Sepanjang pandemi Corona, saya mengisi waktu dengan menulis. Saya ingat, tulisan pertama yang saya kirim adalah sebuah cerpen dengan judul Kretek Buat Bapak.
Natal dan tahun baru tak bisa lepas dari hujan dan aroma durian. Di jalan pemuda semangat orang tua pun jadi muda. Para pedagang kaki lima yang cemas tapi mencoba kuat tanpa obat penguat.
“Apa obatnya jika bulan Desember ini kita sakit?” Tanya saya kepada salah seorang teman laki-laki.
“Tergantung sakitnya lah Bro” Ia menjawab dengan mudah.
“Salah”
“Kok salah?” Ia tak terima.
“Vaksin!”
Hahahahhahahahahha…….. Kita berdua tertawa.
Seperti iklan teh botol Sosro di televisi, “Apapun makanannya, minumnya teh botol Sosro.”
Sambil makan nasi kucing yang tidak ada “pindang”nya kita meratapi nasib yang seperti roller coaster.
Mendengar degub kebahagiaan dari Jurnaba.co seperti Yesus benar-benar turun di malam Natal. Saya sedikit punya kebahagiaan di tahun pandemi (2020) ini. Kiranya seperti ini:
Saya tidak tahu wabah Covid 19 ini akan muncul di awal 2020. Tahun baru 2020 lalu berjalan mulus saja. Tapi semua berubah di sekitar bulan April, ketika negara api menyerang, sementara keahlian saya mengendalikan api belum saya dapat dari guru saya. Saya bayangkan jika saya dapat mengendalikan api di ujung rokok yang saya hisap. Beratus hisapan api itu tak mampu menghabiskan rokok. Irit sekali……
Tapi bibir saya pasti jadi monyong.
Ngomong-ngomong soal rokok, saya juga menyukai rokok kretek. Setiap perokok, mereka akan memiliki sekitar 3 pilihan rokok, rokok mild, rokok kretek, rokok filter biasa. Saya ambil contoh saya sendiri, saya menyukai rokok mild LA, rokok kretek saya Gudang Garam Merah dan rokok filter biasa saya adalah Surya.
Menyenangkan sekali menjadi seorang perokok. Maaf ini diri saya sendiri. Bapak saya juga seorang perokok. Ibu saya seorang perempuan yang mencintai seorang perokok. Ia tak pernah menutup mulut dan hidung ketika bapak merokok. Bapak saya perokok yang “ngeces”, dia suka kretek Djarum 76 tapi lebih sering “Ting we”. Dia juga mahir menanam tembakau sendiri di tepi sungai Kalipacal. Dia idola saya.
Sepanjang pandemi Corona saya mengisi waktu dengan menulis, salah satunya cerpen. Beberapa cerpen saya kirimkan ke Jurnaba.co. Saya ingat, tulisan pertama yang saya kirim adalah sebuah cerpen dengan judul “Kretek Buat Bapak”. Kenapa saya menulis itu?
Saya benar-benar pengangguran. Sampai pada suatu hari saya ingin bekerja, tapi tak kunjung dapat. Merasakan beratnya mencari kerja di Bojonegoro saya sampai “Nejo” di dalam hati, “Suatu saat nanti, gaji pertama saya kerja akan saya belikan rokok Djarum 76 buat bapak”.
Ndelalah……. Pada bulan Agustus saya benar-benar mendapat pekerjaan sesuai dengan apa yang saya inginkan. Mendapat pekerjaan ketika orang lain malah dipecat dari pekerjaannya.
Ya, gelombang-gelombang pemecatan memang gemuruh sekali ketika pandemi itu datang. Hal itu membuat saya bersyukur, saya tak ingin bahagia di atas penderitaan orang lain.
Saya bekerja di sebuah tempat kerja. Ah, tak perlu saya sebutkan. Hehe. Saya rasa sama saja, saya tetap saja seperti menganggur, sebab pekerjaan ini adalah pekerjaan yang saya idamkan: yaitu pekerjaan yang saya tetap punya waktu buat menganggur.
Di cerpen saya “Kretek Buat Bapak” itu saya juga menulis 2000 lulusan perguruan tinggi di Bojonegoro masih banyak yang menganggur. Saya kutip dari Jawa Pos. Tapi saya tak sepakat dengan itu, apa sih pekerjaan itu? Apa kesuksesan itu? Bukankah itu terlalu luas untuk dijawab?
Tapi saya sungguh benar membelikan rokok kretek Djarum 76 buat bapak. Saya taruh saja di atas meja ruang tamu, saya tak berani benar memberikannya secara langsung. Mari kita ngudud bareng, Bapa! Amiin.