Pukul 3 dinihari, sidang panitia persiapan kemerdekaan diakhiri. Sebagaimana dinyatakan Bung Karno, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10 WIB, proklamasi akan dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Setelah sahur dengan roti, telur, dan sardine, Bung Hatta pukang ke rumah dengan dibinceng Bung Karno. Selepas Subuh, Bung Hatta tidur hingga pukul 8.30 pagi. Selepas mandi dan bercukur, Bung Hatta berangkat ke tempat pembacaan proklamasi dilaksanakan. Tepat lima menit sebelum pukul 10 pagi, Bung Hatta tiba.
“Orang tahu bahwa saja selalu tepat menurut waktu,” tulis Bung Hatta di buku Seputar Proklamasi, “sebab itu tidak ada orang jang gelisah, takut kalau-kalau saja terlambat datang. Soekarno pun tidak kuatir, karena ia tahu kebiasaan saja.”
Di pihak lain, sebagaimana dituturkan Bung Karno dalam Penjambung Lidah Rakjat Indonesia, sejak pukul 9 pagi ada kira-kira 500 orang berdiri di depan rumah Jl. Pegangsaan Timur 56. Mereka menuntut proklamasi segera dinyatakan. “Hatta tidak ada, kata Bung Karno. “Saja tidak mau mengutjapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada.”
Cerita perihal kedisiplinan dan ketepatan waktu Bung Hatta bukanlah fiksi semata. Cerita tersebut lahir dari fakta empirik yang menggambarkan pribadi Bung Hatta. Rutin dan keajegan kegiatan sehari-hari Bung Hatta lahir berkat kedisiplinan terhadap waktu yang paripurna.
Kisah Jonkheer, kucing kesayangan Bung Hatta, yang hafal betul tempat dan jadwal Bung Hatta sejak pagi hingga petang menjadi cerminan itu. Bung Hatta selalu bangun pukul 4.30 pagi dan tidur pukul 10 malam. Selalu.
Selepas Subuh, Bung Hatta olahraga lantas mandi dan berpakaian. Pukul 6.30 hingga 7 Bung Hatta mendengarkan berita dari RRI, sarapan pagi, dan memberi makan Jonkheer. Kemudian membaca koran hingga pukul 8 pagi. Lantas bekerja di ruangannya hingga pukul 12.30 siang.
“Umumnya Ayah melakukan sembahyang Magrib tepat pada waktunya. Dari jam 7.30 hingga 8 malam Ayah membaca koran sore, lalu pukul 8 makan malam bersama keluarga dan memberi makan Jonkheer dan kucing-kucing lainnya. Tepat jam 10 malam Ayah pamitan tidur,” kenang Gemala Rabi’ah, putri kedua Bung Hatta.
Bung Hatta juga dikenal sangat disiplin oerihal waktu salat. “Bagaimanapun pentingnya pembicaraan yang dilakukan jika waktu shalat datang, beliau akan berkata dengan tersenyum: “Sebentra ya, saya sembahyang dahulu.” Tetapi hal itu beliau lakukan setelah memberi tanda-tanda sebelumnya bahwa beliau akan mohon waktu untuk shalat,” kenang Chalil Bariddjambek, keponakan Hatta.
Kisah kedisiplinan Bung Hatta menjadi “momok” bagi siapa saja yang memiliki janji dan keperluan dengannya. Tidak peduli siapa pun. Oleh karenanya, siapa saja yang hendak bertemu dengan Bung Hatta pasti sudah datang 5-10 menit sebelum jadwal yang disepakati. Sbealiknya, jika Bung Hatta menerima undangan beliau akan datang sesuai waktunya, atau beberapa menit sebelum dimulai.
“Pernah terjadi seorang duta besar salah satu negara Eropa ditetapkan akan diterima pukul 10 pagi. Tetapi ia baru datang pukul 10.30, jadi terlambat setengah jam. Bung Hatta menolak untuk menerimanya dan duta besar tersebut, terpaksa kembali dengan oerasaan risau,” kenang I. Wangsa Widjaja, sekretaris Bung Hatta.
Cerita berikut ini barangkali salah satu kisah populer yang menggambarkan ketepatan dan kedisiplinan Bung Hatta terhadap waktu. Suatu ketika Bung Hatta saat masih menjabat Wapres RI hendak berdinas ke Semarang naik pesawat. “Ditetapkan, plane akan mendarat pukul 08.00 pagi. Pejabat-pejabat telah siap menunggu di bawah, rupanya plane agak kecepatan 5 menit. Hatta meminta pilot agar berputar-putar di udara, agar tepat pada waktunya mendarat di lapangan terbang,” kata Bahder Djohan.
Saking disiplin dan tepat wkatu, Bung Hatta kerap dijadikan sebagai penunjuk waktu sehingga sering dijuluki “Jam Hatta”. Saat diasingkan di Banda Neira, Hatta kerap jalan-jalan pada pukul 4-5 sore. Saat jalan-jalan itu Bung Hatta melewati tempat para pekerja yang tidak ada jam di tempat kerjanya. “Bila Hatta muncul, para pekerja akan berseru, “wah sudah jam lima.” Mereka lalu berhenti bekerja,” catat Des Alwi.
Barangkali, pembaca penasaran apa kunci kedisiplinan dan ketepatan waktu Bung Hatta. Rafiah, kakak Bung Hatta memberi jawaban: “Semuanya berpangkal pada kemauan Ayah sendiri untuk hidup secara tertib.” Disiplin yang diinsafi dan diikhtiari semenjak kecil.