Nabs, kamu pasti sudah sering banget dengar kisah urban legend di Indonesia. Mengingat negara ini seringkali mempublikasikan urban legend lewat film maupun series. Namun, bagaimana dengan urban legend Bojonegoro?
Mitos-mitos di Kota Bojonegoro memang masih jarang terdengar secara masif. Namun, tahukah kamu kalau ternyata Bojonegoro menyimpan segudang urban legend. Salah satu cerita mitos ini, tentang keberadaan monster di sungai Bengawan Solo.
Bojonegoro adalah salah satu kabupaten yang daerahnya banyak dilintasi aliran sungai. Bahkan, jika dilewati dengan perahu karet yang di dayung manual, bisa sampai 5 hari untuk melintasinya.
Bengawan Solo memang sangat pantas untuk menjadi perhatian dunia, bukan hanya karena luas dari sungai ini saja, tapi juga keindahan dari sungai Bengawan Solo. Sungai ini satu dari sekian banyak sungai purbakala yang sudah ada sejak jutaan tahun lalu.
Perlu diketahui jika sungai Bengawan Solo memang sudah setua itu dan kamu pasti juga tahu apa yang biasanya melekat bagi tempat-tempat yang tua seperti itu.
Sungai ini melekat dengan berbagai kisah mistis yang terjadi di sekitaran sungai. Terlebih, hampir setiap tahun ada orang korban tenggelam dari ganasnya sungai.
Secara logika, itu mungkin bisa terjadi karena limpahan air bah dari hulu sungai. Namun, masyarakat setempat mempercayai jika itu bukan bencana alam, melainkan adanya “faktor lain”.
Salah satu folklore sungai Bengawan Solo yang sangat melegenda adalah kisah tentang Onggo Inggi — semacam monster jahat yang tinggal di perairan sungai. Secara kasat, wujudnya berupa kepala tanpa badan, berambut sangat panjang, lalu berkelana di dalam air.
Onggo Inggi sering memakan korban orang yang sedang berenang di perairannya. Caranya menyerang adalah dengan membelit korbannya dengan rambut panjangnya, lalu orang itu dibawa ke tengah sampai kelelahan baru kemudian ditarik ke dalam air. Dan yang diincar adalah anak-anak.
Orang-orang percaya Onggo Inggi memakan korbannya. Dan jasad korban Onggo-Inggi sulit sekali bisa ditemukan. Kadang hilang, kadang saat ditemukan, dalam keadaan tak bernyawa.
Apabila perairan kering, Onggo-Inggi juga tak akan bisa ditemukan. Air adalah medianya untuk masuk ke dunia manusia dan mencari mangsa.
Cerita ini didengar berdasar kisah-kisah warga sekitar sungai. Kisah itu, tentu saja, membikin sungai jadi tempat yang mistis dan singklu —untuk mencegah adanya anak-anak agar tidak berenang di sungai Bengawan Solo.
Mitos Demi Kelestarian Lingkungan Sungai
Nabs, mitos Onggo Inggi merupakan bentuk kebudayaan yang mengakar kuat secara historis. Dalam disiplin ilmu antropologi, pengkajian seperti mitos, dongeng, cerita rakyat dan jenis sastra lisan yang lainnya merupakan suatu hal yang memang memiliki pesan.
Tidak jarang mitos di berbagai daerah digunakan sebagai sarana untuk mengirim pesan. Konrisi itu disebabkan masyarakat sangat nyaman dengan mitos. Bahkan, terasa sangat dekat.
Tahu nggak, Nabs. Mitos Onggo Inggi, sebenarnya semacam pesan untuk masyarakat agar lebih berhati-hati saat berada di sungai. Sebab, selain indah, sungai juga bisa berbahaya.
Selain itu, pada mitos Onggo Inggi juga terdapat pesan agar sungai bisa dipelihara dengan baik. Sebab, jika tidak terpelihara, ia bisa sangat berbahaya. Banjir dan korban tenggelam adalah beberapa bukti berbahayanya potensi sungai.
Raditya Padma mahasiswa Hukum Universitas Gunung Jati asal Bojonegoro mengungkapkan, sisi psikologis anak mudah menerima mitos sebagai fenomena kenyataan. Sehingga, pesan-pesan mudah tersampaikan melalui mitos.
Pesan yang tersampaikan pun, terus terbawa hingga dewasa. Sehingga, ketika pesan itu diterima saat masih kecil, hingga dewasa pun bakal tetap ingat. Terlebih, jika dikemas dengan kisah-kisah. Pesan baik maupun pesan buruk, sangat mudah diterima anak-anak ketika dikemas dalam sebuah cerita.
Jadi, Nabs, kisah monster sungai yang kerap menakutkan manusia, terlebih anak-anak, sebenarnya menyimpan pesan agar kita lebih menjaga kelestarian sungai. Selain itu, juga agar kita lebih berhati-hati dan memenjauhi perilaku buru saat berada di sungai.