Mendengar musik memang sudah semudah membalik telapak tangan. Mengoleksi kaset pita mampu mengingatkan bahwa pernah ada masa, mendengar musik butuh effort.
Sebelum era digital, dunia musik Indonesia besar lewat penjualan rilisan fisik seperti kaset pita. Kini, rilisan fisik sudah jarang ditemui dan menjadi barang langka. Hal itu memicu beberapa orang tergerak menjadi kolektor rilisan fisik. Baik musik Indonesia maupun manca negara.
Fauzi merupakan salah satu kolektor rilisan fisik tersebut. Dia hobi mengoleksi kaset pita. Tak hanya itu saja, dia juga mengoleksi compact disc (CD) dan piringan hitam.
Jumlah koleksinya sudah mencapai ribuan. Untuk kaset pita saja misalnya, jumlahnya sudah lebih dari seribu. Jumlah CD mencapai sekitar 500-an dan vinyl ada sekitar 50-an keping.
Pemilik distro Nollie Merch itu mengumpulkan kaset koleksinya sudah cukup lama. Pada 1999, dia sudah berjualan kaset pita. Saat itu dia baru duduk di bangku SMP. Saat sekolah, bahkan dia membawa kaset pita di tasnya untuk dia jual.
Kala itu, dia sering menggelar lapaknya di depan Kantor Pos Bojonegoro. Tanpa sadar, jumlah kaset yang dimilikinya semakin banyak. Dia pun mulai tergerak untuk menjadi kolektor kaset pita.
Fauzi kemudian mulai berburu kaset untuk dikoleksi pada 2010. Tak hanya kaset pita, namun CD dan Vinyl juga. Pada awalnya, dia berburu rilisan fisik dari band-band metal kesukaannya. Tapi tidak membatasi mencari rilisan fisik band-band aliran lainnya. Itu alasan koleksi dia sejak dulu bermacam-macam.
“Memang saya lebih interest pada genre metal. Tapi yang lain juga banyak.” ujarnya.
Selain mengkoleksi, dia juga berjualan secara online atau melalui circle pergaulan di komunitas-komunitas Underground. Biasanya, dia membeli rilisan fisik langsung dari label records yang resmi bagi band Indonesia. Jika band dari luar Indonesia, dia tetap membeli namun secara impor.
“Kalau beli lebih dari dua. Satu untuk disimpan dan segelnya masih melekat. Satunya lagi utuk diputar sendiri. Kalau segel masih baru kan harga jualnya tinggi” katanya.
Koleksi yang paling dia sukai adalah album kaset pertama dari band Burgerkill bertajuk Dua Sisi dari Riotic Records dan juga kaset band Forgotten dari album Tuhan Telah Mati. Menurutnya, dua kaset itu sudah tergolong kategori langka untuk band metal Indonesia.
Untuk kaset lainnya, rilisan dari album Slayer – Repentles adalah yang paling menarik. Kaset itu hanya ada 500 pieces di dunia, dan salah satu yang memilikinya adalah Fauzi. Baginya, tentu sangat membanggakan.
Dilihat dari segi bisnis, mengkoleksi kaset-kaset original dari berbagai label musik cukup menguntungkan. Sebab, di era digital yang semua serba mudah diunduh, rilisan fisik cukup susah dicari. Tentu ini menjadi daya tarik lebih bagi penjualan pada para kolektor.
“Rilisan kaset pita ini memang paling mahal kalau dibanding dengan harga CD dan Vinyl. Harga kaset pita bisa mencapai Rp 500 ribu satu buahnya. Belum lagi yang super langka dan terbatas di dunia, harganya bisa lebih tinggi,”
Di Bojonegoro sendiri, Fauzi masih belum banyak menemukan teman sehobi untuk mengoleksi kaset pita. Selama ini, dia bertukar informasi dengan teman-teman dari luar kota terkait dengan hobi koleksinya itu. Salah satunya Daniel Deadsquad dan personil Extreme Decay di Malang.
Fauzi berharap agar semakin banyak orang yang gemar mengoleksi kaset pita maupun piringan hitam, terutama di Bojonegoro. Sehingga, budaya rilisan fisik di Indonesia terus terjaga.
“Ada beberapa nama yang pernah aku dengar tapi belum pernah bertemu. Saya yakin antusias teman-teman di Bojonegoro juga tinggi terkait rilisan fisik,” tutupnya.