Hari ke 3 puasa telah dilewati. Ketika malam, surau dan masjid masih diramaikan para jamaah tarawih. Suasana begitu hangat menyambut bulan suci Ramadhan. Mulai dari anak-anak hingga para sepuh semangat mengikuti sholat tarawih. Soal 11 rakaat atau 23 rakaat, itu urusan nanti. Yang terpenting adalah memperbanyak amal ibadah.
Memang, suasana tahunan saat Ramadhan terasa begitu ikonik. Surau dan masjid menjadi ramai setiap hari, setiap waktu, setiap saat.
Bagi penderita quarter life crisis, suasana seperti ini menjadi moment yang tepat untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Selain itu, suasana sholat tarawih berjamaah di tempat ibadah mampu menggugah kengangan.
Tentunya kenangan masa kecil saat masih anak-anak. Sesuai dengan apa yang dikatakan seorang pemuda asal Makam Sedeng, Kelurahan Kepatihan bernama Hendra Mulya Wibaya. Hendra mengungkapkan bahwa banyak kenangan saat masih kecil ketika sholat tarawih berjamaah.
“Suasananya sih jelas berbeda kalau kita masih anak-anak dulu. Ngerasanya sih seperti oh dulu aku pernah begini juga,” kata Hendra.
Kala itu, Ramadhan tidak begitu bisa dipahami. Yang jelas, seharian melakukan puasa, baik setengah hari atau penuh, lalu sholat berjamaah pada malam hari. Pergi sholat tarawih gemruduk bersama teman-teman sebaya sambil membawa buku absensi Ramadhan.
Dahulu, buku itu dibeli dengan harga seribu atau dua ribu. Kemudian harus diisikan dengan tanda tangan imam sholat atau orang tua.
Ada kolom sholat Jum’at, sholat tarawih, tadarus dan beberapa kolom lain. Pada bagian terakhir buku, terdapat kolom tanda tangan saudara ketika hari raya Idul Fitri.
Hendra mengatakan bahwa ketika kecil hat itu lumrah dilakukan. Teman-teman yang berbeda sekolah juga memiliki buku yang sama. Tak jarang juga dia memalsukan tanda tangan orang tua. Alasannya, tidak setiap hari dia rutin melakukan aktivitas.
“Kadang juga memilih main saja bareng teman-teman. Kakakku sering ngajak bersepeda, jalan-jalan sambil main mercon,” kata Hendra.
Ketika dewasa ini, sholat tarawih agak terganggu ketika banyak sekali anak kecil yang tidak khusyuk. Malahan, lebih banyak bermain dan bercanda. Bahkan, terkadang ada yang berteriak tidak jelas. Sangat ngawur. Namun, bukankah kita pun dulu pernah melakukannya? Hehehe~
Sholat tarawih sambil senggol-senggolan dengan teman. Lalu tertawa-tawa di tengah rakaat. Ada yang berteriak tak jelas saat imam membaca ayat terakhir Al-Fatihah. Ada yang ngilikithik dlemek’an kaki teman saat sujud.
Ada yang membuka sarung teman. Ada yang mengambil kupluk atau peci lalu disembunyikan. Ada pula yang duduk-duduk saja menunggu sholat tarawih selesai lalu buru-buru minta tanda tangan imam. Bahkan, masih ada banyak lagi yang lainnya.
“Kan ada bapak ibu yang ikut sholat juga, kadang mlipir-mlipir trus main aja sama teman-teman,” katanya.
Tidak berhenti pada saat sholat tarawih saja. Ada juga lho perkara unik saat tadarusan. Misalnya mengganggu teman yang membaca dengan guyonan. Ada yang membaca satu ayat atau satu baris lalu tidur.
Tentu saja tidur menunggu kiriman takjil bagi peserta tadarus. Ada yang belum giliran membaca, makanan datang lalu mengambilnya dan langsung pulang. Yap, opportunis sejak dini. Hehehe~
Mungkin, bagi sebagian orang hal itu cukup mengganggu. Terlebih ketika kita sedang berada di tengah-tengah sholat. Namun, apakah anak-anak itu merasa demikian? Mungkin sah-sah saja jika mereka belum tahu dan paham betul. Hanya saja, kita sebagai orang dewasa harus mampu bersikap dengan bijaksana.
Seperti halnya quote seorang pemimpin besar dari Turki, Sultan Muhammad Al-Fatih. Dia merupakan seorang hebat yang pernah menakhlukan Konstantinopel. Lalu, dia diangkat menjadi seorang pemimpin Islam yang besar kala itu.
“Jika kalian tidak lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di antara shaf-shaf sholat di masjid-masjid. Waspadalah. Maka sesungguhnya takutlah kalian akan kejatuhan generasi muda kalian.”