Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Fiksi Akhir Pekan

Herinneringen ann Bodjonegoro (3)

Yogi Abdul Gofur by Yogi Abdul Gofur
September 13, 2020
in Fiksi Akhir Pekan
Herinneringen ann Bodjonegoro (3)
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Tedjo sebagai pribumi memiliki harga diri. Namun di atas status sebagai pribumi maupun penjajah, ada yang lebih utama yakni manusia.

Ketika Cornelia Wilhelmina melontarkan pertanyaan ke Tedjo Djatikoesoemo dan belum mendapatkan jawaban. Hati Cornelia bergetar, ia ingin segera memperoleh jawaban dari Tedjo tentang kemauan untuk membawa Cornelia berkeliling Bodjonegoro.

“Saya tidak bisa Cornelia, berkeliling Bodjonegoro denganmu.”

Langit seperti runtuh, desir angin yang berhembus seakan-akan berhenti. Cornelia semacam tidak percaya dengan jawaban yang keluar dari mulut Tedjo Djatikoesoemo.

“What?” Tanya Cornelia dengan muka merah dan penuh dengan penasaran.

“Maksudnya, saya tidak bisa menolak ajakanmu untuk berkeliling Bodjonegoro. Maka dari itu, dengan senang hati, aku akan membawamu berkeliling dengan sepeda tuaku.”

Cornelia memukulkan topi bundar berwarna putih yang biasa ia kenakan ke tubuh Tedjo. Hal itu semacam perasaan ungkapan senang dan kecewa menjadi satu.

“Kamu bisa saja, Tedjo.” Ungkapan itu keluar dari mulut Cornelia, bangunan pusat kesehatan menjadi saksi bisu canda tawa dua insan itu.

Berhubung jam kerja Tedjo telah usai. Ia langsung mengajak Cornelia Wilhelmina berkeliling Bodjonegoro di bagian kota dengan sepeda tua yang biasa digunakan Tedjo.

Tedjo dan Cornelia berboncengan. Menikmati pemandangan alam dan buatan yang ada di Bodjonegoro. Tedjo mengayuh sepeda dari desa ke desa. Sepanjang perjalanan obrolan antara Tedjo dan Cornelia terjadi.

“Saya akan membawamu ke beberapa tempat salah satu di antaranya Soekordjokampoeng. Disana kita akan melewati stasiun dan pabrik pengolahan tembakau dan juga menyaksikan kanal yang membelah kampung. Dan ada graves atau pemakaman yang memisahkan Soekordjokampoeng dengan Modjokampoeng”.

“Apakah kanal-kanal yang ada di Bodjonegoro itu seperti di Leiden?”

“Serupa namun tak sama. Memiliki fungsi serupa untuk mengendalikan pengairan, Cornelia. Dan tak sama, kalau di Leiden ada perahunya. Kalau di Bodjonegoro tidak ada. Dan tata kota Bodjonegoro sekarang ini, juga tidak bisa lepas dari pengaruh Belanda. Kamu bisa menemui pengaruh arsitektur dengan melihat beberapa bangunan rumah yang dekat dengan rumahmu yang ada di Sudirmanstraat.”

Tedjo dengan senang mengajak Cornelia mengitari beberapa desa. Kemudian Tedjo juga mengajaknya untuk menyaksikan Sungai Bengawan Solo di daerah yang dekat dengan Jembatan Kali Ketek. Kemudian Tedjo menyandarkan sepedanya ke pohon tua yang ada di bantaran Sungai Bengawan Solo. Mereka kemudian turun ke bawah untuk menyaksikan aliran Kali Solo lebih dekat.

“Tedjo, apakah kamu suka ke sini?”

“Ya, ketika aku banyak masalah dan butuh hiburan, disinilah biasanya aku pergi. Sungai Bengawan Solo itu bukan hanya sekadar bentang alam, Cornelia. Ia juga merupakan guru bagi penduduk Bodjonegoro. Ketika Kali Solo sedang meluap, ia memberi pelajaran untuk lebih menjaganya dengan tidak membuang sampah ke kali misalnya.”

“Dalam dokumen-dokumen yang ada di Belanda, sebelum aku dan keluarga menginjakkan kaki di sini. Aku mencoba mencari tahu tentang Bodjonegoro. Selain terkenal dengan penghasil tembakau, namun daerah ini juga terkenal dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Mengapa hal itu bisa terjadi, Tedjo?”

“Wajah kemiskinan, kamu bisa temui di daerah-derah perbatasan Bodjonegoro. Di bagian kota, juga ada. Banyak penyebab mengapa daerah Bodjonegoro itu miskin, salah satu di antaranya ulah pejabat daerah yang masih suka mengambil uang yang bukan haknya.”

“Dan di Bodjonegoro itu ada Kali Pacal, aku pernah membaca di dokumen laporan petinggi Hindia Belanda, dana yang dikeluarkan untuk membangun waduk itu sangatlah banyak, nominal guldennya aku lupa.”

“Kali Pacal itu ada di Temayang, Cornelia. Kalau dari Kota ke Waduk Pacal agak jauh. Selain memakan biaya yang besar dalam pembangunannya, juga banyak memakan korban jiwa. Dari dokumen-dokumen yang ditulis oleh orang Belanda, aku juga tidak sepenuhnya percaya.”

“Mengapa kamu tidak percaya, Tedjo? Dengan dokumen Belanda? Bukankah itu suatu sumber yang kebenarannya sudah teruji?”

Tedjo menjawab, “Teruji dari mana?, jika suatu laporan ditulis dari geladak kapal.”

“Geladak kapal?, Apa maksud kalimat yang baru saja kamu ucapkan itu?”

 

Bersambung………

Tags: Fiksi Akhir Pekan

BERITA MENARIK LAINNYA

Panggil Saja Aku, Jum
Fiksi Akhir Pekan

Panggil Saja Aku, Jum

March 2, 2021
Sarapan penuh Kehangatan 
Fiksi Akhir Pekan

Sarapan penuh Kehangatan 

February 28, 2021
Mata Tomo dan Beragam Makna Keadilan
Fiksi Akhir Pekan

Mata Tomo dan Beragam Makna Keadilan

January 31, 2021

REKOMENDASI

Etika Konstitusi dalam KLB Partai Demokrat

Etika Konstitusi dalam KLB Partai Demokrat

March 7, 2021
7 Tempat Kuliner Terbaik Di Bojonegoro untuk Sobat Misqueen

7 Tempat Kuliner Terbaik Di Bojonegoro untuk Sobat Misqueen

March 6, 2021
Irsyadusy Syubban, Sekolah Tahfiz yang Fokus pada Sifat-sifat Huruf dan Kefasihan

Irsyadusy Syubban, Sekolah Tahfiz yang Fokus pada Sifat-sifat Huruf dan Kefasihan

March 5, 2021
Melihat Kondisi Pertanian Bojonegoro pada 1958

Melihat Kondisi Pertanian Bojonegoro pada 1958

March 4, 2021
Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati

Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati

March 3, 2021
Panggil Saja Aku, Jum

Panggil Saja Aku, Jum

March 2, 2021

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved