Membangun momentum bareng si dia memang bukan perkara mudah. Sebab kadang, chat-chat WA yang kau kirim hanya berakhir menjadi piktogram dan artefak kuno.
Buat kamu yang lagi masa-masa PDKT, paling susah memang mengawali komunikasih. Terlebih, jika si doi tergolong makhluk hidup yang pendiam. Diam-diam dia ketiduran. Huft.
Itu masih belum apa-apa sih, Nabs. Yang apa-apa, selain pendiam, sejak awal dia juga agak kurang tertarik sama kamu. Nah, kalau sudah begitu, proses PDKT bakal butuh struggle berlebih. Apalagi, proses PDKT-nya lewat chat.
Wah, bakal terjadi tuh yang namanya wawancara jurnalis x narasumber. Gimana enggak, si dia cuma ngasih informasi tanpa mau bertanya balik keadaanmu. Tak jarang, chat si dia terkesan mematikan percakapan.
Kamu udah ngetik berlarik-larik puisi yang nulisnya aja menghabiskan banyak lamunan, misalnya. Dan si dia cuma balas “hehe” atau “oh” atau “iya” saja. Bukankah itu bikin hati rasanya kayak-diseruduk-banteng-Spanyol?
Atau kamu udah memikirkan banyak sekali skenario cechatingan dan si dia nggak antusias sama pertanyaan-pertanyaan kamu. Alih-alih bertanya balik, dia cuma balas dengan 3 karakter saja. Bukankah itu bikin hati rasanya kayak dicepetke lawang?
Nabsky yang budiman, menurut buku yang (tidak) pernah saya baca, ada dua jenis ketertarikan. Pertama, ketertarikan yang ujug-ujug sudah ada sejak pertama kali ketemu. Kedua, ketertarikan yang dibentuk dari upaya tak kenal lelah. Sialnya, kedua kriteria tersebut, butuh pendekatan berbeda.
Untuk jenis ketertarikan pertama, kamu nggak perlu repot-repot bikin puisi atau memikirkan banyak skenario cechatingan, cukup kasih dia perhatian berbeda, niscaya dia bakal mempersilakan diri untuk digali lebih dalam.
Ketertarikan jenis pertama, bisa terbentuk karena sebelumnya sudah ada atensi dari si dia. Sehingga, model pendekatannya pun sangat mudah untuk di-follow up. Terlebih, jika kamu punya modal yang determinan.
Modal determinan tuh contohnya kayak modal pengaruh, modal kapital, modal tampang, atau bahkan modal karya yang mampu bikin si dia terkesan. Jika punya salah satu modal tersebut, ketertarikan jenis pertama tentu bisa didapat.
Sedangkan jenis ketertarikan kedua, memang agak susah. Sebab, sebelumnya belum ada atensi apapun dari si dia. Sehingga, untuk membentuk atensi itu, kamu harus berupaya. Berupaya menunjukkan apa yang ada di kamu dan tidak ada di orang lain selain kamu.
Dengan melihat susahnya kamu membangun komunikasih, tentu bisa dipastikan bahwa kamu menghadapi jenis pendekatan dengan kriteria kedua, yakni ketertarikan yang harus dibentuk dan diupayakan.
Itu artinya, tidak ada alasan lain selain melakukan perjuangan lebih. Misalnya, tidak menyerah ketika chat hanya dibalas dengan balasan “iya”, “he’em”, atau “oke”. Buat kamu yang textrovert, membaca balasan macam itu kerap membikin tubuh terasa lumpuh.
Balasan-balasan pendek yang berbasis menyepelekan, kita tahu, memang kerap membikin hati seperti dicubit setan. Yang nyubit nggak kelihatan, tapi rasa sakitnya benar-benar terasa. Nah, jika nggak siap mental, yang kayak gitu bisa bikin kamu nggeblak. Hehe
Selain tidak mudah menyerah, kamu juga harus lebih kreatif membangun momentum. Misalnya, lebih berani menelpon atau lebih berani ngajak ketemuan. Siapa tahu, dengan bertemu, kekagumannya pada dirimu bisa terbangun. Setidaknya, kekaguman akan keberanianmu ngajak ketemu.
Tapi Nabsky, kamu juga harus sadar bahwa jodoh sudah ada yang mengatur. Jika memang si dia nggak suka sama kamu, jangan dipaksa. Jangan sampai kamu menghabiskan banyak waktu untuk perkara sia-sia.
Meski sebenarnya nggak ada yang sia-sia di muka bumi ini, setidaknya, memburu satu kebahagiaan yang sulit didapat — di tengah banyak opsi bahagia lain — adalah proses merugikan diri sendiri.
Jadi, selain berani mengawali untuk memulai nge-chat si dia. Kamu juga harus berani mencari si dia – si dia yang lain, ketika si dia yang kau dekati minim respon positif.