Secara sederhana, LG Cup adalah kompetisi yang mempertemukan juara-juara liga di Asia Tenggara. Meski begitu, klub Asean pada saat itu juga tetap berlaga di AFC Champions League.
Tak hanya di Eropa, benua-benua lain pun memiliki “Liga Champions” masing-masing. Seperti di Benua Asia dengan AFC Champions League, atau Benua Amerika Selatan dengan Copa Libertadores.
Asean pun tak ingin ketinggalan untuk menciptakan Liga Champions mereka sendiri. Pada 2003 silam, klub-klub juara di Asean berkumpul untuk berlaga di ajang LG Cup.
Secara sederhana, LG Cup adalah kompetisi yang mempertemukan juara-juara liga di Asia Tenggara. Meski begitu, klub Asean pada saat itu juga tetap berlaga di AFC Champions League.
Baca juga: Menengok Kiprah Klub Indonesia di Liga Champions Asia
Edisi pertama dari LG Cup dimulai di Jakarta dan Gresik pada 13 Juli 2003. Kompetisi ini diikuti oleh 11 tim dari 10 negara berbeda. Indonesia sebagai tuan rumah mendapatkan keistimewaan dengan mengirimkan dua wakilnya. Mereka adalah Petrokimia Putra yang merupakan juara Ligina 2002. Serta Persita Tanggerang yang merupakan runner up dari Petrokomia.
Sementara 10 tim lain adalah BEC Tero Sasana (Thailand), Hoang Ang Gia Lai (Vietnam), Singapore Armed Force (Singapura), DPMM (Brunei Darussalam), Perak (Malaysia), Finance & Revenue (Myanmar) Samart United (Kamboja), MTCPC (Laos), Phillipine Army (Fillipina) dan East Bengal (India).
Sebagai catatan, East Bengal ikut kompetisi ini sebagai klub undangan. Sementara Finance & Revenue Myanmar untuk memutuskan mundur dari kompetisi.
Kompetisi menggunakan sistem round robin. Ke-11 klub dibagi ke dalam 4 grup. Masing-masing grup ada yang berisikan 3 dan 2 tim. Juara grup dan runner up berhak lolos ke perempat final.
Setelah melalui babak grup dan perempat final, empat tim akhirnya lolos ke babak empat besar. Mereka adalah BEC Tero Sasana Thailand, East Bengal, Petrokimia Putra Gresik dan Perak. Satu wakil Indonesia, Persita Tanggerang langkahnya terhenti di babak perempat final usai kalah dari BEC Tero Sasana.
Pada babak semifinal, East Bengal dipertemukan dengan Petrokimia, sedangkan BEC Tero berhadapan dengan Perak.
Laga semifinal pertama antara East Bengal melawan Petrokimia Gresik berjalan dengan cukup ketat. Petrokimia Putra unggul terlebih dulu lewat gol dari penyerang mungil Jawa Timur, Jaenal Ichwan di babak pertama. Keunggulan Petrokimia Putra bertahan hingga turun minum.
Di babak kedua, East Bengal yang lebih dominan dalam hal permainan akhirnya mampu menyamakan kedudukan di menit ke-58 melalui gol dari pesepakbola legendaris India, Baicung Bhuttia. Skor 1-1 bertahan hingga waktu normal.
Pertandingan pun dilanjutkan ke babak extra time. Hingga 2×15 menit extra time, skor tetap tak berubah. Untuk menentukan pemenang, pertandingan dilanjutkan ke babak adu penalti.
Baca juga: Liga Champions Eropa Dilanjutkan pada Bulan Agustus dengan Format Baru
Babak penalti pun berjalan ketat, baik East Bengal maupun Petrokimia saling balas gol. Pada akhirnya, East Bengal mampu unggul di babak adu penalti ini dengan skor 7-6. East Bengal melaju ke final, sedangkan Petrokimia langkahnya terhenti di empat besar.
Di pertandingan lainnya, BEC Tero Sasana tak menemui kesulitan berarti ketika berhadapan dengan Perak. Jawara Thai League itu mengalahkan Perak dengan skor 3-1. BEC Tero pun berhak melawan East Bengal di final.
Pertandingan final dilaksanakan pada 26 Juli 2003 di Stadion GBK Jakarta. Sebelum pertandingan final, diadakan perebutan juara ketiga antara Petrokimia dan Perak. Pertandingan itu dimenangkan dengan mudah oleh Petrokimia dengan skor 3-0.
Usai perebutan juara ketiga, final pun dimulai. East Bengal dan BEC Tero akan bersaing untuk memperebutkan gelar juara LG Cup edisi pertama.
Pertandingan memang berjalan dengan ketat. Namun East Bengal ternyata lebih superior dibandingkan dengan BEC Tero. Juara Liga India tersebut menundukkan BEC Tero dengan skor 3-1. Baicung Bhuttia kembali jadi aktor utama dari keberhasilan East Bengal di final.
East Bengal pun ditasbihkan sebagai juara edisi pertama dari LG Cup atau Liga Champions-nya klub-klub Asean. Klub yang notabene adalah undangan dan bukan dari kawasan Asia Tenggara justru berhasil jadi juara.
Usai LG Cup 2003, kompetisi serupa diadakan pada 2005. Ada 8 tim yang ikut serta. Namun, pada edisi kedua itu, tak ada wakil Indonesia. Tampines Rovers jadi yang terbaik di LG Cup 2005.
Setelah perhelatan LG Cup 2005, tidak ada lagi kompetisi serupa karena alasan sponsor dan finansial. Niat besar untuk membuat kompetisi bagi jawara-jawara di Asean pun terhenti di tengah jalan.
Sempat ada wacaran untuk menghidupkan lagi kompetisi antar klub Asean yang diinisiasi oleh AFF. Namun sampai saat ini, belum ada tindak lanjut dan kepastian.
Pada akhirnya, LG Cup akan dikenang sebagai kompetisi yang pernah mempertemukan jawara-jawara liga sepakbola di Asia Tenggara. Kompetisi yang kini jadi catatan sejarah saja.