Sema’an literasi (reading group) merupakan tradisi membaca dengan ketelatenan ekstra. Di MA Sains Quran Ar-Ridwan, ia menjadi salah satu ekstrakurikuler bagi para santri.
Satu di antara faktor yang membuat Indonesia sering gagal meraih hasil maksimal dalam ajang Program for International Student Assessment (PISA), atau program penilaian siswa internasional, adalah kurangnya literasi (ketelatenan membaca).
Hal ini direspon secara masif oleh para pegiat dan aktivis literasi di berbagai penjuru bumi Indonesia. Mereka bahu membahu membangun tradisi membaca dari level paling kecil hingga level yang lebih luas.
Banyak sekali tokoh-tokoh literasi Indonesia yang menghimpun energi untuk mengibarkan bendera membaca. Tujuannya, memunculkan nama Indonesia di ranah internasional sebagai bangsa yang terdidik.
Mereka semua para aktivis yang berjuang mengibarkan bendera literasi Indonesia. Bukan demi apa-apa, tapi demi agar Indonesia dikenal dunia melalui sisi edukasinya. Sisi keterdidikannya.
Nama-nama seperti Nirwan Ahmad Arsuka dengan Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), Sigit Susanto dengan Reading Group yang ada di beberapa negara, atau di Jawa Timur, khususnya Bojonegoro, ada Ngaostik.
Mereka aktivis literasi yang tak pernah berhenti mengkampanyekan betapa pentingnya membaca. Membaca (reading group), dalam hal ini, bukan sekadar memahami informasi sepintas lalu. Tapi membaca dan memahami secara ekstra dan telaten.
Reading group adalah format membaca super telaten secara bersama-sama. Di berbagai negara maju, membaca dengan model seperti ini, sudah menjadi tradisi. Sebab, di dunia pendidikan, manfaatnya sangat besar.
Di Finlandia, negara yang jadi kiblat pendidikan modern dunia, reading group menjadi tradisi yang sudah dilakukan anak-anak sejak usia dini. Ini yang menjadikan Finlandia sebagai negara primadona di ajang PISA.
Chusnul Chotimmah, koordinator Ngaostik yang kini melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengatakan, membaca secara reading group berbeda dengan membaca biasa.
Di Ngaostik, reading group dikenal dengan istilah Sema’an. Sebab, proses pembacaan dilakukan dengan saling menyimak pembaca yang lainnya. Tradisi ini tentu beda dengan proses membaca sendirian.
Menurut Chusnul, selain melatih konsentrasi dan menajamkan daya ingat terhadap sebuah informasi, reading group atau Sema’an menjadikan pembaca lebih mudah memahami perspektif orang lain.
Di dunia pendidikan, menurut dia, reading group atau Sema’an sangat melatih kemampuan anak untuk mengungkapkan pendapat, merespon pendapat, dan memikirkan gagasan. Selain itu, juga menjadikan karakter anak tidak gegabah dan lebih bersabar dalam berbagai hal.
“Termasuk melatih argumentasi saat mengungkapkan pendapat. Ini artinya melatih kepercayaan diri anak.” Ucapnya.
Tradisi Sema’an Literasi di MA Sains Quran Ar-Ridwan
Di MA Sains Quran Ar-Ridwan, salah satu sekolah berbasis pesantren tahfidz di Bojonegoro, reading group biasa disebut dengan istilah Sema’an Literasi. Sema’an Literasi menjadi salah satu ekstrakurikuler yang diikuti para santri.
Sema’an, sesungguhnya format belajar yang tak asing di dunia pesantren. Bahkan, bisa dikatakan bahwa format reading group pertama kali dilakukan di pesantren.
Terlebih pesantren tahfidz Ar-Ridwan Al Maliki yang setiap hari membaca dan mengingat Al Qur’an. Sehingga, tradisi membaca tumbuh sangat subur di pesantren Ar-Ridwan Al Maliki Bojonegoro.
Pesantren Ar-Ridwan Al Maliki merupakan ponpes yang sangat identik dengan Sema’an Al Qur’an. Sehingga kegiatan Sema’an Literasi pun lebih cepat menjadi tradisi positif bagi para santri Ar-Ridwan Al Maliki.
Di MA Sains Quran Ar-Ridwan, tradisi Sema’an Literasi bergerak secara linear terhadap proses membaca Al Qur’an. Hal ini membuat para santri menjadikan proses membaca secara telaten sebagai tradisi yang punya akar sangat kuat di pesantren.
Ust. Bagus Affan Alaudin, salah seorang pembina literasi di MA Sains Quran Ar-Ridwan mengatakan, selain budaya Sema’an Literasi, para santri di Ponpes Ar-Ridwan Al Maliki juga menghidupkan majalah dinding (Mading) sebagai bagian penting dari pembelajaran.
“Di sini, Mading tak hanya penghias dinding. Tapi bagian dari proses transformasi informasi antar para santri.” Kata Affan.
Ust. Affan menjelaskan, jika Sema’an Literasi khusus anak-anak MA Sains Quran Ar-Ridwan, Ruang Mading juga diperuntukan anak-anak MTs Sains Quran Ar-Ridwan. Mengingat, di lembaga Ar-Ridwan Al Maliki, terdapat unit MA dan MTs.
Selain menampilkan karya santri, menurut dia, Sejumlah informasi penting untuk para santri, sengaja dilewatkan Mading sebagai medium informasi. Ini memicu para santri sangat rajin membaca dan mengecek kondisi Mading setiap hari.