Bojonegoro memiliki sumber daya alam melimpah. Sajian alam tersebut, menjadikan Bojonegoro memiliki potensi wisata berbasis alam yang cukup besar. Dari stimulus itulah, muncul ide tentang Ekowisata: wisata yang dibisniskan.
Ide terkait Ekowisata, terutama di era digital, harusnya sudah mulai dimunculkan. Pandangan itu diungkapkan oleh Afrodita Indrayana. Pemuda 26 tahun tersebut, sejak beberapa tahun terakhir memang menggeluti dunia pariwisata. Terutama Ekowisata.
Bagi Afro, sapaan akrab Afrodita Indrayana, Bojonegoro termasuk daerah memiliki potensi wisata. Meski begitu, belum banyak orang mengeksplor potensi wisata Bojonegoro. Dalam artian, mengeksplor secara serius.
Padahal, menurut pengamatannya, sistem antropologi dan sosiologi yang ada di Bojonegoro teramat bagus untuk menjadi lokasi wisata. Terutama wisata edukasi. Keadaan alam yang ada pun sangat unik. Seperti Kayangan Api, Negeri Atas Angin dan Wonocolo.
“Bojonegoro wisatanya oke punya, unik.” ungkap alumnus jurusan Ekowisata IPB Bogor tersebut.
Secara umum, branding kota jadi tujuan wisata, membutuhkan waktu yang cukup lama. Bisa membutuhkan waktu puluhan tahun. Namun, hal itu berbeda jika tempat tersebut sudah memiliki karakter yang kuat. Misalnya, Jogjakarta ataupun Bali.
Dua kota tersebut, menurut Afro, pada awalnya terbangun bukan dari sektor wisata. Jogja memiliki karakter kuat yang terbentuk dari sejarah sejak zaman kerajaan. Bali pun memiliki bentuk keindahan alam yang tidak sama dengan tempat lain. Budaya dan tradisi masyarakatnya pun masih
kental.
CO Founder and Business Development PT. Ekowisata Kreatif Indonesia tersebut juga mengatakan, branding kota sebagai tujuan wisata juga butuh strategi khusus. Misalnya, Tuban yang karakternya kuat sebagai kota wisata religi. Hal ini menjadi peluang bagi Bojonegoro.
Caranya, bisa dengan menarik wisatawan Tuban untuk diarahkan ke Bojonegoro melalui potensi yang masih terkait. Baik dengan wisata alam, edukasi ataupun kuliner yang menarik. Tentu saja itu bakal membuat Bojonegoro dikenal sebagai tempat layak dikunjungi ketika berwisata.
Secara umum, kata dia, sektor pariwisata dan industri teknologi di Bojonegoro sudah bersinergi. Misalnya penjualan tiket dan akses informasi yang mudah melalui dunia digital. Setelah itu, tinggal bagaimana masyarakat aktif dan bergerak dalam pengembangan lokasi wisata.
Dan yang terpenting, tukasnya, masyarakat Bojonegoro sendiri tidak perlu enggan berwisata di kotanya sendiri. Cukup dengan mendatangi, pelajari wisata dan lingkungannya, kemudian ceritakan kepada orang luar agar tertarik untuk datang.
“Pariwisata bukan soal kawasan, tapi selalu diharapkan.” pungkas pemuda penyuka kopi ini.