Pada 8 Agustus 1965, para anggota band the Beatles turun ke jalanan kota London utara. Mereka bukan sedang melakukan demonstrasi. Melainkan sedang melakukan sebuah sesi pemotretan untuk cover album ke-11 mereka.
Lokasi yang McCartney dkk pilih untuk sesi pemotretan ini adalah sebuah zebra cross depan studio EMI, tempat mereka rekaman. Zebra cross ini terletak di dekat perempatan Abbey Road. Maka nama “Abbey Road” pun dipilih menjadi tajuk album terbaru The Beatles saat itu.
Empat tahun berlalu ketika album Abbey Road pertama dirilis. Dan seperti yang diprediksi, Abbey Road laku keras di pasaran. Album ini terjual 10 juta copy yang menjadikannya sebagai album terlaris ke lima sepanjang sejarah the Beatles. Album terakhir the Beatles ini juga menduduki urutan ke-14 album terbaik sepanjang masa versi rollingstone.com.
Popularitas album Abbey Road tentu tak lepas dari cover albumnya. Cover album yang hanya memuat foto hasil jepretan fotografer lepas, McMillan, ini menjadi sangat fenomenal.
Foto McMillan menunjukkan para anggota band tengah berbaris menyebrangi zebra cross Abbey road. Gaya di dalam foto ini kemudian menjadi salah satu ikon gaya dalam berfoto. Khususnya bagi para fans the Beatles.
Selain melahirkan pose ikonik, album Abbey Road tentu juga membantu city branding kota London. Kita tau fans the Beatles tersebar di seluruh penjuru dunia. Namun, tak banyak yang tau nama jalan Abbey Road sebelum album ini.
Kota London memang sudah terkenal di penjuru dunia jauh sebelum Beatles. Namun, dengan hadirnya album ke-11 the Beatles ini, atraksi kota London kian bertambah. Zebra cross Abbey Road kini menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Nabs, dari fenomena album the Beatles tersebut kita dapat belajar perihal city branding. Untuk membranding suatu kota sebetulnya tak perlu merencanakan pembangunan yang ndakik-ndakik. Semua bisa dimulai dari hal sederhana seperti zebra cross.
Sebab, pembangunan yang sederhana pun akan menjadi luar biasa asal dibarengi konsep dan publikasi yang matang.
Di tahun 70-an mungkin perlu tokoh sebesar the Beatles untuk mempopulerkan sebuah zebra cross. Tapi ini tahun 2019, eranya digital. Era dimana tiba-tiba viral tokoh-tokoh tanpa karya yang kongkret. Era dimana masyarakat bingung membedakan antara politisi dan musisi.
Yang diperlukan hanyalah akun sosial media. Ya, melalui sosmed siapa dan apapun itu bisa menjadi viral dan terkenal. Tergantung seberapa menarik konsep yang kita tawarkan untuk dapat menarik perhatian masa.
Di Bojonegoro sendiri terdapat zebra cross yang secara visual lebih artistik dari yang ada di Abbey Road. Zebra cross ini berkonsep 3D. Jika dilihat dari sudut pandang tertentu zebra cross yang terbentang di beberapa ruas jalan kota Bojonegoro ini terlihat seperti sebuah balok.
Zebra cross 3D iniberpotensi viral jika masyarakat Bojonegoro kerap berfoto dan mempostingnya di sosmed. Tapi fotonya nunggu lalu lintas sepi lho, Nabs. Utamakan keselamatan pokoke.
Awalnya kita bisa menyadur pose John Lennon dkk untuk berfoto di atasnya dan memberikan tagar-tagar ikonik seperti #diponegoroad atau #pangpolroad.
Namun, jika cara tersebut kurang ampuh, kita dapat melakukan sesi pemotretan dengan mengundang fotografer kondang sekelas Radinal Ramadhana dan juga model populer seperti Widiyastuti Septiyaningrum untuk berfoto di zebra cross ikonik tersebut. Selamat mencoba~