Pertandingan uji coba antara tim sepakbola Porprov Bojonegoro melawan Tuban, Kamis (11/4/2019) sempat diwarnai kericuhan. Para pemain maupun official dari kedua tim sempat terlibat baku hantam.
Agaknya penting untuk kembali mengingat bahwa menjunjung tinggi sportivitas di sebuah kompetisi adalah harga mati. Semangat berkompetisi harus dibarengi dengan sikap sportif dalam diri.
Kericuhan yang terjadi saat tim sepakbola Porprov Bojonegoro bersua dengan Tuban harusnya bisa dicegah dan dihindari. Laga yang harusnya bisa dimanfaatkan oleh kedua tim untuk mengukur kemampuan pemain, justru berjalan dengan penuh amarah.
Laga yang digelar di stadion Letjen H. Sudirman tersebut memang berlangsung sangat panas sejak awal. Tackling dan pelanggaran keras kerap terjadi. Wasit yang memimpin pertandingan pun harus terus mengingatkan pemain dari kedua tim untuk tampil lebih tenang.
Puncaknya terjadi pada menit ke-40 babak pertama. Ketika terjadi pelanggaran yang melibatkan dua pemain. Awalnya, pemain dari Bojonegoro, Firmansyah Putra menggiring bola lalu ditackle dari belakang oleh pemain Tuban.
Putra yang kena tackle reflek melindungi tubuh dengan mendorong tangan ke belakang. Tanpa sengaja, gerakan tangan Putra mengenai tubuh pemain Tuban bernama Agus Rianto. Agus tidak terima dan terjadilah keributan antar dua pemain tersebut.
Wasit kemudian memberikan sanksi kartu merah kepada kedua pemain tersebut. Tetapi, pemain Tuban tidak terima dengan sanksi itu. Alhasil, wasit yang memimpin laga justru jadi sasaran amarah pemain Tuban yang dikartu merah. Official dari kedua tim juga terlibat dalam perselisihan ini.
Kericuhan juga terjadi usai laga berakhir. Pemain Tuban yang dikartu merah, melempar botol ke arah wasit yang memimpin pertandingan. Kondisi itu memancing amarah tim Bojonegoro selaku tuan rumah.
Keributan pun kembali pecah usai laga. Tak hanya pemainnya saja, namun juga official kedua tim yang terlibat baku hantam. Setelah dilerai sampai benar-benar kondusif, kedua tim meninggalkan stadion Letjen H. Sudirman.
Asisten pelatih tim Porprov Bojonegoro, Andik Cahyo Pratomo menyayangkan kejadian ini. Menurutnya, kericuhan seperti ini tak perlu terjadi.
“Menurut saya tidak perlu terjadi kericuhan kemarin itu, mengingat ini hanya pertandingan uji coba. Hanya saja pemain dan official yang kurang dewasa dalam menyikapinya, sehingga terjadi kericuhan,” ungkap pria kelahiran 1990 tersebut.
Andik yang juga sibuk menenangkan para pemain merasa tensi yang sangat tinggi bakal berdampak buruk bagi mental para pemain ke depan. Oleh karena itu, alumni Universitas Negeri Surabaya tersebut tidak ingin hal ini terulang lagi.
Di sisi lain, kubu tim Porprov Tuban juga memberikan suara. Satu di antara pemain Porprov Tuban, Agatha Fadilah merasa kecewa dengan kericuhan yang terjadi kemarin. Tensi tinggi dan permainan keras membuat pertandingan berjalan dengan penuh emosional.
“Tensi pertandingan terlalu tinggi. Pemain terlalu over dalam mengambil bola, sehingga menimbulkan banyak gesekan,” kata Agatha.
Kedewasaan dalam menyikapi sesuatu itu memang diperlukan oleh para pesepakbola. Hal seperti itu harusnya sudah diajarkan sejak dini oleh para pelatih atau official. Sayangnya, justru official yang kerap memicu perselisihan di atas lapangan.
Tim Porprov yang berisikan pemain di bawah 21 tahun memang masih labil emosinya untuk ukuran pesepakbola. Ini jadi tugas pelatih dan official tim untuk bisa mengontrol emosi pemain. Sehingga kericuhan di lapangan bisa dihindari. Bukan malah jadi sumber kericuhan itu sendiri.
Kejadian ini harus bisa diambil hikmahnya. Jangan sampai terulang lagi kericuhan di atas lapangan hijau karena emosi yang tak bisa dikontrol dan meledak-ledak. Peran dari pelatih dan official tim harus sangat menonjol dalam membentuk karakter dan mental pemain muda.
Saat pemain bertikai, official dan pelatih harusnya mampu mendinginkan. Bukan sebaliknya, official dan pelatih justru memicu pertikaian lebih parah.