Selain berdakwah secara bilhikmah wal mauidzatil hasanah (dengan bijak dan tidak berteriak-teriak), Salafusholeh sangat identik dengan giat literasi.
Ulama Salaf Aswaja menempuh hidup dengan terus mencari ilmu. Dengan terus membaca fenomena ataupun buku. Dari proses pencarian ilmu itu, muncul endapan (sedimentasi) permenungan hidup yang kelak diabadikan sebagai tulisan.
Di Abad 21 (abad saat ini), bisa kita lihat sejumlah ulama Salaf yang memiliki banyak karya kitab. Sebut saja Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki, Habib Salim As-Syatiri, hingga Habib Umar bin Hafidz. Selain dikenal karena alim, juga dikenal banyak karya tulis.
Dalam kitab Azhar ar-Riyadh fi Akhbar al-Qadhi Iyadh, Ahmad bin al-Muqirri menjelaskan, aktivitas literasi, dalam hal ini menulis, di kalangan ulama Salaf memiliki banyak pola dan cara.
Al Muqirri mencatat, setidaknya ada tujuh teknik dan pola, dalam giat menulis para ulama Salaf. Tujuh pola dan cara itu, di antaranya adalah;
1. Membuat karya berupa kitab baru yang sama sekali belum pernah diusung orang lain.
2. Mengarang kitab sebagai penyempurna gagasan pendahulu.
3. Mengarang kitab yang difungsikan untuk mengoreksi kesalahan yang ada pada karya tulis seseorang (kritik).
4. Mengarang kitab penjelasan atau klarifikasi terhadap karangan pendahulu yang dirasa terlalu kompleks dan ruwet.
5. Mengarang kitab berbentuk ringkasan atas karya yang dinilai terlalu panjang lebar, untuk memberi kemudahan bagi para pembaca.
6. Kitab yang mengodifikasi buah pemikiran seorang tokoh yang tercecer di berbagai media, lalu menyatukannya dalam satu jilid buku.
7. Menata dan merapikan tulisan ulama pendahulu yang tidak berurutan menjadi satu buku yang urut.
Hebatnya, para ulama penulis tersebut tak pernah meng-klaim karya itu sebagai gagasan dia sendiri. Penulis yang datang belakangan, bagaimanapun, tetap mencantumkan nama penulis asli di bukunya.
Di antara nama ulama besar yang produktif menulis dengan ke-tujuh pola tersebut, adalah Imam as-Suyuthi. Karya tulis Imam as-Suyuthi tercatat mencapai 600 karya tulis di berbagai disiplin ilmu.
Sebagian dari karya-karya itu, ada yang mengikuti teknik dan pola model pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Kitab Tafsir Jalalain adalah karya beliau bersama gurunya, yakni Jalaluddin Al Mahalli.
Produktivitas dan inovasi menulis dari para ulama Salaf Aswaja inilah, yang kelak menempatkan Islam ketika itu, sebagai peradaban yang amat gemilang.
Dengan adanya contoh itu, harusnya kita berupaya mengikuti jalan para Salaf dengan melahirkan karya. Baik dengan pola yang nomor 1,2,3,4,5,6 atau yang nomor tujuh. Mari kita coba.