Disadari atau tidak, diakui atau tidak, banyak dari kita yang bersekolah hingga level tertinggi, sekadar untuk mempertajam insting berkompetisi, tanpa sedikitpun mengenal apa itu dedikasi.
Pada 2009, Gunung Yuquan di Taiyuan Provinsi Shanxi, China, menjadi gundukan tanah kering. Gersang, tandus dan penuh bebatuan. Gunung itu rusak oleh penambangan skala besar.
Zhang Junping, warga yang mantan pengusaha, merelakan uang sebesar 600 juta yuan atau Rp 1,3 triliun rupiah. Bertekad mengubah lahan tandus itu menjadi pegunungan hijau.
Dengan berbagai upaya — tekad dan biaya — Zhang mengajak warga sekitar untuk bekerja demi memulihkan pegunungan tersebut seperti sedia kala.
Bertahun-tahun bekerja keras, 4 juta pohon berhasil ditanam untuk menutup 8 juta meter persegi lahan di gunung tersebut. Pada 2018 (9 tahun upayanya), Zhang telah menghijaukan 100 lereng pegunungan.
Tinggal 70-80 lereng lagi yang akan dihijaukan dalam waktu 5 hingga 6 tahun ke depan.
Tentu saja, banyak yang tak setuju dengan keputusannya. Banyak yang meragukannya. Tapi, dia kekeuh. Zhang berkeyakinan, jika dia tak bisa menyelesaikan misinya, anak atau cucu-cucunya pasti bisa melanjutkannya.
Meski proyek pemulihan gunung ini belum menghasilkan keuntungan materi apapun, bahkan belum bisa menutup modal yang dikeluarkan, Zhang mengaku tak menyesal dan justru puas dengan apa yang dia lakukan.
Zhang menunjukkan mentalitas pahlawan dan keikhlasan untuk terjun merawat gunung. Meski, tentu saja, Gunung Yuquan yang telah dipulihkan, diharap menghasilkan keuntungan berupa materi maupun non materi. Terutama bagi anak-cucu dan generasi setelahnya.
Kisah yang dimuat cgtn.com dengan judul waste mines turned into green mountains in northern China ini, merupakan gambaran dan implementasi dari apa itu dedikasi. Apa itu keberanian berkorban.
Dedikasi, kau tahu, sudah mulai tak dihiraukan di era digital yang penuh kompetisi demi kompetisi ini. Tak mau berkompetisi adalah perkara buruk. Tapi tak mengenal dedikasi, lebih buruk dari pada itu.
Dedikasi, Nabsky, sesuai KBBI, berarti
sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan sebuah usaha yang mempunyai tujuan mulia. Karena itu, tak sembarang orang punya dedikasi, tentu saja.
Dedikasi, berakar dari bahasa Latin: dedicatio yang artinya menyatakan, mengumumkan. Dedikasi merupakan pelaksanaan cita-cita luhur yang, sialnya, tak hanya butuh keyakinan teguh untuk menjalaninya. Tapi juga keberanian untuk menyatakan dengan berbagai bahasa.
Setiap manusia, tentu punya bakat memiliki dedikasi. Terlepas tinggi-rendahnya kualitas dedikasi tersebut. Dedikasi, merupakan makhluk hidup dalam tubuh manusia. Meski, banyak yang justru mati tanpa pernah sekalipun disadari.
Banyak perkara yang memicu matinya dedikasi. Sistem pendidikan sekolah, misalnya, sedikit-banyak sangat bertanggung jawab atas perkara ini. Kita tahu, sistem kurikulum sekolah hanya mengajarkan kompetisi demi kompetisi.
Adanya zonasi sekolah, label sekolah unggulan, hingga betapa bingungnya orang tua siswa memilihkan sekolah bagi anaknya, adalah anak kandung dari bedebahnya kompetisi-kompetisi yang diajarkan sistem pendidikan itu sendiri.
Kalau ada yang perlu dikutuk dari sistem pendidikan sekolah, ia hanya mengajarkan kompetisi. Tapi jarang mengenalkan dedikasi. Padahal, dedikasi lebih penting dari sekadar kompetisi.
Disadari atau tidak, diakui atau tidak, banyak dari kita yang bersekolah hingga level tertinggi, sekadar untuk mempertajam insting berkompetisi, tanpa sedikitpun mengenal apa itu dedikasi.
Padahal, tanpa mengenal dedikasi, manusia hanya akan menjadi robot yang rajin berkompetisi. Tapi tak pernah memahami, kepada apa dia harus mendedikasikan diri.
Dedikasi teramat tebal pertandanya di dunia kerja. Ia menunjukkan sikap dan kinerja seseorang, terhadap pekerjaan dan perusahaan tempat dia bekerja. Ia menggambarkan sikap dan pengorbanan seseorang terhadap sesuatu yang menjadi pekerjaan atau profesinya.
Seseorang yang memiliki dedikasi, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dalam bekerja. Seberat apapun tanggung jawab pekerjaan tersebut, mereka tetap bersikap menyenangkan.
Sebab, dengan bersikap menyenangkan, mereka yakin mampu membangun suasana kerja yang nyaman. Dan suasana kerja yang nyaman, merupakan kemewahan yang harganya setimpal dengan gaji besar.
Seseorang yang memiliki dedikasi, punya komitmen tinggi. Mereka cenderung tak pernah menyepelekan pekerjaan. Alih-alih memicu perkara dengan menunda-nunda pekerjaannya.
Dedikasi bukanlah wajah. Ia laku yang mampu dirasakan. Bagi sebagian orang, dedikasi tak dilihat dari formalitas raut muka. Tapi dirasakan kehadirannya, dari gerak tubuh hingga nada terkecil yang keluar dari tubuhnya.
Beruntunglah jika kau masih merawat dan memelihara dedikasi. Sebab, ia makhluk hidup yang rentan dan seringkali mati. Sialnya, tanpa disadari.