Dalam hidup, ada saat kita harus men-treatmen sesuatu seperti kentut. Yang mana, saat kau melepasnya pun, biasa saja.
Hari ini, Minggu (11/8/2019) bertepatan dengan momen bersejarah. Hari di mana sebuah pengorbanan besar harus dipelajari. Kamu tidak harus meniru peristiwa tersebut. Esensi dari ikhlas itulah yang harus kamu pelajari. Salah satu caranya adalah dengan berkurban.
“NGKO LAK ENEK SENG GAWE STATUS “KURBAN PERASAAN”. DELOK AE,” tulis akun twitter @sssumukkk tepat pada perayaan Hari Raya Idul Adha (11/8/2019).
Istilah “korban perasaan” memang kerap muncul saat hari raya kurban. Entah di media sosial atau dialog sehari-hari. Istilah tersebut sering menjadi bumbu candaan dalam momen ini. Sehingga, saat ini candaan itu sudah sangat membosankan.
Namun, istilah “korban perasaan” bukanlah ucapan angin lalu belaka. Jauh dalam hati, pengucapan tersebut mengandung unsur curahan hati sang pengucap. Bagaimana tidak, mengorbankan perasaan merupakan tindakan yang ekstrem. Sangat mudah diucapkan, tetapi begitu sulit diterapkan.
Sejarah awal hari besar umat Islam ini begitu dramatis. Tentu sarat akan nilai ketuhanan pula. Dikisahkan, bapak para nabi, Ibrahim AS hendak menyembelih putranya, Ismail AS. Itu dia lakukan atas perintah Allah SWT.
Bagaimana mungkin seorang Ayah tega menyembelih anak sendiri? Tanpa rasa ikhlas yang tinggi, tidak akan ada yang mampu melakukannya. Butuh pencapaian spiritual dan kesadaran di atas manusia normal. Oleh karena itu, Ibrahim AS pun (mencoba) berani malakukannya.
Benar nyatanya. Karena rasa ikhlas yang mendalam, Allah kemudian menggantikan Ismail yang hendak disembelih menjadi domba. Dari situlah muncul kewajiban bagi umat Islam untuk berkurban. Tepatnya setiap tanggal 10 Dzulhijah dalam kalender Hijriyah.
Lalu, bagaimana dengan mengorbankan perasaan? Ini bukan sebuah candaan. Beberapa orang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang serius. Untuk urusan perasaan, tak sedikit yang menderita. Karena itu, perasaan harus managed dengan baik. Kuncinya ada pada rasa ikhlas yang harus dipelajari.
Misalnya, kamu harus mengorbankan perasaanmu demi orang yang kamu cintai. Membiarkan dia bersama orang lain, itu termasuk berkorban. Bukan berkorban untuk menderita, tetapi untuk belajar ikhlas. Kamu harus mengikhlaskan dia mendapat kehabagiannya. Meski bukan bersamamu.
Kamu harus paham keadaannya. Jika kamu benar mencintainya, belajarlah ikhlas untuk melepasnya. Korbankan perasaan dan egomu agar dia bahagia. Jika kamu mau belajar untuk ikhlas, rasa berkorban itu akan hilang.
“Jika kamu merasa berkorban, saat itu cintamu mulai pudar.”
Kalimat dari Dalang Jancuk Sudjiwo Tedjo begitu adanya. Jangan hanya dipahami secara gamblang. Kalimat tersebut memiliki makna yang begitu mendalam. Melalui sisi spiritual, kalimat tersebut bisa dibaca cinta sebagai rasa ikhlas.
Kamu harus ingat, dalam hidup, ada saat kita men-treatmen sesuatu seperti kentut. Yang mana, saat kau melepasnya pun, biasa saja. Jangan diingat-ingat. Karena, saat tak dilepas, bisa jadi, dia bikin mencret kehidupanmu.
Mereka yang membuatmu terluka (andai benar begitu adanya), jangan diberi kesempatan untuk terus membanggakan apa yang dia perbuat. Cukup perlakukan dia seperti kentut. Yang datang dan perginya pun, kadang tak begitu kau perhatikan.
Sebab, jika kau beri perhatian, kentut bisa membanggakan dirinya menjadi penyakit maq dan lambung. Karena itu, cukup perlakukan dia seperti kentut.
Cinta beda dengan kentut. Cinta tanpa embel-embel dampak buruk. Tidak ada yang namanya berkorban. Rasa berkorban tidak berada di dalam konteks cinta. Itu ada di dalam konteks matematika. Jika kamu merasa cinta, ikhlaskan segalanya. Hilangkan rasa berkorban.
Kamu harus ikhlas jika orang yang kamu cintai lebih memilih bersama orang lain. Kamu juga harus ikhlas menerima takdir. Misalnya ikhlas mendapatkan apa pun yang tidak sesuai keinginanmu. Siapa tahu itulah yang sebenarnya kamu butuhkan.
Memang tidak mudah dijalani, tetapi harus dihadapi. Itulah momen kamu harus belajar ikhlas. Dalam konteks yang jauh lebih tinggi, mencintai tuhan adalah menerima dengan ikhlas segala ketetapanNya.