Bulan Februari tak bisa dilepaskan dari kata cinta atau kasih sayang. Angka 14 di bulan terpendek Masehi ini begitu spesial. Tanggal tersebut memang sebuah moment bagi setiap pasangan. Terlebih lagi bagi para kawula muda.
Cinta yang bersemi di dada begitu hangat-hangatnya. Namun, bagaimana dengan para jomblo yang menikmati cinta secara independent?
Bagi Nabsky yang sedang tidak memiliki pasangan tidak perlu khawatir. Masih banyak usaha yang bisa dilakukan. Bulan Februari bisa dijadikan sebagai moment untuk memahami dan memaknai cinta itu sendiri.
Menikmati hari kasih sayang dengan buku bacaan? Tentu sah-sah saja. Jika kita memang mencintai membaca, tidak salah kan memanfaatkan hari kasih sayang dengan buku?
Buku bacaan memang sangat banyak. Tema percintaan pun termasuk yang paling digemari generasi milenials. Ada satu buku yang sangat mendalam membahas tema ini. Namun, tidak dengan kisah percintaan yang begitu hangat. Melainkan sebuah kerinduan yang amat mendalam.
Layla, Seribu Malam Tanpamu bisa menjadi teman bercinta di bulan ini. Buku ini adalah sebuah novel tasawuf karya Candra Malik. Buku ini terbit pertama pada April 2017.
Berkisah tentang Wallaili Wannahar yang sedang belajar ilmu tasawuf pada seorang mursyid. Hal ini dia lakukan sebagai bentuk cintanya kepada Tuhan. Namun di tengah pengembaraan spiritualnya, dia merasa jatuh cinta terhadap seorang gadis misterius. Gadis cantik yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Bahkan, dia tidak memiliki kesempatan untuk mengenalnya.
Sejak pertama berjumpa, pemuda yang akrab disapa Lail itu terus penasaran. Perjumpaan itu pun hanya sekadar melihat sosok gadis pujaannya sekelebat. Rasa penasaran itu menggumpal menjadi rindu yang begitu berat. Selama mengembara di dunia tasawuf, bayangan gadis itu terus menemaninya. Tanpa satu pentunjuk pun tentang gadis dambaannya.
“Ada aku di bola matamu, dan niscaya ada kamu pula di bola mataku. Mendekatlah, Layla, lebih dekat lagi, agar kita bisa menghirup udara yang sama dengan nafas yang saling memompa. Hiruplah yang kuembus, kuhirup yang kamu embus.” bunyi salah satu paragraf dalam sub judul Majnun dalam Novel Layla.
Rasa rindu yang mengaliri darah Lail pun membawa perjalanan cintanya menuju kemakrifatan. Rindu yang kian lama dia semayamkan kian menyadarkannya. Bahwa rindu inilah wujud sebenar-benarnya cinta.
“Siang tak pernah bertemu dengan malam. Yang satu selalu pergi ketika yang satu datang,” penggalan dialog Kiai Tjokro, salah satu tokoh dalam novel Layla.
Seperti itulah rindu, sebagai wujud cinta yang makrifat. Terdapat rasa ingin untuk berjuma, tapi tidak bisa. Terdapat rasa ingin bersatu, tapi tak pernah bertemu. Namun, kedua-duanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Seperti itulah puncak dari rasa cinta, yaitu kerinduan akan perjumpaan. Menikmati kerinduan yang mendalam sebagai nilai makrifat dalam menjalani cinta. Bukankah rasa cinta terhadap tuhan berlandaskan rasa rindu kita untuk berjumpa dengan-Nya?
“Layla tak menceritakan melodrama sejoli yang jatuh cinta, melainkan semacam pengantar bagi pembaca untuk memahami ragam cinta beserta konsekuensinya,” menurut K.H Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Republik Indonesia.
Bagi penikmat cinta independent, bulan Februari bukanlah bulan yang skaral. Anggaplah bulan ini hanya bersifat momentum saja. Tetaplah bersemangat. Persiapkan diri untuk menjadi lebih baik lagi.
Nah, bagi nabsky-nabsky yang jomblo tidak perlu khawatir. Jadikan saja bulan Februari ini sebagai momen untuk menikmati rindu yang semakin sesak. Pada nantinya, ledakan rindu itu akan menciptakan cinta yang amat dahsyat. Seperti ledakan big bang yang menciptakan dunia dan kehidupan.