Di era revolusi industri 4.0 abad 21 ini, keseimbangan alam menjadi tantangan manusia. Sebab, perkembangan industri dan teknologi ternyata kurang akrab dengan lingkungan hidup.
Pernah mendengar tentang masalah kerusakan iklim? Suatu isu global yang menjadi bahan perbincangan hangat, yang kian hari semakin terasa keberadaannya, dan mendesak ditangani demi keberlanjutan hidup di bumi.
Pada dasarnya, perubahan iklim merupakan sebuah keniscayaan. Iklim pasti akan berubah bersama dengan meningkatnya populasi serta aktivitas manusia dan alam di dalamnya.
Namun pada kenyataannya, perubahan iklim ini didorong oleh beberapa faktor yang dapat mempercepat prosesnya seperti akibat dari peningkatan suhu bumi (global warming) secara tajam.
Hal ini dapat mengakibatkan berbagai masalah dari ketidakstabilan cuaca dan berbagai bencana alam yang mengancam kehidupan makhluk hidup di bumi.
Masalah ini telah menghadirkan berbagai kebijakan, baik skala nasional maupun internasional sebagai upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup, termasuk perihal iklim.
Pada tahun 2015 dalam rapat yang diselenggarakan di Paris, PBB membuat kesepakatan internasional, termasuk Indonesia di dalamnya, yakni upaya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dalam jangka waktu 2015 – 2030.
Program ini tidak hanya memberdayakan manusia saja, namun alam pun menjadi target yang cukup diperhatikan. Memiliki 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, dan Indonesia menegaskan rencananya dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Lantas, kontribusi apa yang dapat kita lakukan untuk membantu tujuan pembangunan ini tercapai? Sebelum itu, mari kita simak sedikit topik tentang salah satu latar belakang terjadinya masalah ini.
Perubahan iklim biasanya dikaitkan dengan pemanasan global. Pemanasan global salah satunya dipicu oleh tingginya konsentrasi gas karbon dioksida di udara.
Ini adalah hal yang wajar jika konsentrasi gas karbon dioksida sesuai, karena kehidupan di bumi juga memerlukan suhu yang hangat agar dapat ditempati makhluk hidup.
Fenomena radiasi energi panas matahari yang terserap oleh atmosfer bumi (uap air dan gas karbon dioksida) setelah dipantulkan kembali dari bumi ini disebut efek rumah kaca.
Jika konsentrasi karbon dioksida meningkat, maka suhu atmosfer bumi juga ikut meningkat. Inilah yang dikenal dengan pemanasan global.
Di era revolusi industri 4.0 abad 21 ini, keseimbangan alam menjadi tantangan manusia. Seiring perkembangan industri dan teknologi yang semakin maju, transportasi dan berbagai alat canggih tercipta untuk membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari, namun hal tersebut justru kurang bersahabat dengan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan dapat menjadi ancaman bagi makhluk hidup termasuk manusia. Kerusakan ini dapat dipicu dari hal kecil yang sepele hingga suatu hal yang berdampak besar. Dalam kasus pemanasan global ini, dapat diawali dari masalah polusi udara.
Polusi udara bukanlah hal yang baru, namun karena tidak terlihat oleh mata, maka mudah sekali terabaikan, padahal polutan berbahaya itu menjadi awal mula dari bencana yang lain.
Banyak dampak negatif yang muncul akibat tercemarnya udara mulai dari kesehatan manusia yang terganggu hingga iklim bumi yang kacau dan dampak kelanjutan lainnya.
Masalahnya adalah pada emisi dari hasil pembakaran seperti senyawa karbonmonoksida, asap, dan partikulat yang berbahaya bagi manusia. Selain itu ada juga oksida nitrogen dan sulfur dioksida yang dapat menyebabkan hujan asam sehingga dampak buruk yang lebih luas bisa timbul.
Gas CFC, misalnya bahan pendorong aerosol pada pengharum ruangan dan parfum, itu juga merupakan bahan yang dapat merusak lapisan ozon di atmosfer sehingga radiasi matahari ke permukaan bumi semakin tinggi.
Ada juga efek rumah kaca akibat banyaknya karbon dioksida dan metana membuat panas terjebak di bumi, sehingga meningkatkan suhu bumi dan mengganggu kestabilan iklim.
Polutan-polutan yang telah disebutkan di atas dan polutan lain yang belum disebutkan dapat terus meningkat akibat dari aktivitas manusia, terutama aktivitas industri dan transportasi.
Menurut BPLH DKI Jakarta (2013), di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan dan lain-lain.
Polusi udara memang tidak terhindarkan, namun banyak upaya yang dapat kita lakukan demi mengurangi polusi dan melindungi iklim bumi untuk keberlanjutan generasi kita dan generasi mendatang.
Contohnya adalah kita dapat melakukan gerakan cinta pohon dengan reboisasi karena pohon dapat mengurangi kadar karbon dioksida dan menyeimbangkannya melalui kebutuhan fotosintesis, meminimalisir penggunaan kendaraan berbahan bakar.
Selain itu, meminimalisir penggunaan barang yang mengakibatkan terbentuknya gas CFC, menghemat pemakaian listrik dengan mematikan pemakaian alat elektronik jika tidak digunakan, tidak melakukan pembakaran hutan dan sampah secara asal, melakukan daur ulang, melakukan kampanye atau sosialisasi kepada masyarakat tentang pelestarian lingkungan hidup, dan terus melakukan riset untuk menyembuhkan bumi.
Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam angkatan 2021 Universitas Padjadjaran. Bertempat tinggal di Serang, Banten.