Matahari masih belum muncul, ayam jantan baru saja berkokok membangunkan para pekerja di Desa Donan, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro.
Termasuk Ana Nur Fiati (33), sejak pukul 02.00 WIB ia bersama ibu dan suaminya telah menyalakan perapian untuk menyiapkan krecek yang telah dipesan di hari sebelumnya.
Setelah matang, beras ketan diangkat dari perapian kemudian di susun satu-persatu di tampah hingga penuh, lalu dikeringkan di bawah matahari secara langsung. Setelah kering, lalu bahan krecek digoreng lalu dikemas sesuai dengan pesanan.
Ana sapaan akrabnya, ia menceritakan bahwa dirinya telah memulai usahanya selama 16 tahun sejak tahun 2007, yaitu sejak Ana lulus dari SMP. Sebagai pegiat UMKM di daerah yang cukup jauh dari keramaian, Ana telah menelan banyak manis dan pahitnya berjualan krecek.
Ketika memulai bisnisnya, Ana menjualnya secara konvesional hingga sampai kini, ia mulai mengembangkan metode pemasarannya secara online. Ia juga bercerita bahwa ia pernah menerima pesanan dari luar pulau hingga negeri seperti Malaysia.
“Nek sakniki online, tiyang-tiyang katah (kalau sekarang online, orang-orang banyak (yang beli)). Nek riyo riyin niku getok tular (kalau dulu itu getok tular (dari pembeli satu ke pembeli lainya)),” tutur Ana saat di wawancara di rumanya.
Ibu dua anak itu mengatakan, kalau pada umumnya, dalam satu hari Ana memproduksi krecek dengan beras ketan kurang lebih 10 kg per hari tergantung pesanan yang ada. Seperti pada pra dan pasca hari raya, juga musim pengantin dan menganan (syukuran desa).
“Penghasilane tergantung pesenan, kadang nek katah di satu bulan full sampai 2,5 kwintal (penghasilanya tergantung pesanan, terkadang kalau banyak pesanan di satu bulan penuh sampai habis 2,5 kwintal). Paling akeh pesenan itu pas posonan (paling banyak pesanan itu kalau pas Bulan Ramadhan),” kata Ana.
Harga yang ditetapkan oleh Ana untuk produk kreceknya adalah 22.000 rupiah. Namun harga tersebut dapat berganti sesuai dengan harga bahan baku yang ia dapatkan dan juga bergantung pada jenis krecek yang dipesan, yaitu warna, rasa dan ukuran untuk produk kreceknya.
Ana mengakui bahwa ia telah menikmati pekerjaan yang telah ia geluti selama 16 tahun itu. Salah satu sebabnya karena omset yang didapatkan cukup menjanjikan.
“Nek omsete kotor iku dari 250 kg dikali 22.000 rupiah (kalau omsetnya yang kotor itu bisa dihitung dari 250 kg dikali 22.000 rupiah). Alhamdulillah mas iku lumayan kenek digawe belonjo sabendino (alhamdulillah itu cukup untuk digunakan untuk belanja setiap hari),” tuturnya sambil menghitung angka.
Di akhir, ia menceritakan bahwa dalam menjalankan bisnisnya itu terdapat beberapa hal yang menjadi hambatan untu mengembangkan bisnisnya. Yaitu belum bisa mengelola sumber daya manusia dengan baik, akses jalan yang kurang mendukung proses distribusi produk dan juga penyusutan berat dari bahan baku menjadi krecek.
“sepuluh kilo itu ga jadi sepuluh kilo, jadinya cuma 8 kilo (sepuluh kilo itu tidak bisa menjadi sepuluh kilo juga, jadinya hanya 8 kilo krecek),” pungkasnya.