Branding warna hijau harus dilakukan secara simbol maupun substansi. Artinya, tak hanya tembok yang dicat, reboisasi juga harus digalakkan.
Menanggapi isu lingkungan, Kabupaten Bojonegoro turut andil dan turun tangan. Terbukti dengan adanya reboisasi di berbagai tempat. Perlu diingat, reboisasi adalah penghijauan kembali. Penghijauan ini dilakukan oleh pemerintah setempat.
Misalnya Jembatan Sosrodilogo, gerbang masuk Rumah Sakit Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo dan stadion H. Letjen Sudirman. Tempat tersebut berada di wilayah Kecamatan Kota Bojonegoro dan mulai digencarkan penghijauan.
Penghijauan tidak hanya dilakukan di wilayah kota. Wilayah kecamatan dan desa-desa pun turut dihijaukan. Tentu saja hal ini merupakan kepedulian pemerintah terhadap lingkungan. Memang belum semuanya, reboisasi masih dalam tahap penghijauan gapura saja.
Pada masa lampau, Bojonegoro terkenal dengan hutan jati. Sebagian luas wilayah Bojonegoro merupakan lahan pertanian dan hutan. Hal tersebut mengesankan bahwa warna hijau memang paling cocok untuk brand Bojonegoro.
Saat ini, lahan hutan jati di Bojonegoro sudah jauh berkurang. Untuk itu, perlu adanya upaya nyata dari pemerintah dan masyarakat. Penghijauan, mau tidak mau, harus dilakukan. Reboisasi adalah upaya nyata dalam perbaikan kondisi lingkungan. Berbagai kerusakan yang disebabkan manusia perlu diatasi.
Penghijauan bukan hanya sebagai aksi nyata Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Ini juga sebagai bentuk dalam membranding kota. City Branding melalui warna memang tepat bagi Kabupaten Bojonegoro. Hal ini sesuai dengan masa lalu Bojonegoro.
Dahulu, Bojonegoro merupakan tanah Rajekwesi yang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit. Setelah runtuhnya Majapahit, Rajekwesi menjadi bagian dari kerajaan Mataram. Mengapa demikian? Karena penghijauan merupakan brand kota ini.
Konon, Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati yang sakti mandraguna. Kemampuan itu dia peroleh dengan cara menikahi Nyi Roro Kidul. Kanjeng Ratu Kidul begitu menyukai warna hijau. Oleh karena itu, Bojonegoro membranding wilayah dengan penghijauan. Sesuai dengan warna kesukaan Kanjeng Ratu Kidul.
Ingatkah kamu tentang masyarakat Atlantis? Dalam sebuah forum diskusi Maiyah, terdapat anggapan bahwa peradaban Atlantis berada di bawah Pulau Jawa.
Diceritakan bahwa Atlantis hilang karena banjir besar dan tertimbunnya laut. Diskusi tersebut mencoba menghubungkan-hubungkan secara cocoklogi. Hasilnya, mengarah pada dugaan bahwa Kerajaan Nyi Roro Kidul merupakan peradaban Atlantis yang hilang. Sebenarnya tidak hilang. Tapi tidak ada yang tahu.
Jika benar branding Bojonegoro melalui penghijauan karena bagian dari kisah tersebut, maka kemunculan masyarakat Atlantis bisa saja berawal dari Bojonegoro. Serupa dengan wacana munculnya Dajjal dari Segitiga Bermuda. Hmmm ~
Branding Melalui Warna
Membranding sebuah wilayah dengan pewarnaan sempat dilakukan. Beberapa kali pemimpin negeri ini melakukannya. Misalnya pada masa Orde Baru. Membranding negara dilakukan dengan pewarnaan sejumlah fasilitas publik. Hijau dan kuning. Keduanya mewakili militer dan partai penguasa saat itu.
Membranding melalui pewarnaan sangat mudah. Misalnya Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang. Kampung ini begitu terkenal dan menjadi bagian dari destinasi wisata Kota Malang. Tidak perlu menunggu aksi nyata pemerintah. Cukup mahasiswa-mahasiswi KKN yang bertindak. Bahkan, sudah banyak destinasi wisata yang meniru Jodipan.
Penghijauan Bojonegoro perlu dicermati secara detail. Branding warna hijau haruslah tepat pada porsinya. Reboisasi atau penghijaun memang perlu dilakukan. Pasalnya, Bojonegoro memililik area pertanian dan kehutanan yang cukup luas. Area tersebut memang harus dihijaukan.
Penghijauan yang hanya sekadar wana hampir tak ada manfaat bagi lingkungan. Sama halnya dengan rumput lapangan kering yang dicat kembali dengan warna hijau. Seperti yang pernah dilakukan negara tetangga. Hanya penampakannya saja yang berubah. Siklus alam masih tetap sama. Kering.
Penghijauan haruslah secara benar dan tepat. Penghijauan secara alami akan bermanfaat besar. Hijaunya alam akan membuahkan hasil pangan. Tanaman dan pepohonan berfontosintesis untuk menghasilkan buah. Selain itu, alam yang hijau akan meningkatkan kualitas udara kota.
Dengan penghijauan yang alami, hasil pertanian dan kehutanan akan semakin berlimpah. Kota Bojonegoro semakin produktif. Jika demikian, masyarakat Bojonegoro akan semakin energik dalam berkarya. Sesuai dengan branding Pemkab Bojonegoro saat ini yakni Produktif dan Energik.