Film adalah salah satu media yang akrab bagi anak muda. Baik media hiburan atau media belajar. Film hanyalah kemasan, tapi kontennya bisa apa saja. Tergantung bagaimana si pembuat film ber-‘story telling’.
Gerimis petang hari menyambut PWO Film Community saat tiba di Bojonegoro. Kota Ledre ini menjadi satu destinasi dari tur komunitas film asal Surabaya tersebut. Tepatnya Sabtu (15/2) di Jawah Public Space & Coffee, Jalan Pondok Pinang, Bojonegoro.
Tur tersebut bertajuk Workshop Script Writing & Psychoanalysis Short Film. Pentolan PWO Film, Pravana Widho Oktendho menjadi mentornya. Dia adalah seorang penulis naskah film.
Bojonegoro memiliki potensi untuk mengembangkan perfilman. Pasalnya, terdapat modal awal untuk itu, yakni komunitas dan potensi lokal. Misalnya destinasi alam atau kisah di balik sejarahnya.
“Tinggal dicari saja, cerita mana yang bisa diangkat untuk film. Setelah itu dibuat naskah yang bagus sebagai story telling,” kata Ipank.
PWO menayangkan sebuah film pendek. Film tersebut biasa mengawali kegiatan workshop. Melalui film yang ada, bahan dan materi diskusi bisa didapat. Misalnya membedah naskah film.
“Ada pemutaran film pendek. Peserta bisa melihat untuk menjadi bahan dan materi diskusi. Melalui film itu kita bisa membedah naskahnya,” kata pria kelahiran Solo tersebut.
Ipank juga bercerita tentang pengalamannya. Dia sempat terlibat dalam pembuatan film Yo Wis Ben 2. Saat itu, dia banyak belajar. Melalui workshop inilah dia membagi ilmunya.
PWO tidak sekali ini berbagi ilmu dengan pegiat film di Bojonegoro. Sebelumnya, dia juga sempat membuka workshop pada 2019 lalu. Dengan materi yang sama, penulisan naskah film.
“Dibandingkan tahun lalu, peserta kali ini lebih terfilter. Ya karena materi lebih mendalam terkait penulisan naskah. Sebelumnya kan masih random, kebanyakan pegiat film,” ucap Ipank.
Memang benar. Proses pembuatan film itu panjang. Setiap personil perlu memiliki keahlian masing-masing. Itu pun dalam kurun waktu tertentu. Tidak bisa langsung bekerja bersama.
Paling awal adalah naskah film. Itu membuat ide danngagasan dari cerita yang akan diangkat. Karena itu, Ipank fokus dalam memberi pembekalan dalam penulisan naskah. Tahap paling mendasar dalam pembuatan film.
PWO Film berharap, workshop film maker tidak sekali saja. Namun, harus ada agenda rutin. Tujuannya adalah menghasilkan produk, yaitu sebuah film. Entah film pendek atau panjang, entah fiksi atau dokumentari.
“Nanggung mas kalau cuma sekali pertemuan. Ilmunya hanya teori. Inginnya sih berkelanjutan sampai jadi tuh sebuah film. Jadi belajarnya itu menghasilkan produk karya, khususnya film,” pungkas Ipank.
Film adalah salah satu media yang akrab bagi anak muda. Baik media hiburan atau media belajar. Film hanyalah kemasan, tapi kontennya bisa apa saja. Tergantung bagaimana si pembuat film ber-‘story telling’.
Tentu ini kesempatan bagi anak muda di daerah. Misalnya untuk menceritakan potensi daerahnya. Sehingga, industri sinema tidak didominasi kota besar. Kalau begitu, ya itu saja isu-isu yang bakal diangkat.
Berbeda jika industri perfilman daerah turut maju sebanding kota besar. Makn banyak variasi konten dan informasi. Belum lagi, potensi lokal yang terpendam bisa muncul ke permukaan.
Bahkan, Oscar tahun ini ada yang berbeda. Nominasi juara tidak didominasi industri satu negara. Bahkan, film asal Korea Selatan, Parasite berhasil mendapat panggung utama. Ini bukti bahwa industri film mulai terbuka. Tentu kepada siapa saja yang mampu berkreasi