Kelelahan yang tak terbayar, kelaparan yang tertahan, dan keinginan yang tertunda, adalah jalan menuju rasa syukur tiada tara.
Dulu, saat menduduki Sekolah Dasar (SD) ia pernah mengikuti Jambore Nasional (Jamnas) yang kira-kira pada tahun 2006. Saat mengikuti Jamnas itu segala pengetahuan dan keterampilan kepramukaan harus dikuasainya. Termasuk salah satunya adalah tali-temali atau simpul.
Salah satu simpul yang diingatnya adalah simpul mati. Simpul mati ini adalah simpul yang dimatikan alias sangat susah untuk dibuka lagi dan bahkan tidak bisa. Begitu juga dengan kehidupan yang ada.
Ada beberapa titik episode hidup yang sangat sulit untuk dibuka dan dicapai, bahkan deraian air mata membersamai perjuangan tersebut. Yah, Bay adalah sapaan akrab teman-temannya. Bay ini adalah singkatan dari bayi. Loh, kenapa dipanggil bayi ? ya iyalah, badan mungil nan identik makan sedikit makanya teman-temannya menamakan dengan panggilan bayi.
Ada satu hal yang sangat diharukan, yakni mampu menyelesaikan artikel dalam satu hari. Ia menghindari makan yang terus-terusan dengan alasan agar ia mampu dan bertahan untuk menyelesaikan artikelnya. Sehingga acap kali terkait makanan selalu diabaikan.
“Bay, makan yuk !” ajak Bal kepadanya.
“Nantilah.” Jawabnya.
“Oh iya ya. Nanti kalo kamu makan malah ga selesai artikel dalam sehari lagi.” Ungkap Bal temannya itu.
Dua, nol, dua, satu. Jika kita gabung akan menjadi angka-angka yang berdekatan dan bergandengan yakni 2021. Benar, tahun 2021 merupakan tahun terbukanya salah satu simpul mati yang ada dalam lintasan episode hidupnya.
Bay mengakhiri satu pintu, maka terbukalah pintu-pintu lain. Manusia tak pernah tahu, hanya bisa merencanakan. Takdir dan keputusan ada padaNya. Suatu ketika ia pernah mencoba untuk menggandengkan harapan-harapannya dengan harapan sang Khaliq.
Tapi, apalah dayanya. Keputusan Allah lah keputusan yang terbaik. Kelelahan yang tak terbayar, kelaparan yang tertahan, dan keinginan yang tertunda. Begitulah putaran hidup yang ia dijalani. Alhasil, kesabaran berbuah sudah.
Asa yang selalu terkunci, kini terbuka sudah. Harap yang dicemaskan, kini optimis sudah. Dan cita yang dimimpi, kini nyata sudah.
Bingkisan demi bingkisan kini tersuguhkan. Lembaran demi lembaran kini terbayarkan. Ada secercah senyum yang hadir darinya. Dan ada sebongkah harapan yang telah terperankan.
Allah tak pernah mengabaikan setitik pun perjuangan. Allah tak pernah membiarkan pun sendirian. Innallaha ma’ana. Sengguhnya Allah bersama kita. Jadi tak usah risau dan galau. Adukan padaNya semua yang menyakitkan. Ceritakan padaNya semua kisah yang tercipta.
Kalimat-kalimat ini yang selalu ia hadirkan dalam menjalani episode-episode hidupnya. Sehingga terkadang nikmat sekali kepahitan yang sempat menyapa perasaan-perasaan harinya.
Allah, Allah, dan Allah lagi. Bersyukurlah karena masih ada kesempatan yang Allah hadirkan untuk memiliki rasa bersyukur. Sebab, ada jutaan insan yang tak mampu bersyukur atas apa yang ia perankan.
Lantas, rasa syukur apa yang terproduksikan ? sedikit demi sedikit pancaran tenang hadir di wajahnya. Do’a yang selalu ia panjatkan, terkabul sudah. Allah sangat baik kepadanya. Allah sangat sayang kepadanya. Dan Allah sangat melindunginya.
Ketika kita selalu menghadirkan Allah di setiap langkah dan gerak-gerik, maka niscaya perlindungan itu akan kita dapatkan. Di kala kelalaian menguasainya ada kesedihan yang Allah hadirkan untuk membangunkannya dari keterlelapan dunia. Betapa sayangnya Allah kepadanya. Allah tidak membiarkannya dalam kelalaian.
Allah tidak membiarkannya terlelap dalam kefanaan. Bukankah betapa besarnya hikmah yang Allah hadirkan ke dalam hidupnya. Bukankah ini adalah salah satu lintas episode hidup yang mesti disyukurinya? Bukankah ini adalah salah satu nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya ? Nikmat-nikmat kesadaran dan penjagaan Allah itulah yang sangat disyukurinya.