“… Hingga penjajah yang sudah putus asa itu mengarang drama kolosal tentang pertikaian Arya Penangsang dan Joko Tingkir. Dan sialnya, dongeng itu mampu merobek perut Naga Raksasa hingga melumpuhkan denyut nadinya”.
Naga Raksasa bukan sekadar logo tim sepakbola. Tapi simbol kejayaan dari masa ke masa. Tentang digdayanya Naga Raksasa ini, Jenghis Khan sang penakluk dunia pernah terseok-seok dan menangis di hadapannya. Lalu cucunya, Kubilai Khan beserta 20 ribu pasukannya, pernah ditelan mentah tanpa dikunyah. Penjajah Portugis hanya bisa diam dan meringis, saat nama sang Naga diucap di hadapannya.
Naga Raksasa ini digdaya karena diapit tembok yang membentang di bagian kanan dan kirinya. Pagar alam berupa gugusan Kapur Utara yang melintas dari Pati hingga Rengel Tuban, dan gugusan Kapur Selatan membentang dari Grobogan hingga Puncak Gunung Pandan. Siapapun yang berani memasukinya, harus punya nyali lebih untuk bertaruh nyawa.
Seperti umumnya makhluk hidup, Sang Naga memiliki jantung pusat nadi berupa “Air Kehidupan”, “Angin Kamulyan”, dan “Pohon Sejati” yang dimuliakan Para Raja dari era ke era. Dicatat Rakawi dari zaman ke zaman. Ditulis para Pujangga dari masa ke masa. Dan diperebutkan para bandit di tiap musim koloni penjajahan.
Tak semua orang bisa memasuki wilayah jantung Sang Naga. Ada tiga entitas gerbang yang melindunginya. Itulah “Green Land”, tempat Gold D. Roger menyimpan harta karun. Hanya orang pilihan yang ditakdir melintasinya. Butuh keberanian hati, ketajaman naluri, dan kepekaan membaca gejolak badai alami.
Gerbang pertama dimulai dari Jipangulu (Bojonegoro) dan Sentono (Blora). Dua titik keramat, simbol kesialan bagi para penjajah. Di sana terdapat jebakan alam berupa “Kelokan Berbahaya” yang memaksa Jack Sparrow harus merapal doa lebih kencang dari biasanya. Di sanalah kelokan tajam yang menenggelamkan Black Pearl, Flying Dutchman, dan Silent Marry secara beruntun tanpa ampun.
Gerbang kedua ada di titik Maribong (Bojonegoro) dan Ngloram (Blora). Inilah pintu keramat “Medang Kamulan”. Di sinilah, tempat di mana Aji Wura-wari mengendalikan semesta Pralaya. Inilah tanah yang dikagumi Raja Erlangga, dan sangat dimuliakan Raja Jayabhaya. Di tempat ini pula, Wishnuwardhana menulis puisi abadi untuk para leluhurnya.
Gerbang ketiga terdapat di Tebon (Bojonegoro) dan Jipang (Blora). Di sinilah keramat Gunung Jali. Tempat di mana Mbah Jumadil Kubro menancapkan “Jimat” untuk membangun pondasi “Kebon Agung”. Di tempat ini pula, Sunan Ngudung menghimpun para Delegasi Cahaya untuk menyebar “Turi-Turi Putih” ke segala penjuru arah mata.
Setelah melintasi tiga gerbang berbahaya itu, para pelintas perahu yang beruntung, baru bisa menatap “Dar Al Nur”, muara bagi nyala aurora. Tempat di mana kobaran cahaya menyilaukan sekujur mata. Di sanalah Kedung Pakuncen, tempat “kunci kotak harta karun” itu berada.
Sebuah kunci rahasia yang mampu membuka peta konfigurasi “Air Kehidupan” dan “Angin Kamulyan” berupa jaringan telur naga yang tersimpan di Lapangan Cendana, Kedinding Petroleumb, Sumber Menden, hingga Gianti; kemudian melintasi savana Banyu Urip, Jambaran Tiung Biru, Kedung Keris, hingga Lapangan Sukowati.
Di sanalah, rahasia harta karun Pulau Jawa itu disimpan. Tak ada satupun penjarah yang mampu mengambilnya secara paksa. Dari Jenghis Khan hingga Pieterszoon Coen selalu gagal mendekatinya. Di tiap zaman, para penjajah selalu ingin mengambilnya, tapi di tiap zaman pula, hanya kegagalan yang mereka dapati.
Hingga suatu hari, gerombolan penjajah yang putus asa itu mengajak generasi pengkhianat bangsa untuk mengarang drama kolosal pertikaian Arya Penangsang dan Joko Tingkir. Sialnya, dongeng itu malah dipercaya banyak orang, hingga mampu merobek perut Naga Raksasa dan melumpuhkan denyut nadinya.
Bagaimana bisa, kejayaan klasik sejak Jayabhaya, Wura-wari, Erlangga, Wisnuwardhana, hingga Hayam Wuruk, bisa diputus dongeng buatan Belanda? Bagaimana bisa, kisah Arya Penangsang dan Joko Tingkir yang hidup pada 1500 M, ditentukan dongeng yang baru dibuat kroni Belanda pada 1722 M??
Seorang pujangga bertanya, “Kok bisa kejayaan selama berabad-abad runtuh dimusnahkan dongeng picisan?”. Rakawi di sebelahnya menjawab: “Begitupun sebaliknya, cerita pula yang kelak akan memunculkan dan mengembalikan kejayaan Sang Naga Raksasa”.
Bojonegoro, 3 Februari 2024