Kru Jurnaba membikin puisi. Apa? Iya. Sore ini, hujan mengguyur kota dan memaksa kami tidak bisa kemana-mana. Namun, bukan Jurnaba jika tidak mampu berkreasi dalam keadaan apa saja.
Stok Indomie, kami keluarkan semua. Sore ini, untuk pertama kalinya, kami membikin Indomie goreng rame-rame. Memakannya dengan penuh kebahagiaan. Sementara, di depan kantor, tetes hujan tetap bertugas mengirim nada backsound kenangan.
Hujan dan Indomie memicu kami bersepakat membikin puisi secara spontanitas. Puisi tentang hujan memang menye-menye. Dan menye-menye, kau tahu, tidak sesuai dengan prejengan kami.
Tapi khusus sore ini, kami, lima pria ganteng yang tidak bisa keluar kantor karena hujan, menantang diri sendiri untuk membikin puisi tentang hujan. Biar menye-menye gapapa yang penting ganteng dan sehat. Hmmm
Berikut, 5 kompilasi puisi tentang hujan dari kru Jurnaba untuk kamu semua.
Dian Wisnu Adi Wardhana
Langit bergemuruh membawa armada awan hitam. Setetes dua tetes air menyusul pelan menghantam rerumputan. Sementara rerumputan itu hanya pasrah, sepasrah tubuhmu yang tergolek lemah kelaparan.
Betapa hujan telah membuatmu lapar. Menghujam perut yang tengah rindu akan cemilan. Tubuhmu layu mendayu-dayu. Seperti lagu sendu yang sering kau putar di hari sabtu.
Kau lupa, otakmu cerdas penuh solusi. Solusi cerdas yang membawamu menuju isi kulkas. Bukankah tuhan menciptakan kulkas untuk memarkir indomie. Makanan siap saji yang selalu ramah saat kau tengah terisolasi.
Hujan tengah menari di teras rumahmu, saat kau mendidihkan air dalam cawan berisi harapan. Tak lupa kau leburkan bumbu-bumbu kenangan yang harum semerbak. Sembari mendendangkan jingle yang pernah tenar di masa kecilmu: indomie seleraku~
Adityo Dwi Wicaksono
Siapa aku?
Dibilang pendusta bertopeng emas
Siapa aku?
Dibilang pengikut jejak dewa pendosa
Siapa aku?
Dibilang kutukan oleh para penguasa
Siapa aku?
Dibilang penyebar dusta padahal laknat
Redam amarah dengan hujaman jarum haus darah.
Kau pikir kutertarik dengan guyuran jarum yang kau tawarkan lewat balutan keteduhan.
Bahkan pelor dari lengan Dimik tak separah ambisi yang kau sajikan dalam bidik.
Hingga Lazuardi datang dengan warna biru tosca
Kau masih saja menego seberapa besar harga untuk dapat tinggal di ujung kapling sana.
Menyeringai di ujung balkon karena melihat gerak bibir di atas mimbar lalu petir mulai menyambar.
Aroma tanah basah, tercium hingga seduhan materi ceramah mulai memecah belah.
Sejak Munkar dan Nakir berkolaborasi dalam dimensi penyelesaian soal ruang baka.
Budak bidak yang tak tertindak tetap pada posisi yang terinjak.
Siapa aku?
Dibilang pendusta bertopeng emas
Siapa aku?
Dibilang pengikut jejak dewa pendosa
Siapa Aku?
Dibilang kutukan oleh para penguasa
Siapa aku?
Dibilang penyebar dusta padahal laknat
Mahfudin Akbar
Gerimis yang datang mengembalikan memori yang masam. Jalanan mulai basah dan bercampur dengan lampu motor yang semburat tajam. Ini adalah perjalanan panjang dan melelahkan menuju malam.
Pandangan yang samar selalu menemani di sepanjang jalan dan waktu. Gerimis yang berganti jadi hujan membuat badan semakin kaku. Kaos kaki bergambar daun dibasahi air dan membuatnya jadi bau.
Lalu lalang truk Pantura sungguh menganggu pandangan mata. Sempat berpikir untuk menepi, tapi buat apa. Toh pada akhirnya tetap basah, kedinginan dan sendu juga.
Hujan akhirnya menghilang pergi. Perjalanan panjang pun akhirnya cuma sampai di sini. Berhenti di tempat yang gelap dan teramat sepi. Terhenti pada ingatan dan amarah yang berapi-api.
Radinal Ramadhana
Berawal dari suka, keinginan untuk memiliki, berharap agar dihargai, dan berharap untuk imbal atas perjuangan cintanya. Dengan tujuan bahagia selamanya.
Tapi itu semua masih sebuah kemungkinan, belum tentu juga kebenarannya. Hanya berdasarkan analisis yang hanya berbekal sedikit nalar dan banyak rasa.
Disini saya benar-benar khawatir. Khawatir ketika tidak bisa membedakan antara cinta dengan pencapaian untuk ingin memiliki saja. Dan masih bertanya-tanya apakah kedua hal ini saling terkait atau tidak sama sekali.
Semua hanya soal kesepakatan saja. Sepakat untuk saling melengkapi atau tidak sepakat karena memang tidak sesuai. Kesepakatan dari kedua belah pihak yang berujung menjadi satu. Bersatu untuk berpasangan.
Banyak kemungkinan-kemungkinan buruk ketika komitmen mulai terbentuk. Biarkan cinta menjadi anugerah yang bersifat sakral. Dan saya rasa kebencian itu akan timbul karena adanya komitmen.
Branda Lokamaya
Dito rela menjatuhkan diri ke bumi dan memorak-porandakan struktur tetesnya hanya untuk membuat padi bisa hidup dan petani tersenyum lagi. Dito membasahi dan menyirami pepohonan.
Dito datang saat kami di kantor. Buntu ide. Tak ada yang dikontenin. Kelaparan, kami membikin Indomie. Dimaem bareng-bareng. O, Tuhan. Kami bahagia. Ini sore yang teramat bahagia.
Dito kian deras menghujam genteng seng. Tetesnya membentuk komposisi nada penyemangat hidup. Dito kian deras dan kami makin tak punya kesempatan keluar ruang. Dito, beri kami inspirasi dong!
Lima pria garang yang enggan menye-menye ini, sepakat membikin Indomie goreng bertabur puisi tentang hujan. Tentang sesuatu yang menye-menye namun sebenarnya kami nikmati saat kelaparan.
hujan, indomie dan kebahagiaan, 15 Januari 2019