnya diciptakan sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran. Memfungsikan akal dan pikirannya dengan baik, jernih, dan bijak adalah poin pertama dalam gagasan back to nature Filosofi Teras. Kehormatan dan kemuliaan kedudukan manusia adalah fungsi dari pemanfaatan akal pikiran.
Berpuluh tahun lalu sebagian besar dari kita mengalami ‘kemarau informasi’. Penguasaan informasi tidaklah simetris bagi setiap orang. Hanya sebagian kecil orang, dengan segala fasilitas yang dimiliki, dapat mengakses dan meperoleh informasi. Informasi adalah barang mewah. Berpukuh tahun lalu, berapa di antara kita yang memiliki televisi, gawai, dan sumber-sumber informasi yang mudah diperoleh?
Sebaliknya kini kita berada di tengah kondisi yang mudah mengombang-ambingkan manusia. Kecepatan dan keterjangkauan perangkat informasi dan telekomunikasi oleh banyak orang menyebabkan kondisi kita hari ini sebagai ‘banjir informasi’. Arus informasi mengalir deras. Derasnya alur dalam banjir informasi menyebabkan kebimbangan dalam menentukan mana informasi yang benar. Bahkan, perlahan-lahan, menyebabkan matinya kepakaran.
Kondisi simetris dalam penguasaan informasi antarorang di tengah banjir informasi tidak kunjung terjadi. Pasalnya, hanya sebagian yang memiliki perangkat filter dan proteksi yang baik sehingga dapat memilah informasi dengan baik. Perangkat itu adalah akal dan pikiran yang tetap jernih dan bersih.
Konsep kembali ke alam yang kedua adalah mengembalikan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk individu yang berwatak sosial. Makhluk individu yang membutuhkan wadah sosial-masyarakat sebagai sarana aktualisasi. Artinya, manusia menggunakan peranti individualitasnya untuk kebaikan kehidupan bersama.
Kecerdasan dan kejernihan akal pikiran manusia tidak akan banyak memberi manfaat jika terasing dari lingkungan sosial bersama. Sebaliknya, menjadi bagian dan berinteraksi dengan lingkungan sosial akan banyak memberi kerusakan jika tanpa kebijakan akal pikiran.
Dunia kehidupan sosial yang datar dan tanpa sekat: Kapan, di mana, dengan siapa, sedang apa setiap orang dibagikan dengan sukarela dan bisa diketahui oleh siapa saja. Media sosial dengan segala fitur yang ditawarkan menjadi arena kehidupan sosial yang baru.
Kebajikan dan kejernihan akal pikiran di era media sosial sebagai arena bertatp muka penting sekali diarusutamakan. Kecenderungan untuk tanpa batas di tengah interaksi sosial tidak bertatap muka secara langsung adalah hal yang perlu dikontrol dan diwaspadai. Akal dan pikiran perlu dijadikan panglima untuk menjadi jernih dalam menerima informasi, serta menuntun jempol dalam memberikan komentar agar tidak menaikan tensi emosi.
Hidup manusia saling terhubung (interconnectedness) adalah konsep ketiga kembali ke alam ala Filosofi Teras. Kehidupan manusia berupa jaring-jaring yang saling berkait-kelindan. Hidup kita hari ini adalah hasil perbuatan-perbuatan dirinkita di masa lampau.
Hidup kita hari ini adalah hasil dari tindakan-tindakan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap diri kita. Hidup kita hari ini adalah hasil interaksi diri kita dengan lingkungan alam sekitar kita.
Kehidupan kita adalah sebuah sistem yang kompleks yang saling berjejaring. Satu hal kecil akan berefek besar bagi kehidupan diri, orang lain, dan sekitar. Efek kepak sayap kupu-kupu. Kehidupan sosial yang berjejaring dan kompleks ditopang oleh peranti teknologi informasinyang canggih mungkinkan satu kecil perbuatan akan bergulung-gulung menjadi gelombang yang memiliki kekuatan dahsyat.
Keterburu-buruan kita membagikan intormasi sebelum benar-benar mengetahui kebenarannya akan menimbulkan efek sistemik dan berjejaring dalam kehidupan sosial yang cepat dan kompleks. Sebaliknya satu informasi kecil dengan kebenaran yang valid akan berefek eksponensial dalam perbaikan kehidupan.
Demikian tiga poin kembali ke alam Filosofi Teras agar suasana diri kita tidak ikut-ikutan panas di tengah cuaca yang panas. Etapi, bahas filosofi di tengah cuaca panas, apa tidak malah tambah panas? Hasmbuh.