Situasi Gunung Bromo hingga saat ini masih fluktuaktif. Belakangan ini, Gunung Bromo mengalami erupsi. Abu vulkanik dan pasir dimuntahkan dari kawah oleh gunung purba tersebut. Untungnya, bukan batu kerikil atau lava pijar yang terlontar.
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) melarang keras wisatawan untuk mendekati kawah Bromo. Wisatawan dan para penduduk sekitar dihimbau untuk selalu waspada. Mereka dilarang mendekat pada radius 1 km dari kawah.
Mengutip Viva, Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas TNBTS, Syarif Hidayat mengatakan bahwa mereka telah melakukan penjagaan ketat di sekitar kawasan Bromo. Para pengunjung dan masyarakat dihimbau untuk menggunakan alat pengamanan seperti masker, kacamata dan topi.
“Kami melakukan siaga dengan menurunkan personel di sekitar lautan pasir, Padang Savana, dan titik keramaian lainnya. Kami mengimbau ke pengunjung untuk waspada dan berhati-hati. Selama aktivitas wisata, wajib menggunakan masker, kacamata, topi, melakukan aktivitas wisata yang direkomendasikan,” kata Syarif Hidayat,
Gunung Bromo merupakan jujukan wisatawan di Jawa TImur yang penuh pesona. Bromo merupakan gunung yang berada di titik perbatasan empat kabupaten. Kabupaten tersebut yaitu Malang, Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang.
Sejumlah pemukiman, lahan pertanian dan perkebuan di Probolinggo terdampak erupsi Bromo. Wilayah tersebut tertutup abu vulkanik yang tertiup oleh angin.
Bagi mereka, ini bukan lagi hal baru. Namun, hujan abu cukup menganggu beberapa aktivitas masyarakat. Misalnya rusaknya pertanian dan perkebunan yang seharusnya bisa dipanen.
“Bagi warga di sini, erupsi Bromo yang terjadi sekarang sudah biasa dan bukan hal baru,” ungkap Camat Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Yulius Christian.
Membaca Alam
Bagi warga sekitar, erupsi gunung bukanlah hal baru. Sama halnya dengan banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo. Bagi masyarakat Bojonegoro, banjir bukanlah hal baru. Ini bagian dari siklus alam yang patut untuk kita perhatikan semua.
Letak geografis Indonesia berada di wilayah lempeng Eurasia. Lempeng ini bergerak dalam kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu, banyak gunung di Indonesia yang masih aktif. Selain itu, sering terjadi gempa bumi akibat pergerakan lempeng tersebut.
Kita memiliki alat untuk memantau gerak-gerik gunung dan memprediksi gempa. Seharusnya kita sudah bisa tahu apa yang akan kita lalukan selama alam memperbaiki diri. Bukan saja mengeluhkan bahwa ini bencana. Sebagai pemimpin bumi, kita yang harus menyesuaikan dengan alam. Bukan memaksa alam untuk bekerja untuk kita.
Mengetahui keadaan seperti itu, tidak seharusnya kita hanya mengatakan bahwa ini bencana. Sebagai manusia, kita perlu berkolaborasi dan hidup berdampingan dengan alam. Toh kekayaan alam di Indonesia sangat banyak. Itu juga sering sekali kita eksploitasi.
Erupsi Gunung Bromo tidak bisa hanya disebut sebagai bencana alam. Peristiwa ini merupakan cara alam memperbaiki diri. Cara alam bertahan hidup. Cara alam mempertahankan fungsi sistemnya. Untuk siapa? Tentunya untuk manusia yang hidup dalam dirinya. Ini merupakan cara alam membenahi bagian dirinya yang (habis) dieksploitasi.
Alam mengerti sejauh mana manusia menggantungkan hidup padanya. Dari situ butuh perawatan diri agar fungsinya tetap berjalan baik. Bahkan, manusia butuh pijat dan diongkek-ongkek tubuhnya. Terasa sakit? Iya. Namun, setelahnya tubuh akan berfungsi kembali dengan baik.
Alam sedang marah?
Jika diartikan alam sedang marah, itu tidak salah. Juga tidak bisa dibenarkan. Kita boleh anggap apa saja. Yang terpenting kita bisa mengambil manfaat dan belajar. Alam tidak sedang marah. Ia malah mengingatkan kita pada kesadaran yang bersifat makrocosmo.
Luapan amarah alam bisa diumpamakan dengan letusan gunung. Ketika terjadi erupsi gunung, muncul larangan atau himbauan untuk tidak mendekat. Hal itu dapat membahayakan kita. Kita selalu dituntut untuk waspada dan berhati-hati.
Sama halnya ketika terdapat luapan amarah dari seseorang. Kita harus sadar diri untuk berhati-hati. Tentu saja berhati-hati dengan sikap kita terhadapnya. Jangan asal berperilaku. Atau kita akan menerima akibatnya.
Kemarahan seorang teman perlu kita perhatikan seperti alam. Jangan sampai kita malah meledakkan kepala(dan hati)nya. Kita harus mampu meredamnya. Setidaknya, kita pahami hal itu adalah proses peralihan psikologis menuju kedewasaan mikro.