Tentang Lot, Cing, Agus, Ahamd, Jum, Lala, Mudah, dan dunianya.
Sore itu ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju surau tempatnya mengaji dengan kiyai kampung.
Ia berangkat dengan teman-teman perempuannya, entah mengapa ia lebih nyaman ketika bermain dan melakukan segala sesuatu bersama perempuan.
Ketika di hadapan kaca di dalam kamarnya ia selalu melihat tubuhnya, ia rasai kedua susunya tumbuh berisi, pinggangnya yang seperti pinggang ibu dan teman-teman perempuannya.
Ia coba pakai lipstik merah ibunya, kerudung, bedak dan handbody lotion milik kakak perempuannya. Hari itu ia buka celengannya yang berbentuk sapi untuk membeli sabun muka khusus perempuan.
Jika dibanding teman laki-lakinya ia jauh lebih putih bersih, bibirnya merah, namun kencing berdiri, dan tidak menyukai sepakbola. Jika teman-temannya bermain sepakbola, ia akan berdiri, bersorak-sorai dengan Lala, Mudah dan Atik untuk menyemangati mereka.
Agus adalah temannya yang paling jahil, Agus pula yang sering menghinanya “banci”. Tetapi Ahmad adalah teman laki-lakinya yang selalu melindungi dan membelanya ketika Agus menjahilinya.
***
Ketika di surau, Lala dan teman perempuan lainnya selalu baik padanya, ia selalu dipinjami rukuh untuk dicoba dan mendandaninya seperti seorang perempuan.
Tetapi hari itu, ketika Kyai ngajinya menerangkan soal kaum Sodom, Agus kembali menghinanya dan membuatnya menangis.
Dikisahkan dua malaikat sampai di Sodom ketika hari mulai petang. Lot sedang duduk di gapura negeri Sodom. Ketika Lot melihat kedua malaikat itu ia terperanjak dari lamunannya. Ia lalu sujud kepada mereka hingga mukanya menyentuh tanah.
Sebab tamu tersebut teramat ia hormati, Lot menawari mereka untuk menginap di rumahnya, namun kedua malaikat itu menjawab: “Tidak, kami akan bermalam di tanah lapang.” Karena Lot sangat berharap mereka menginap di rumahnya, kemudian mereka berdua bersedia dan Lot menyuguhi mereka dengan banyak makanan lezat.
Tetapi sebelum mereka tidur, ada suara ramai mengarah ke rumah Lot dan ternyata itu adalah para laki-laki penduduk Sodom yang menginginkan kedua tamu Lot “Dimanakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka.”
Ia memandang ke arah Agus, ia baca gerak bibir Agus yang mengucapkan sebuah kalimat “Banci, Sodom”, sambil jari tengahnya menunjuk ke atas.
Belum juga Kyai selesai menerangkan, batinnya sudah tak kuat, ia berlari pulang menuju rumahnya sambil sesenggukan. Agus tertawa dan beberapa teman yang lain terperanjat melihatnya berlari. Kyai kembali melanjutkan ngaji dan seolah-olah tidak ada apa-apa.
Di kamar, ia lanjutkan menangisnya, ia rasai sedih, mengapa hidup begini, mengapa Tuhan menciptakannya sedemikian rupa, tak lain dan tak bukan, tak laki dan tak perempuan. Ibunya pelan-pelan masuk ke kamar dan duduk di sampingnya, ia tak menoleh namun tangan ibu mengapai keningnya dan mengelus-elus.
Ia tahu perasaan anaknya, perasaannya sebagai perempuan tapi orang melihatnya sebagai lelaki dari luarnya. Ya, mengapa orang hanya melihat segala sesuatu hanya dari kulitnya saja?
***
Ketika kehamilan istrinya ia ketahui, ia menginginkan anak laki-laki. Kelak anak laki-laki itu yang akan meneruskan kegagahannya meski hanya sebagai seorang petani. Namun sang istri menginginkan anak perempuan, perempuan saja. Sang suami kembali membantah, bukankah anak pertama kita adalah perempuan, kalau yang ini laki-laki maka genaplah kebahagiaan kita. Sang istri tetap menggeleng, ia tetap ingin anak perempuan (.).
Akhirnya, tidak ada hasil dari perdebatan itu, semua mengalir dan dilalui hingga masa kelahiran itu tiba. Akhirnya, lahirlah sebuah jabang bayi laki-laki yang cantik.
***
“Kamu ini laki-laki, gagahlah sedikit! Begitu saja menangis, dasar cengeng.” Bapaknya dari ruang tamu menyuruhnya agar tidak menangis sebagaimana laki-laki. Namun ia tetap menangis, bahkan semakin keras.
“Janganlah keras seperti itu pak. Jangan membuatnya semakin menangis.” Ucap ibunya membelanya.
“Ini akibatnya dulu kamu minta anak perempuan lagi. Kalau kamu setuju laki-laki maka semuanya tidak akan begini.”
Seketika itu sepi merayap pada dinding rumah mereka dan semua jadi diam.
Kini ia tumbuh semakin dewasa dengan tetap menjadi dirinya sendiri. Agus dan Ahmad tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Tapi ia tak ingin kegagahan itu mampir kepada tubuhnya, malah ia menginginkan kegagahan Ahmad ia rasakan menggores tubuhnya yang tumbuh semakin seksi. Ia tak dapat menutupinya lagi, perasaan cintanya bukan kepada perempuan, malah ia berikan perasaan cintanya itu kepada Ahmad.
Perasaannya untuk menjadi perempuan seutuhnya semakin tumbuh ketika ia bertemu dengan seseorang, seseorang itu bernama Cing. Ia menjalin persahabatan dengan Cing seperti kakak beradik setelah ia datang ke salon kecantikan untuk meluruskan rambutnya dan merawat tubuhnya.
Cing selalu memberikan masukan padanya, tentang kecantikan dan tentang hidup. Untuk menjadi cantik dan percaya bahwa kamu adalah perempuan, kamu tidak harus membayar mahal dengan sebuah operasi atau lainnya.
Tunjukkan bahwa kamu perempaun dan berbuat baik kepada semuanya.
Ia selalu mendengarkan nasihat Cing. Ia semakin percaya diri menjadi seorang perempuan. Ia tahu bapak dan ibunya menyembunyikan sesuatu yang tidak disukai dari keputusannya tersebut.
Setiap hari ia harus membuktikan kebaikannya kepada orangtuanya dan kepada orang-orang yang menganggap bahwa ia ada.
Cing mengajaknya untuk bekerja di salon kecantikan tempatnya bekerja. Cing sendiri juga bernasib sama dengannya. Ia keturunan Tionghoa, hobinya adalah menyanyi.
Selain bekerja di salon kecantikan, Cing juga menjadi penyanyi di salah satu grup musik yang sering tampil di acara hajatan. Cing memiliki seorang pacar, laki-laki.
Suatu hari, Cing mengajaknya berkumpul dengan beberapa teman yang tergabung dalam sebuah komunitas waria. Ia seperti mendapat sebuah keluarga baru yang senasib dan sebeban hidup dengannya. Tapi ia bersyukur bahwa masih ada orang-orang di dunia ini yang mau memeluknya sebagi teman, sahabat, kekasih, dan keluarga.
Setelah perkumpulan itu, ia semakin lebih percaya diri.
Hingga suatu ketika Cing mengenalkannya dengan seorang laki-laki, Cing tak menyebutkan namanya. Ia menyuruhnya untuk berkenalan sendiri dan melakukan pertemuan di sebuah tempat.
Di sebuah taman mereka bertemu dan saling memandang, mereka jatuh cinta. Setelah berkenalan rupanya lelaki itu bernama Agus. Mereka berjabat tangan dan saling berkeringat. Agus mendehem dan bertanya, “Sekarang aku harus memanggilmu apa?”
Dengan tersenyum dan gemetar kemudian ia menjawab, “Panggil saja aku……………….. Jum.”