Syekh Syihabuddin Alfadangi atau Mbah Syihabuddin Padangan merupakan ulama yang menurunkan sejumlah aulia penyebar islam di wilayah Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, hingga Gresik pada abad 19.
Syekh Syihabuddin Padangan adalah salah satu episentrum transmisi intelektual islam pada paruh akhir abad 18. Beliau punya peran dalam terciptanya ekuilibrium (keseimbangan) persebaran islam pada abad 19 dan 20 di wilayah Bojonegoro, Tuban, hingga Gresik.
Tulisan ini bagian dari riset ilmiah jejak Keluarga Besar Bani Jojogan yang kami tujukan untuk menauladani sisi ilmiah dan kebiasaan baik para pendahulu.
Nama Wan Khaji Syihabuddin cukup populer pada abad 18 hingga 19. Terbukti, ulama penyebar islam yang berdakwah di sebagian wilayah Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, dan Gresik pada abad 19 dan 20, mayoritas berafiliasi secara genealogis pada Syekh Syihabuddin.
Syekh Sulaiman Kurdi Makkah (1904-1952), ulama Hijaz asal Bojonegoro yang menjadi pengajar di Makkah pada abad 20, misalnya, menulis bahwa masa kecilnya terdidik dalam keluarga Syihabuddin yang terkenal akan kesalehannya.
Kisah ini tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Hisan fi Tarajum al-Fudhala karya Syekh Zakariya Billah. Keluarga Syihabuddin yang dimaksud Syekh Sulaiman Kurdi, tak lain adalah keluarga Syihabuddin Alfadangi.
Secara genealogi keluarga, Syekh Sulaiman Kurdi adalah cicit (keturunan ke-3) dari Syekh Syihabuddin Padangan. Ini alasan beliau menyebut dengan bangga Keluarga Syihabuddin sebagai bagian dari pendidikan masa kecil yang cukup mempengaruhinya.
Manuskrip Padangan dan Manuskrip Jojogan juga menunjukan secara jelas, nama Syekh Syihabuddin selalu muncul sebagai bagian dari rantai transmisi genealogis para aulia Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, dan Gresik pada abad 19 dan 20.
Untuk diketahui, ada dua nama Syihabuddin yang berdakwah di Jipang Padangan pada paruh akhir abad ke-18 (1750-1800). Diantaranya Syekh Syihabuddin Alfadangi dan Raden Syihabuddin Totokromo (putra Hamengku Buwono III, adik Pangeran Diponegoro dari ibu berbeda). Keduanya hidup di Jipang Padangan dalam periode yang hampir bersamaan.
Untuk manakib Raden Syihabuddin Totokromo, semoga bisa kami bahas di lain kesempatan. Tulisan ini hanya membahas manakib Syekh Syihabuddin Alfadangi. Sosok yang menurunkan banyak penyebar islam di Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, hingga Gresik pada abad 19 masehi.
Nasab dan Sanad Syekh Syihabuddin
Syekh Syihabuddin Alfadangi bernama asli Syihabuddin (c.1700-1800). Beliau lahir di Kecamatan Bancar, Tuban. Nasabnya: Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Khatib Anam bin Syekh Abdul Jabbar (dari istri putri Syekh Sabil Padangan). Syekh Syihabuddin adalah keturunan ke-4 dari Syekh Abdul Jabbar Nglirip, sekaligus keturunan ke-5 dari Syekh Sabil Padangan.
Jika di urut ke atas, Syekh Syihabuddin adalah keturunan dari Syekh Jumadil Kubro. Urutannya: Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Anam Jabbar bin Abdul Jabbar bin Abdullah Slarung bin Abdul Halim Tsani bin Abdul Halim Awal bin Abdurrohman Pajang bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Ishak bin Muhammad Kebungsuwan bin Syekh Jumadil Kubro.
Syekh Syihabuddin adalah ulama Hamilul Quran. Sejak kecil dididik ayahnya, Syekh Istad Bancar. Beliau juga pernah belajar di Makkah pada para ulama Hijaz pada zamannya. Beliau berada di Makkah pada era keulamaan Syekh Abdushomad Alfalimbani dan Syekh Arsyad Albanjari.
Sepasca menuntut ilmu dari Makkah, beliau berdakwah ke Tlatah Padangan bersama dengan Syekh Abdurrohman Klotok (Mbah Abdurrohman Klotok), yang tak lain adalah saudaranya sendiri. Syekh Syihabuddin dan Syekh Abdurrohman Klotok adalah saudara satu buyut.
Syekh Syihabuddin dan Syekh Abdurrohman Klotok hidup satu zaman. Nasab Syekh Abdurrohman dan Syekh Syihabuddin pun beririsan: Abdurrohman bin Syahiddin bin Sayidi bin Anam bin Abdul Jabbar Nglirip Tuban / Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Anam bin Abdul Jabbar.
Syekh Syihabuddin menikah dengan adik kandung dari Syekh Abdurrohman Klotok yang bernama Nyai Syibti (Nyai Betet). Hubungan genealogis kembali disimpul. Syekh Syihabuddin menjadi adik ipar dari Syekh Abdurrohman Klotok.
Secara umur, Syekh Syihabuddin memang lebih tua dibanding Syekh Abdurrohman Klotok. Namun, Syekh Syihabuddin adalah adik ipar Syekh Abdurrohman Klotok. Ini terbukti. Syekh Abdurrohman sangat hormat pada Syekh Syihabuddin. Dalam tiap catatannya, beliau menyebut nama Syekh Syihabuddin secara lengkap dengan penuh penghormatan.
Syekh Syihabuddin beserta istrinya kelak mendirikan Pondok Pesantren di Desa Betet, sisi utara sungai Bengawan Solo Padangan (kini masuk Kecamatan Kasiman). Posisinya berada di sebelah utara Ponpes Klotok, sisi selatan Bengawan Solo Kuncen Padangan.
Kelak, Syekh Syihabuddin dikenal sebagai ulama Sohibul Wilayah utara bengawan Padangan, sementara Syekh Abdurrohman Klotok dikenal sebagai ulama Sohibul Wilayah sisi selatan bengawan Padangan.
Syekh Syihabuddin wafat dan dimakamkan di makbaroh Kuncen, Padangan. Makam beliau terletak di bawah Keramat Randu Alas. Sebuah pohon besar yang dikeramatkan. Pohon tersebut, dulunya dijadikan tanda keberadaan makam beliau.
Genealogi Bani Syihabuddin
Syekh Syihabuddin beserta Nyai Syibti mendirikan musala dan mengelola pondok pesantren di Desa Betet Kasiman. Berkat pondok pesantren tersebut, beliau juga dikenal dengan nama Kiai Syihabuddin Betet. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai 7 keturunan. 5 putra dan 2 putri.
Manuskrip Padangan dan Manuskrip Jojogan mencatat nama putra-putri Syekh Syihabuddin sebagai berikut: Kiai Abdul Latif, Nyai Jono, Kiai Abdullah Padangan, Kiai Tohir Betet, Kiai Murtadho Kuncen, Nyai Wajiroh Syamsuddin, dan Kiai Syahid Kembangan.
Ketujuh putra-putri Syekh Syihabuddin masyhur sebagai para Penggembol Al Quran (Hamilul Quran). Selain dididik Syekh Syihabuddin sendiri, semua keturunan beliau juga dididik secara langsung Syekh Abdurrohman Klothok, yang tak lain adalah paman mereka.
Ketujuh putra-putri Syekh Syihabuddin inilah, yang disebut Syekh Sulaiman Kurdi Makkah sebagai Keluarga Syihabuddin nan masyhur akan kesalehannya. Terbukti. Mayoritas keturunan Syekh Syihabuddin menjadi ulama penyebar islam (aulia) di Bojonegoro, Tuban, dan Gresik pada abad 19 dan 20.
Berikut peta jejaring dzuriyah (keturunan) Syekh Syihabuddin yang kelak dikenal sebagai para aulia penyebar islam di beberapa daerah di Jawa Timur.
Aulia Rengel Tuban
Putri Syekh Syihabuddin yang bernama Nyai Jono, menikah dengan Kiai Muhammad Jono Mayang, Kerek Tuban. Dari pernikahan itu, kelak melahirkan seorang anak lelaki bernama Kiai Madyani Ishaq Rengel Tuban.
Kiai Ishaq Rengel kelak dikenal sebagai ulama waliyyun minauliyaillah yang menyebarkan islam di wilayah Rengel Tuban. Kiai Madyani Ishaq Rengel adalah cucu dari Syekh Syihabuddin.
Aulia Bungah Gresik
Kiai Ishaq Rengel memiliki putra bernama KH Sholeh Tsani (1836-1902). Beliau adalah pengasuh ke-5 pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik. Beliau dikenal sebagai ulama sohibul wilayah di kawasan Gresik pada pertengahan abad 19 dan awal abad 20. KH Sholeh Tsani adalah cicit Syekh Syihabuddin melalui jalur Kiai Madyani Ishaq Rengel Tuban.
Aulia Nganjuk
Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Abdullah Padangan (Abdullah bin Syihabuddin), memiliki 4 putri. Diantaranya Nyai Salamah, Nyai Satimah, Nyai Romlah, dan Nyai Supatni.
Nyai Mukmin binti Abdullah Syihabuddin, dinikah Kiai Mukmin. Dari pernikahan itu, lahir beberapa anak. Satu diantaranya adalah KH Zainuddin Mojosari (Waliyullah Nganjuk). Kiai Mukmin adalah mantu Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Kiai Mukmin adalah cucu mantu Syekh Syihabuddin. Sehingga, KH Zainuddin Mojosari adalah buyut (keturunan ketiga) dari Syekh Syihabuddin.
Nyai Zarkasyi binti Abdullah, diperistri Kiai Zarkasyi Kuncen. Kelak dari pernikahan itu, lahirlah KH Mustajab Gedongsari (Waliyulllah Nganjuk). Kiai Zarkasyi Kuncen adalah mantu dari Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Sehingga, KH Mustajab Gedongsari adalah buyut (keturunan ketiga) dari Syekh Syihabuddin.
Aulia Pethak Bojonegoro
Putri Syekh Syihabuddin yang bernama Nyai Wajirah, menikah dengan Syekh Syamsuddin (dikenal dengan Nyai Syamsuddin). Dari pernikahannya, kelak menurunkan 9 anak: Abdul Muid, Nyai Abdul Qodir, Hasan Munawar, Nyai Suhada, Kiai Yasin Mruwut, Kiai Dakri, Kiai Sahid Cangaan, Kiai Zakaria Rengel, dan Kiai Muntaha (Mbah Ho).
Anak kedua Nyai Syamsuddin yang bernama Nyai Abdul Qodir, menikah dengan KH Abdul Qodir, dan memiliki 11 anak. Diantara yang terkenal, adalah; KH Ahmad Basyir (muasis Ponpes Al Basyiriah Pethak), dan Syekh Sulaiman Kurdi Makkah. KH Ahmad Basyir Pethak dan Syekh Sulaiman Kurdi adalah cicit dari Syekh Syihabuddin Alfadangi.
Aulia Singgahan Tuban
Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Murtadho Kuncen, memiliki beberapa keturunan. Salah satu putri KH Murtadho Kuncen yang bernama Nyai Mu’isyah, kemudian dinikahkan dengan KH Abdul Karim Jambangan, Bangilan Tuban.
Dari pernikahan itu, kelak melahirkan KH Muslich Shoim (1921-1985), muasis Ponpes Tanggir Singgahan Tuban. KH Muslich merupakan ulama yang berdakwah di Singgahan Tuban. KH Muslich Shoim adalah cucu Kiai Murtadho Kuncen, sekaligus cicit dari Syekh Syihabuddin.
Aulia Gayam Bojonegoro
Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Syahid Kembangan, kelak mendirikan pesantren dan membangun peradaban islam di wilayah Kembangan, Gayam, Bojonegoro. Pengaruhnya mencapai Ngasem dan Malo Bojonegoro.
Kiai Syahid menurunkan banyak keturunan yang tersebar di Gayam, Kalitidu, Malo, dan Padangan. Diantara penerus KH Syahid Kembangan adalah Kiai Nur Khazin Kembangan dan Kiai Sanusi Mbarangan.
Aulia Kanor Bojonegoro
Cucu Syekh Syihabuddin yang bernama Kiai Yasin Mruwut, berdakwah dan mendirikan Ponpes di wilayah Mruwut Kanor. Beliau berdakwah dan membangun peradaban islam di Kanor bersama putranya yang bernama KH Zaini Mruwut. Keduanya dikenal sebagai aulia Mruwut Kanor. Kiai Yasin Mruwut adalah cucu Syekh Syihabuddin. Sementara KH Zaini Mruwut adalah cicit Syekh Syihabuddin.
Aulia Ngerong Tuban
Cucu Syekh Syihabuddin yang bernama Kiai Zakaria Rengel, memiliki putra bernama KH Sholeh Ngerong. Mbah Sholeh Ngerong berdakwah di Ngerong Rengel Tuban dan dijuluki sebagai ulama penguasa Ngerong Tuban. KH Sholeh Rengel adalah cicit Syekh Syihabuddin.
Pertemuan Jojogan
KH Muntaha Mbah Ho (cucu Syekh Syihabuddin), KH Sholeh Ngerong (cicit Syekh Syihabuddin), dan KH Zaini Mruwut (cicit Syekh Syihabuddin), kelak dikenal sebagai tiga aulia yang membuka Haul Jojogan untuk memperingati wafatnya leluhur mereka, Syekh Abdul Jabbar Jojogan.
Jauh sebelum ada Haul Jojogan, Bani Syihabuddin sudah memiliki pertemuan rutin di makbaroh Jojogan. Pertemuan itu membahas berbagai agenda, salah satunya strategi perlawanan terhadap penjajah. Bani Syihabuddin tak hanya dikenal sebagai ulama, tapi juga para pejuang. Pertemuan Jojogan itu, kelak menjadi cikal bakal Haul Jojogan.
Ekuilibrium Persebaran Islam
Keberadaan genealogi Bani Syihabuddin menunjukan betapa Syekh Syihabuddin memang memiliki peran dalam ekuilibrium (keseimbangan) persebaran islam pada abad 19 dan 20 di sebagian wilayah Bojonegoro, Tuban, dan Gresik, bahkan hingga Nganjuk. Ekuiblirium persebaran islam bertujuan agar peradaban islam tidak njomplang di satu wilayah saja. Ini alasan dzuriyah beliau tersebar sebagai ulama dan aulia Sohibul Wilayah di berbagai daerah.