Jonkheer adalah nama kucing kesayangan Bung Hatta. Nama itu diambil dari gelar bangsawan Belanda. Hatta menamainya demikian karena kucing itu disiplin, tertib, dan setia.
Kucing menjadi salah satu hewan peliharaan yang disukai manusia, dulu-kini; tua-muda; pria-wanita. Tentu ada banyak alasan kucing menjadi primadona: mudah perawatannya, lucu dan menggemaskan, atau sekadar sebagai teman “curhat”.
Jane Brunt dari CATalyst Council menyebut kucing sebagai hewan cerdas dan memiliki kemampuan mengingat/memori yang lama. Kucing mampu mempelajari perilaku dan mengingat tindakan manusia di sekelilingnya. Oleh sebab itu, kucing bisa menghafal kegiatan di sekelilingnya.
Jonkheer, begitu Bung Hatta memberi nama kucing kesayangannya. Jonkheer adalah gelar bangsawan masyarakat Belanda. Bung Hatta menyebut Jonkheer sebagai kucing yang tahu kedisiplinan dan ketertiban. Ya, tentu, itu potret dari tuannya. Kebiasaan dan kedisiplinan waktu Bung Hatta mampu ditangkap dan diingat oleh Jonkheer.
Bung Hatta tidak hanya memelihara, tetapi juga merawat sendiri Jonkheer dan kucing lainnya dengan baik dan penuh sayang. Bung Hatta rutin memotong sendiri daging untuk diberikan kepada Jonkheer. Bung Hatta juga membagi porsi daging sesuai dengan badan kucing, serta menjentikkan telinga kucing yang memakan daging bagian kucing lainnya.
Setiap pukul 6.30 pagi dan 8 malam, Jonkheer selalu menunggu di keset yang disediakan sebagai tempat makan. Setiap pukul 5 sore Jonkheer selalu menunggu kedatangan Bung Hatta di teras rumah. Begitu pun ketika waktu Bung Hatta mandi pagi dan sore hari, Jonkheer selalu menunggu di depan pintu kamar mandi.
Kedekatan Bung Hatta dan Jonkheer lahir dari kecintaan Bung Hatta kepada binatang peliharaannya. Ikatan antara Jonkheer dan tuannya amat kuat. Saat Bung Hatta sakit, Jonkheer tak mau makan dan mengeong terus di depan pintu kamar Bung Hatta.
Rafiah, kakak Hatta, menandai adiknya sebagai pribadi yang menyenangi kucing. Pada saat Bung Hatta dipenjara di Glodok, ada seekor kucing yang entah punya siapa, selalu datang ke penjara. Bung Hatta menyayangi dan memberi makan kucing tersebut.
Saat menjalani pengasingan di Banda Neira, menurut pengakuan Des Alwi, Bung Hatta memelihara banyak kucing. Kucing-kucing Bung Hatta dinamai dengan nama-nama tokoh seperti Hitler, Tito, Franco, Mussolini, dan Turki. Kucing pertama Bung Hatta yang kulitnya seperti macan dinamai Hitler. Kucing ini kabur kemudian digantikan dengan kucing berwarna belang dan dinamai Turki.
Demikian juga saat di Tanah Merah Boven Digul, Bung Hatta diberi binatang peliharaan seekor kucing dan seekor anjing. Kucing itu dinamai “si Hitam” sesuai warna kulitnya. Sementara anjing dipanggil “Juli”. Kucing dan anjing ini dalat hidup akur bahkan bisa makan bersama.
“Ayah senantiasa memberi contoh pada kami dalam mencintai binatang,” terang Gemala Rabi’ah, putri kedua Bung Hatta. Selain kucing, di rumahnya, Bung Hatta juga mamalihara ikan dan kelinci. “Ikan kesayangan ayah diberi nama si Rabun, sebab matanya memang rabun,” kenang Gemala. “Ayah mempunyai kebiasaan untuk menyisakan beberapa potong roti setelah makan untuk diberikan keoada ikan-ikan di kolam,” pungkas Gemala.
Waktu si Rabun mati karena terjelit di antara dua buah tong bunga teratai di kolam, Pak Suli yang panik dan takut membawa bangkai ikan itu dari Megamendung ke Jakarta untuk melapor ke Bung Hatta. Ongkos ganti perjalanan boalk-balik Megamendung-Jakarta diberikan Bung Hatta ke Pak Suli sebagai “biaya pemakaman” si Rabun.
Bung Hatta tidak pernah memelihara anjing. Bung Hatta pernah memarahi Pak Suli, pembantunya, karena mengusir anjing yang masuk pekarangan rumah melempari anjing itu dengan batu. Bung Hatta meminta untuk mengusir anjing itu dengan gertakan saja, bukan dengan melempar batu. “Ayah tidak suka pada orang yang menganiaya binatang, meakipun anjing adalah binatang haram menurut agama Islam,” tutur Gemala.