Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba

Kalabendu Antroposene dan Refleksivitas Ekologis

Ahmad Wahyu Rizkiawan by Ahmad Wahyu Rizkiawan
27/11/2024
in Sainsklopedia
Kalabendu Antroposene dan Refleksivitas Ekologis

Noer Fauzi Rachman: Berpikir dalam Skala Bumi

Antroposene sebagai bagian dari masalah lingkungan internasional, sedang diantisipasi dengan bermacam cara. Satu di antara cara itu adalah mulai berpikir dengan Skala Bumi, seperti diuraikan Psikolog Lingkungan Unpad, Noer Fauzi Rachman.

Saat ini, sedang terbentuk sebuah pemahaman dan perilaku, hingga sebuah kebijakan yang berakibat pada kesehatan bumi. Saat ini, Bumi kita memasuki era The Anthropocene — sebuah babak sejarah bumi secara geologis.

Dalam paparan berjudul Berpikir dalam Skala Bumi: Epoh Baru Anthroposcene, Psikolog dan Environmentalist Universitas Padjajaran Bandung, Noer Fauzi Rachman menyajikan paparan menarik tentang Kalabendu Antroposene (epoh Antroposene). Ia mengajak pembaca untuk berpikir dalam skala global yang merupakan hasil dari refleksivitas ekologis.

Epoh Antroposcene atau Kalabendu Antroposene merupakan sebuah era yang ditandai dampak manusia merusak bumi dan mengancam keberlanjutan lingkungan. Istilah Antroposene, merujuk pada era di mana manusia memiliki pengaruh global terhadap ekosistem Bumi.

Sementara apa yang disebut refleksivitas ekologis (ecological reflexivity) adalah kapasitas dari suatu agensi, struktur, atau proses untuk mengubah diri dalam hubungannya dengan refleksi mengantisipasi dampak dari sistem sosial-ekologi, dan mendengarkan umpan balik dari sistem tersebut (Pickering, J., 2018).

Om Oji, begitu biasa kami menyapa Noer Fauzi Rachman menjelaskan, banyak masalah terbentuk dari cara berperilaku dari masyarakat, ormas, korporasi, birokrasi pemerintah, hingga lembaga-lembaga internasional yang secara dominan, terus-menerus mengabaikan kondisi ekologi pada berbagai skala, dan mengutamakan kepentingan ekonomi yang sempit dan berjangka pendek.

Terabaikannya kondisi ekologis atas kepentingan bisnis, berdampak pada berubahnya konsep lingkungan beserta ekosistem alam. Bermacam bencana berbasis perubahan iklim pun terjadi. Karena itu, potensi kerusakan yang lebih besar harus segera ditawarkan. Diselamatkan.

Sebagai obat penawarnya, dibutuhkan proses menumbuhkan ecological reflexivity, kapasitas dari suatu agensi, struktur, atau proses untuk mengubah diri dalam hubungannya dengan refleksi mengantisipasi dampak dari kerusakan sistem sosial-ekologi tersebut.

Menurut Om Oji, Ecological reflexivity terdiri dari tiga komponen utama perilaku, yakni; mengakui, memikirkan kembali, dan menanggapi (recognition, rethinking and response) bermacam kerusakan ekologis yang disebabkan kepentingan manusia tersebut.

Secara etis, Om Oji bilang, kita butuh pemikiran ulang yang mampu menjelajahi bagaimana keadilan, keberlanjutan dan demokrasi perlu dipikirkan dan diaktualkan kembali dalam kondisi rusaknya layanan-layanan alam skala bumi di jaman Anthropocene dewasa ini.

Epoh Antroposene secara Sederhana

Anthroposene adalah istilah untuk zaman geologi saat ini, di mana aktivitas manusia memiliki pengaruh global terhadap ekosistem Bumi. Dalam keseharian, Anthroposene terwujud melalui; eksploitasi alam yang berlebihan, modifikasi penggunaan lahan, dan degradasi petak habitat.

Selain itu, Antroposene juga terjadi karena perubahan iklim, yang berpengaruh besar terhadap ekosistem alam dan polusi yang melibatkan zat kimia baru sehingga kemampuan beradaptasi yang sudah ada sebelumnya tidak memungkinkan.

Penawar Antroposene

Hasil diskusi dan kajian rutin dilakukan Kandhawa Institute pada 26 November 2024 mengambil kesimpulan sementara bahwa: Antroposene memang tak bisa dihindari. Namun, Antroposene juga bukan berarti tak bisa dikendalikan.

Untuk mengantisipasi, mengendalikan, dan mengurangi daya buruk Antroposene, bisa dilakukan dengan cara: menggunakan kekuatan sosial, ekonomi, dan teknologi untuk membuat hidup lebih baik bagi sesama manusia; menstabilkan iklim dan melindungi alam, dan meningkatkan aktivitas manusia agar memanfaatkan alam secara bijaksana.

Tags: Epoh AntroposeneKandhawa InstituteMakin Tahu IndonesiaNoer Fauzi Rachman
Previous Post

Ekosufisme Al Ghazali, Etika Ekologi Imam Ghazali

Next Post

IESPA Bojonegoro siap Ikuti Forda Esport Jawa Timur

BERITA MENARIK LAINNYA

Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan
Sainsklopedia

Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

22/05/2025
Spirit Bhinnasrantaloka, Peradaban yang Berkelanjutan
Sainsklopedia

Spirit Bhinnasrantaloka, Peradaban yang Berkelanjutan

09/05/2025
Mblantung: Skill Perminyakan Kuno dari Bojonegoro
Sainsklopedia

Mblantung: Skill Perminyakan Kuno dari Bojonegoro

07/05/2025

Anyar Nabs

KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

23/05/2025
Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

22/05/2025
Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

21/05/2025
Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon

Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon

20/05/2025
  • Home
  • Tentang
  • Aturan Privasi
  • Kirim Konten
  • Penerbit Jurnaba
  • Kontak
No Result
View All Result
  • PERISTIWA
  • JURNAKULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • MANUSKRIP
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • PUBLIKASI
  • JURNAKOLOGI

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: