Hidup memang sering dibikin sulit sendiri oleh kita. Tapi nggak apa-apa, sesekali menyulitkan diri sendiri. Toh mencari cinta juga bukan perkara mudah kan ya.
Oke, jika di tulisan sebelumnya, saya menulis 4 definisi cinta dalam pandangan filosof Yunani. Dan jika 4 definisi kemarin definisi primer, yang ini 4 definisi sekundernya.
Berikut ini 4 definisi sekunder tentang cinta yang tak kalah sulitnya dibanding yang sebelumnya. Oke, check this one out ya, Nabs.
1. Ludus
Secara harfiah ludus berarti permainan. Singkatnya jika kita tahu istilah cinta monyet, friend with benefit, fuckboy, dan fuckgirl, Ludus termasuk di dalamnya. Eros dan ludus dalam satu hal memiliki kesamaan, yaitu mengaitkan diri pada hasrat seksual dan romantisme.
Namun yang menjadi pembeda adalah dasar pelaku melakukannya hanya untuk kesenangan semata, tidak baper atau tidak masalah jika di php (pemberi harapan palsu).
Menurut John A. Lee dalam Colours of Life: An Exploration of the Ways of Loving, pelaku ludus menganggap proses percintaan tak ubahnya hanya seperti permainan dalam game saja, tidak lebih.
Karakter ludus mudah mencintai namun mudah melepas. Mampu dekat dengan siapapun dan tidak masalah jika cintanya terhempas. Bagi mereka kegembiraan adalah yang paling utama.
Ketika cinta sudah tidak memberikan kesenangan maka mereka akan mencari cinta lain untuk jadi alat bermainnya. Jadi, jika kalian merasa mudah dan cepat berganti pasangan karena bosan atau ciri-ciri gebetan kalian ada dalam kriteria di atas, mungkin ludus adalah model cinta itu.
2. Mania
Cinta ini berasal dari kata μανία yang berarti gangguan jiwa (diturunkan dari istilah manic). Mania akan membuat pelakunya menjadi obsesif dan posesif. Cinta ini cenderung egois dan ingin selalu dicintai sepenuhnya.
Selalu menanyakan soal seberapa besar pasangannya mencintainya dan menggantungkan kebahagiaan pada seseorang yang dicintainya.
Mania membuat pelakunya bersifat adiktif dan tidak mampu membahagiakan diri dengan caranya sendiri tanpa subjek yang dicintainya. Mudahnya jika kita pernah mendengar “Aku tidak bisa hidup tanpamu” mungkin itu bisa masuk kategori ke dalamnya.
Mania tidak terbatas pada subjek, bisa ke objek tertentu. Seperti penyematan entitas tertentu yang diakhiri dengan kata mania. Mania membuat pelaku tidak independen, mania membuat pelaku selalu bergantung pada sesuatu, tanpanya hidupnya hampa. Jadi jika kalian merasa tanpa memiliki kekasih kalian tidak ada gunanya, mungkin kalian patut curiga.
Namun, kabar baiknya, ketika pelaku mania berusaha keluar dari jenis cinta yang seperti ini dia bisa terbebas dari keobsesifannya. Dr. Misty Hook menyarankan agar dapat memperbaiki diri dari karakter mania, pelaku perlu mencari kesenangan yang bersumber dari diri sendiri. Mencari hobi baru, lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman dan keluarga, serta berada dalam lingkungan yang selalu supportive.
3. Pragma
Pragma berasal dari kata πρᾶγμα yang berarti seperti bisnis pada umumnya. Cinta atas landasan pragma biasanya jauh lebih lama bertahan daripada jenis cinta lainnya.
Sebab pragma mengizinkan orang yang bersangkutan untuk saling memberikan manfaat satu sama lain sehingga menimbulkan apa yang biasa kita sebut dengan simbiosis mutualisme.
Pelaku pragma memiliki karakter yang rasional dan realistis. Mereka mampu menghitung seberapa banyak manfaat yang dapat dia dapatkan ketika menjalin hubungan dengan seseorang. Ya, kita sering menyebut dengan matre.
Sejauh memiliki pandangan yang selaras (common interest), pelaku pragma akan terus bertahan sampai mereka menemukan bahwa mereka sudah tidak saling melengkapi seperti puzzle yang berada tidak pada tempatnya.
Jika kita mencintai seseorang karena kita menganggap dia mampu mengantar kita ke surga, mampu merawat anak-anak, mengurus rumah, bekerja, atau mencari uang yang banyak, maka bisa dikatakan itu merupakan cinta yang pragma.
Cinta pragma memang umum terjadi di banyak tempat termasuk perjodohan yang sering kita temui. Namun pragma bukanlah cinta yang negatif karena ini merupakan pilihan matematis dan rasional.
Jadi jika kita mendengar tetangga sedang menggosip seperti “lihat itu tetangga depan rumah, akibat menikah dengan PNS hidupnya tenang dan banyak uang”. Itu bisa jadi ukuran cintanya adalah pragma.
4. Philautia
Masyarakat Yunani secara harfiah mengartikannya sebagai self-love atau cinta terhadap diri sendiri. Mereka beranggapan bahwa untuk dapat memahami maupun mencintai diri sendiri kita harus belajar dari diri kita sendiri bagaimana memahami dan mencintai diri sendiri.
Hal ini bukan berarti menjadi semacam orang yang egois atau narsis. Namun philautia adalah cara yang paling sehat untuk dapat mengetahui siapa kita. Tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang butuh dan tidak, atau apa yang kita ingin dan tidak inginkan baik secara fisik maupun mental.
Sehingga kita dapat menerima apa sebagaimananya kita dan hidup dengannya serta berdamai dengan diri kita sendiri.
Berdamai bukan berarti menyerah, namun mengetahui dan tahu cara berhadapan dengannya agar dapat hidup lebih bermakna dan tentunya hidup bahagia.
Filosofi Buddha menjelaskan bahwa philautia merupakan bentuk self-compassion atau belas kasih terhadap diri sendiri yang memiliki pemahaman bahwa ketika kita dapat mencintai dan merasa nyaman terhadap diri sendiri maka baru kita dapat memberikan cinta kepada orang lain.
Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa, “setiap perasaan yang kita pancarkan pada sahabat kita merupakan representasi dari diri kita sendiri”.
Adapun secara ilmiah mencintai diri sendiri dapat memberikan hidup yang lebih bahagia, membuat keputusan yang sehat, mengurangi depresi dan kekhawatiran, hingga dapat membantu saat berada dalam kesulitan.