Sungai Bengawan Solo terkenal sebagai sungai terpanjang di Pulau Jawa. Saat musim hujan, sungai ini identik dengan airnya yang tumpah-tumpah. Namun, di awal musim hujan seperti saat ini, ada satu momen unik yang ada di Sungai Bengawan Solo. Di Bojonegoro, momen ini disebut dengan istilah munggut atau pladu.
Munggut atau pladu adalah waktu ketika ikan-ikan Sungai Bengawan Solo mabuk dan muncul di permukaan. Mabuknya ikan disebabkan meningkatnya debit air sungai Bengawan Solo secara mendadak karena hujan. Arus sungai tiba-tiba deras menggeser peradaban ikan-ikan di dalam air. Ikan pun banyak yang mabuk. Di situ, masyarakat bisa dengan mudah menangkap ikan untuk dikonsumsi.
Di Bojonegoro sendiri, ada dua istilah untuk mengatakan momen tersebut. Istilah munggut dikatakan di wilayah Bojonegoro bagian timur. Sedangkan pladu, menjadi istilah yang biasa dikatakan masyarakat di wilayah Bojonegoro bagian barat. Baik munggut ataupun pladu, pasti direspon suka cita masyarakat pinggir bengawan. Bahkan, untuk kawasan barat Bojonegoro seperti Padangan misalnya, pladu ibarat Hari Raya Idul Adha.
Momen munggut memang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya. Biasanya, munggut ditandai dengan volume air yang meningkat bersamaan dengan hanyut-nya tanaman eceng gondok, warna air lebih buthek kecoklatan dan berbuih di permukaannya. Memang tidaklah sering hal ini terjadi. Munggut biasanya terjadi hanya kurang dari 1 hari di 1 daerah saja.
“Munggut itu ya ikan mabok karena air keruh. Biasanya gak lebih dari 6 jam.” kata Yusuf Andri, pencari ikan di sekitar Bendungan Gerak.
Di bagian barat wilayah Kota Bojonegoro, masyarakat menyebut munggut dengan istilah pladu. Saat munggut atau pladu, masyarakat bisa mendapatkan ikan wader, bader, tawas dan rengkik. Itu jenis-jenis ikan endemik dari Sungai Bengawan Solo. Tidak hanya ikan saja, udang sungai pun bisa didapatkan saat munggut.
Ketika munggut, warga sekitar aliran Sungai Bengawan Solo berbondong-bondong berburu ikan. Alat yang digunakan biasanya adalah jala, seser, atau pecuk. Saat Nggawan (sebutan Bengawan oleh warga Bojonegoro) dalam keadaan munggut, warga tidak menggunakan pancing. Itu karena ikan dapat dilihat dari permukaan.
“Jadi cukup diseser pakai jala.” tukas Didik, warga Balen yang sempat mendapat banyak ikan saat munggut.
Beberapa tahun terakhir ini, munggut tidak hanya terjadi sekali saat awal musim hujan. Bojonegoro sering dilanda musim kemarau yang agak panjang. Ketika pancaroba, intensitas hujan yang turun juga tidak setiap hari. Ketika hujan turun deras di Sragen, Ngawi atau Blora, otomatis debit air sungai purba ini masuk ke wilayah Bojonegoro dengan intensitas meningkat. Jika begitu, kemungkinan di Bojonegoro akan munggut.
“Kalau sekarang bisa terjadi sampai 6 kali munggut biasanya.” pungkas Yusuf Andri yang tinggal di Desa Padang, Kecamatan Trucuk.
Munggut atau pladu merupakan tradisi berbasis fenomena alam yang hanya bisa ditemui di Sungai Bengawan Solo. Jika ingin menikmati fenomena unik ini, jangan ragu ya Nabs untuk datang ke Bojonegoro.