Atasnama cinta dan kebesaran Tuhan, jodoh adalah segala hal yang tak sempat terlintas di dalam angan-angan.
Ada dua nama Ibnu ‘Aqil dalam dunia kepenulisan islam. Pertama, Abul Wafa’ Ali bin ‘Aqil al Baghdadi (w. 1119 M), ulama asal Baghdad penulis Kitab Al Funun. Kedua, Abdullah Bahauddin bin ‘Aqil Al Hasyimi (w.1368 M), ulama asal Syam penulis kitab Syarah Ibnu Aqil. Keduanya hidup beda zaman. Terpaut ratusan tahun. Namun, sama-sama dikenal dengan: Ibnu Aqil.
Tulisan ini membahas Ibnu Aqil yang pertama. Yakni ulama asal Baghdad yang menulis Kitab Al Funun — kitab paling fenomenal yang memuat 400 cabang ilmu dan terdiri dari 800 jilid. Jika dijejerkan, mencapai panjang 40 meter. Ini alasan Ibnu Aqil disebut sebagai penulis terbesar di dunia intelektual islam.
Kisah Cinta Ibnu Aqil
Syahdan, Ibnu Aqil berniat berangkat haji ke Makkah. Ia bertolak dari kediamannya yang berada di Baghdad, menuju Makkah. Sesampainya di Pasar Baghdad, ia menemukan sebuah kalung dari batu zamrud yang terjatuh di tengah jalan. Ia pun mengumumkan penemuan kalung itu pada pengunjung pasar.
Tak berselang lama, ada seorang kakek-kakek tua yang mengaku memiliki kalung tersebut. Ibnu Aqil segera memberikan kalung itu padanya. Saat si kakek ingin memberikan imbalan, Ibnu Aqil menolak, dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Makkah.
Sepulang berhaji, Ibnu Aqil mampir di Masjid Aleppo untuk melepas lelah. Ia sholat dan berteduh di masjid. Namun ada jamaah yang ternyata mengenalinya. Ia meminta Ibnu Aqil menjadi imam sholat di masjid tersebut. Ia juga meminta Ibnu Aqil untuk ngaji di sana, karena kiai di masjid itu baru saja meninggal.
Para jamaah di masjid itu sangat senang dan suka dengan ngaji beliau. Bahkan, agar beliau tetap mengajar di sana, para jamaah mencarikan jodoh Ibnu Aqil. Kebetulan, kiai masjid yang telah meninggal, ternyata memiliki anak perempuan. Mereka pun dinikahkan.
Suatu hari, saat ia mengamati leher istrinya, ia melihat kalung dari batu zamrud yang tak asing dengan matanya. Ia sangat kaget saat menyadari bahwa kalung yang melingkar di leher istrinya, adalah kalung yang beberapa tahun lalu ia temukan saat melintas di Pasar Baghdad.
Sambil menangis sesenggukan, Ibnu Aqil kemudian bercerita pada sang istri, tentang kisahnya menemukan kalung itu di Pasar Baghdad beberapa tahun lalu. Yang kemudian ia berikan pada seorang kakek tua yang mengaku memiliki kalung tersebut.
“Kau tahu, kakek tua itu adalah ayahku.” ucap sang istri menyela. Isak tangis Ibnu Aqil kian terdengar lirih.
Sang istri bercerita, beberapa saat sebelum sang ayah meninggal, ia sempat menitip sebuah kalung padanya. Sang ayah bercerita bahwa kalung itu sempat hilang di pasar. Lalu ditemukan oleh seorang pemuda, dan kemudian dikembalikan padanya.
“Saat kalung ini dikembalikan, aku berdoa pada Allah agar pemuda tadi menjadi jodohmu.” Ucap istrinya meniru apa yang diucap sang ayah padanya.