Bagi kaum Jamiyyah Ahlu Qohwah Wa Sunniah atau perkumpulan orang-orang yang suka ngopi plus sunni atau nyusu geni atau ngerokok, warung ini begitu familiar.
Bengawan Solo, dari dulu hingga sekarang tentu ada yang berbeda. Disamping tetap menjadi pusat perhatian saban insan, bengawan Solo juga mengalami perubahan. Dulu sungai terpanjang di Jawa tersebut menjelma serupa keramaian jalan raya zaman now. Bedanya, kalau di era Industri 4.0, Bengawan Solo sepi tapi ramai sampah dan penambang liar.
Jalur transportasi bergeser ke darat. Daratan sekarang ramai, bahkan kemriyek karena bangunan-bangunan pencakar langit, lahan pertanian yang disulap menjadi pabrik, banyaknya penggunan kendaraan pribadi, dan lain-lain.
Memang benar apa yang terdapat dalam lirik Republik Sulap-nya Tony Q. Rastafara. “Aku lahir di negeri sulap, aku besar di Republik Sulap, negerinya para pakar pesulap, suka menyulap apa saja, dari nggak ada hingga diada-ada, dari yang ada hingga tiada..” gambarannya gitu sih.
Kondisi bengawan Solo, tak bisa lepas dari kebijakan diambil pemerintah. Kok iso leh? Yo iso leh, di bawah pemerintahan yang sah, Bengawan Solo bisa disulap jadi sungai indah nan ikonik dalam sebuah kota. Sebaliknya, bisa juga dibahno (ora diurusi).
Begitupun pernak-pernik yang ada di sekitar sungai Bengawan Solo. Jembatan Kali Ketek (lama) misalnya, yang menjadi saksi bisu pertempuran Tentara Genie Pelajar (TGP) dengan penjajah.
Padahal itu salah satu dari beberapa cagar budaya yang ada di Kabupaten Bojonegoro loh Nabs, namun kondisinya ya gitu lah. Beberapa tahun yang lalu ada wacana, kalau di atas jembatan tersebut mau dimanfaatkan sebagai tempat wisata kuliner. Namun hingga sekarang, masih gitu-gitu saja, tapi kita masih bisa mancing di sana kok. hehehe
Ngomong-ngomong soal Bengawan Solo, ada sebuah tempat nyangkruk yang oke banget. Semilir angin bengawan akan menyapa dengan sendirinya. Sembari menikmati secangkir kopi, es teh, gorengan, dan lain-lain.
Dengan mode nggayer-nggayer karena semilir angin, kamu akan disuguhi pemandangan alami seperti aliran sungai dan pemandangan buatan seperti lalu-lintas perahu.
Yups, orang-orang yang berprofesi sebagai driver perahu tentu pahala juga mengalir deras kepadanya. Mengigat, biasanya yang menyebrang adalah anak-anak sekolah atau madrasah yang mau tholabulilmi, pastilah mereka kecipratan pahala laku jihad dalam rangka mencari ilmu.
Selain itu, ketika kita mau mempererat tali silaturahim, ke rumah do’i, mertua, atau kawan sepermainan, driver perahu itu sebagai perantara penyampai rasa cintamu pada do’i, menjenguk mertua, atau sekadar berkunjung ke rumah kawan yang berada di daerah sebrang dalam rangka mempererat tali silaturahim.
Dinamika sosiologi dan antropolgi bisa kamu nikmati di warung one and only Pak Kamto. Pemiliknya, Kamto E atau Pak Kamto tergolong orang yang lucu sekali. Beliau suka nempel-nempelin tulisan lucu dan slogan unik di tembok warungnya. Jika nabsky lagi nongski di sana, jangan lupa baca tulisan lucu itu.
Warung Pak Kamto, bagi penduduk asli maupun pendatang di sebuah daerah yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini, sudah tak asing lagi. Apalagi bagi kaum Jamiyyah Ahlu Qohwah Wa Sunniah atau perkumpulan orang-orang yang suka ngopi plus sunni/nyusu geni/ngerokok warung tersebut begitu familiar dan terngiang di kepala. Juga geng pengangsu kaweruh alam raya illegal, alias pembolos sekolah, sesekali juga bisa kamu temui.
Menjadi jujukan lintas generasi, warung itu mengikuti perubahan zaman. Misalnya kamu bisa wifian sampek kasoh, mendengarkan musik, dan upadate informasi terkini tentang segala sesuatu bisa diperoleh dari warung itu. Bisa juga, apabila kawan-kawan kamu yang berada di luar kota kemudian main ke Bojonegoro, bisa diajak ke warung Pak Kamto.
Itulah sedikit gambaran tentang Warung Pak Kamto, dimana menurut Mbah Google berada di Taman Bengawan Solo (TBS) tepatnya di Jl. Kh. Mansyur No.161, Bojonegoro, Ledok Wetan, Kec. Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur 62112.
Di pintu gerbang, kamu akan disambut dua kepala naga berwarna hitam yang seolah-olah menyambut dan mengucapkan sugeng rawuh. Juga terdapat informasi yang disajikan secara menarik di website Warung Pak Kamto. Apabila kamu berkunjung ke warung itu, selain ngopi (minuman) juga ada makanan yang ditawarkan.
Hidangan bisa dinikmati duduk sama rendah bersama kawan-kawan atau bisa juga berdiri tidak sama tinggi, maksudnya ada yang ngopi sambil duduk atau lesehan dan duduk di tempat yang lebih tinggi seperti di kursi-kursi yang tersedia di sana.
Baik Nabs, buktikanlah sendiri sensasi menikmati secangkir kopi plus ngudud, berdialektika bersama kawan, dan menikmati semilir bengawan yang kenikmatannya tidak terbantahkan. Saya ulangi lagi, buat penekanan namun dalam bahasa yang berbeda, untuk meyakinkan pembaca di manapun berada.
Nyangkruk, plus mimik kopi dan ngudud di Warung Pak Kamto yang menjelma sebagai tempat penelanjangan identitas sembari menikmati pemandangan bengawan Solo, beh….suejuuuk…..Yen kurang percoyo, sila dicoba sendiri. Semoga tulisan ini bisa mengobati rasa kangen nyangkruk di beberapa warung kopi, khususnya berada di Bojonegoronesia.
Mari ongko siji yaiku loro
Mari ongko papat yaiku limo
Yen sliramu dolan Bojonegoro
Ojo lali mampir ing Warung Pak Kamto