Bagi sebagian orang, televisi masih menjadi media yang paling berpengaruh. Lewat berbagai tontonan program televisi, mereka bisa melihat realitas yang terjadi di dunia luar.
Dalam disiplin ilmu komunikasi, ada yang namanya teori kultivasi. Secara sederhana, teori kultivasi ini menjelaskan bagaimana efek jangka panjang dari televisi terhadap masyarakat. Teori kultivasi ini pertama kali dikenalkan oleh Profesor George Gerbner.
Menurut teori ini, televisi menjadi media atau alat utama di mana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang budaya sangat ditentukan oleh televisi.
Lewat kacamata kultivasi, dapat dilihat adanya perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja tentang suatu permasalahan. Melalui perbedaan kultivasi, orang tua kerap ditampilkan secara negatif oleh televisi.
Bahkan, menurut penelitian, para anak muda pecandu televisi mempunyai pandangan lebih negatif tentang orang tua daripada mereka yang bukan kelompok pecandu. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena, televisi acapkali memotret atau sering menampilkan sisi negatif dari orang tua.
Misalnya, bagaimana mereka sering digambarkan sebagai seorang yang terlihat kolot dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan anak muda. Para pecandu berat televisi mungkin tak sadar kalau tayangan di tv punya banyak pengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.
Dulu, ada sebuah masa di mana tayangan sinetron Indonesia membahas atau memiliki tema yang seragam. Yakni tema tentang konflik antara orang tua dengan anak, serta masalah tentang hamil di luar nikah.
Itu bisa dilihat dari sinetron-sinetron Indonesia di awal 2000-an seperti Tersanjung, Kehormatan, Pernikahan Dini dan Senandung Masa Puber.
Para pecandu berat televisi akan menganggap bahwa saat itu banyak terjadi gejala hamil di luar nikah karena televisi melalui tayangan sinetronnya selalu menceritakan kasus tersebut.
Pendapat itu tentunya tak salah. Namun ia terlalu menggeneralisir ke semua lapisan masyarakat. Para pecandu televisi sangat percaya bahwa apa yang terjadi para masyarakat seperti yang diceritakan atau dicerminkan dalam tayangan sinetron.
Tayangan sinetron di awal 2000-an tersebut juga bisa dikaitkan dengan konflik orang tua dan anak. Dalam pikiran para penonton akan mengatakan bahwa semua anak memberontak kepada orang tua jika terdapat perbedaan pendapat di antara keduanya.
Para pecandu televisi meyakini bahwa televisi merupakan potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal, seperti yang bisa dilihat dari kenyataannya, masih banyak anak-anak yang menaruh hormat kepada orang tuanya.
Contoh lain bisa dilihat dari tayangan kriminal macam Buser, Patroli, Sergap atau yang lebih baru seperti 86. Di tayangan tersebut akan terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Dalam acara-acara tersebut, seperti ada pesan bahwa tidak sedikit kerjahatan yang bisa diungkap. Dalam pandangan kultivasi dikatakan bahwa adegan yang tersaji dalam acara-acara itu menggambarkan dunia kita sebenarnya.
Bahwa di Indonesia itu kejahatan itu sudah mewabah dan kuantitasnya terus bertambah. Acara-acara tersebut seperti ingin menunjukkan dunia kejahatan seperti itulah yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota masyarakat, kemudian mengikatnya bersama-sama pula.
Dengan kata lain nih Nabs, media memengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu meyakininya. Sehingga para pecandu televisi memiliki kecenderungan sikap yang sama satu sama lain.
Efek kultivasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Bahkan, mereka menganggap jika lingkungan di sekitarnya, sama seperti yang digambarkan oleh televisi.