Penampilan harus sesuai perilaku, dan perilaku menyerupai penampilan. Sebab jika tidak, niqabmu tak sesuai dengan anu-mu. Eh
Di Indonesia, perempuan mengenakan niqab atau cadar kini sudah menjadi kelumrahan. Bahkan di kota besar, perempuan memakai penutup lengkap dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai… sah?? sah! sudah biasa.
Bahkan, pakaian serba besar dan menutup semua anggota tubuh kecuali mata itu, membuat perempuan kini dijuluki ukhti. Padahal dulu, ada fase dimana wanita bercadar identik terorisme dan bom. Wow!
Saat ini, cadar telah menjadi tren. Bahkan hingga sampai foto di medsos pun, harus memamerkan cadar.. bulu mata lentik… tebas kanan tebas kiri dengan caption “cinta halal”, “perasaan syar’i” alahem, subhanalove sekaly.
Whatever deh… bukan maksud hati ingin men-judge but…. wahai ukhti-ukhtiku yang cantek-manis-cak-ulat-bulu, karena itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu…… mau berjubah kek, mau bercadar kek, terserah kamu.
Itu semua adalah HAM (Hak Aku Mencintaimu) eaaaaaaa…… eh nggak ding, maksudnya Hak Asasi Manusia.
Kadang sih, ana (kok jadi ikutan gini sih) suka risih dengan ukhti yang bercadar namun ketawanya subhanallah……. keras banget, omongannya masyaallah…. pedes. Kek cabe huh hah.
Masak iya, sering berucap ukhta-ukhti dan syor’a-syar’i, tapi rasan-rasan orang lain gas pol kayak motor dengan rem blong. Masak iya, kemana-mana pamit dakwah tapi komen buruk lanjoot terus di medsos.
Seharusnya nih ya, ketika semua aurat mulai ditutup, perilaku dan perkataan harus dijaga dong ya…. Hati aja ada yang jagain, masa kelakuan kamu enggak. Wqwq ~
Oke, baiklah. Menjadikan cadar sebagai tren, tentu tujuannya, and the only one is, bisnis fashion. Tapi kok ya keterlaluan bingit sih. Aku tahu kok, propaganda cadar-cadaran meningkatkan keuntungan penjualan.
Kini, fenomena religius dipakai tameng buat cari uang secara aman, nyaman dan syurgawi. Kapitalisme teologis dan industrialisasi agama kayak gini, kadang bikin saya sedyyh.
Apapun itu, mbok ya sesuatu yang berorientasi ubudiyah itu jangan terlalu divulgar-vulgarkan, kalau tujuannya cuma urusan duniawi. Apalagi gak diimbangi dengan kelakuan personal lagi. Duh.
Malu dong, jika ingin dipanggil ukhti tapi perilaku masih kayak .. emmm.. Astagfirullah, nah buat ukhti-ukhti ku yang cantik…. ada satu pesan nih sebelum tulisan ini diakhiri.
Yakni, penampilanmu harus sesuai perilakumu dan perilakumu harus menyerupai penampilanmu. Sebab jika tidak, niqabmu tak sesuai dengan anu-mu. Eh
Amelia Sahrotul Firdaus adalah mahasiswa pemikir yang suka masak sambil mikirin si dia.