Lahan sempit di rumah sendiri bisa dimanfaatkan untuk menanam. Dengan konsep urban farming, pekarangan atau bahkan sudut rumah yang sempit bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian mandiri.
Urban farming merupakan konsep menanam dengan memanfaatkan lahan sempit di rumah sendiri. Alih-alih menggunakan lahan pertanian yang luas, urban farming bisa dilakukan di perkarangan atau halaman belakang rumah.
Bagi masyarakat perkotaan, urban farming merupakan salah satu dari bagian gaya hidup sehat. Dengan menanam secara mandiri lewat urban farming, masyarakat yang tinggal di perkotaan bisa memproduksi bahan pangan untuk dimakan sendiri.
Tim Jurnaba.co sempat berbincang dengan salah satu pegiat urban farming di Bojonegoro. Dia adalah Achmad Syakir. Pemuda berusia 27 tahun tersebut mencoba menerapkan konsep urban farming sejak 2018 lalu.
Menurut Syakir, urban farming tak sekadar untuk gegayaan. Jika dilakukan dengan tepat dan serius, kegiatan tersebut punya beragam manfaat yang positif.
“Menanam di rumah sendiri bisa jadi kegiatan yang rekreatif dan menyenangkan. Apalagi ketika ada sayuran atau buah yang bisa dipanen. Bahagia banget rasanya,” ujar Syakir.
Salah satu kendala awal yang mungkin dihadapi oleh masyarakat yang baru akan memulai urban farming adalah memilih tanaman yang tepat. Untuk itu, Syakir memberi saran mengenai tanaman yang tepat bagi orang-orang yang ingin memulai urban farming.
“Jika tak memiliki pekarangan yang luas, sebaiknya memilih tanaman yang bisa tumbuh di pot. Contohnya cabai dan tomat. Keduanya bisa berbuah meski ditanam dalam pot,” katanya.
Cabai adalah tanaman pertama yang coba ditumbuhkan oleh Syakir. Setelah berhasil, dia mencoba jenis tanaman-tanaman lain. Seperti kucai, lidah buaya, kemangi, murbei, hingga terong.
Jenis tanaman untuk urban farming tentu sangat beragam. Dari sayuran, hingga buah-buahan. Namun, kita harus bisa menentukan jenis tanaman yang tepat dan sesuai dengan kondisi tempat tinggal.
Tomat dan cabai bisa jadi pilihan terbaik untuk memulai urban farming. Keduanya jadi tanaman yang mudah tumbuh di lahan yang sempit. Dalam kurun waktu 2-3 bulan, tanaman atau pohon tomat dan cabai sudah bisa dipanen.
Selain tomat dan cabai, ada beberapa jenis tanaman lain yang cocok dipilih untuk memulai urban farming. Contohnya adalah kucai, sawi, bayam, atau kemangi. Itu adalah jenis tanaman yang nantinya bisa dikonsumsi.
Jika memiliki lahan dalam bentuk tanah yang lumayan luas, menanam umbi-umbian bisa jadi pilihan. Contohnya seperti singkong dan ketela.
Hal yang tak kalah penting pula adalah memastikan asupan sinar matahari dan siraman air. Sinar matahari serta air jadi hal yang tak boleh dilupakan. Memastikan tanaman terkena sinar matahari dan siraman air adalah hal wajib.
Urban farming memang jadi bagian gaya hidup yang terpisahkan dari masyarakat perkotaan. Popularitasnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Tak perlu heran jika di masa mendatang, urban farming jadi tren yang digandrungi berbagai kalangan.
Bagaimana, Nabsky? Tertarik untuk mencoba urban farming di rumah sendiri?