Mari buang jauh jauh pikiran ingin hidup kembali seperti sebelum pandemi. Cara hidup umat manusia model lama jelas membahayakan eksistensi dirinya dan lingkungannya.
Saya percaya covid-19 ini adalah buah ketidak seimbangan alam semesta. Matinya beberapa mikroba dan munculnya varian virus baru, merupakan respon atas bumi yang sejak tahun 1950-an konsisten semakin panas.
Co2 yang terus digelontorkan manusia ke alam ini membuat ada makhluk lain yang terdesak, punah, tapi ada juga yang bertahan, beradaptasi dan bermutasi menjadi varian baru. Manusia belum familier dengan varian baru tersebut, banyak yang roboh.
Sejak revolusi industri berlangsung, manusia telah mengambil jatah 1,7 kali lebih besar dibanding dengan sumberdaya yang disediakan bumi. Akibatnya, kemampuan bumi mengelola limbah manusia berkurang, suhu naik, keseimbangan baru sedang terbentuk. Covid-19 berhasil memaksa manusia menghijaukan langitnya. Tercatat rekord langit terbiru terjadi di India sejak 40 tahun terakhir.
New Normal
Mari buang jauh jauh pikiran ingin hidup kembali seperti sebelum pandemi. Cara hidup umat manusia model lama jelas membahayakan eksistensi dirinya dan lingkungannya. Cara hidup eksploitatif, mengabaikan keseimbangan alam dan sosial harus diganti dengan cara cara harmonis, dengan kolaboratif.
Manusia tidak hanya harus saling berempati dengan sesamanya, tapi juga makhluk lain di bumi, hutan, lautan, dan udara. Sepatutnya manusia menyadari bahwa bumi hutan lautan tidak membutuhkan manusia tetapi manusialah yang membutuhkan mereka.
Mental model memproduksi keuntungan diri sendiri harus diubah dengan kesadaran dan aksi pembatasan sekaligus perbaikan. Aktivitas produksi dan konsumi manusia harus diberi lampu kuning dan merah, sehingga tahu kapan harus ngerem dan berhenti.
Ajakan para politisi untuk merestart ekonomi dengan memasuki new normal sebaiknya bukan hanya usaha mengeluarkan rakyat dari belenggu pembatasan sosial yang ketat. New normal bukan hanya aktifitas ekonomi dan sosial dengan protocol kesehatan yang ketat, sementara mental eksploitatif tetap membara.
Jangan sampai upaya eksploitatif atas sumber daya alam masih terus berlanjut dengan digantikan mesin atau robot. Jangan sampai manusia tidak lagi peka akan apa yang dikonsumi dan limbah racun atau plastik buah dari aktivitasnya yang membenani dunia, merusak keseimbangan terus berlangsung.
Inilah momentum yang tepat membangun kembali kualitas hubungan vertikal dan horizontal. Kualitas hubungan manusia dengan alam, dengan sesama manusia dan dengan Tuhannya. Sebuah kualitas hubungan yang bertumpu pada keseimbangan dan harmoni.
Tengok kembali narasi berbagai keyakinan keagamaan. Dalam tradisi muslim dikenal dengan hablum minallah, hablum minal alam dan hablum minannas untuk wujudkan rahmatan lil’alamin,
Trihita Karana dalam tradisi Bali, mewayu rahayuning buwono dalam budaya Jawa, dan hadirnya kerajaan Tuhan yang penuh kasih sayang bagi umat Kristiani. Narasi ini sungguh tepat menjadi pemantik kesadaran diri dan sosial kita sebagai umat manusia.
Ayo kita wujudkan new normal untuk mengembalikan keseimbangan dan harmoni. Better business better life, better world in action. Inilah bentuk nyata pertaubatan umat manusia!
Ditulis oleh Dr. Suyoto M.Si,
Faculty member United in Diversity Jakarta
Bupati Bojonegoro 2008-2018