Pagi tadi, seorang teman mengirimi saya sebuah berita dari koran lokal. Berita tentang rencana Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mendepositokan sisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau SiLPA tahun 2019. Dalam beritanya, belum jelas ke mana sisa anggaran itu akan didepositokan.
Hal yang menjadi pasti, ke mana pun SiLPA 2019 Kabupaten Bojonegoro itu didepositokan, akan menjadi darah segar bagi bank yang terpilih. Pasalnya, bank akan mendapat uang besar untuk diputar, dijilat, terus dicelupin.
Tidak perlu bertahun-tahun untuk mengembangkan uang itu. Meski hanya sehari, bank sudah bisa menjadikan sisa anggaran Bojonegoro itu beranak pinak. Hah? Kok bisa?
Jadi begini lho.
Mungkin tuan-puan tahu bahwa bank punya program kredit usaha, kredit rumah, dan lain sebagainya. Produk-produk bank ini sangat akrab di telinga Anda-Anda para penyicil bukan? Kaum penikmat kreditan. Termasuk saya. Hehe~
Nasabah peminjam harus membayar bunga kredit jenis ini dengan kisaran 9 – 15 persen. Minjamnya sih enak. Bayarnya pasti nyekik banget ya kan. Kalau kata ustadz di mushola pinggir rumah saya, itulah kenapa riba haram. Karena suka mencekik orang. Xixixi.
Ada juga lho cara bank memutar uang yang jumlahnya besar. Biasanya ini berupa transaksi antar bank. Namanya interbank call money, atau overnight call money. Hanya dengan hitungan hari, maksimal tujuh hari, bank sudah mendapatkan cuan berlipat.
Cara ini mungkin belum familiar ya. Karena memang transaksinya antar bank. Bank yang punya banyak uang dengan bank yang kalah kredit. Intinya tetap pada bunga. Bank dapat uang dari bunga.
Nah, dari cuan itulah, antara lain, bunga deposito berasal. Jadi kaya injit-injit semut ya. Begitulah lingkaran apinya. Hiya hiyaaa.
Persoalan untung-rugi ini mengingatkan saya akan sebuah tweet dari akun yang cukup terkenal di dunia pertwitteran di Indonesia, @ryuhasan, yang di dalam informasi akunnya ditulis sebagai Neosurgeon.
Satu ketika di penghujung 2019, dia pernah menulis begini,
“Kehidupan itu permainan impas2an, kalo ada yg beruntung mendapatkan sesuatu maka ada pihak lain yang tidak beruntung atau bahkan kehilangan. Kalau misal saya dapat uang sejuta pagi ini tentu saja ada pihak (bisa satu bedes, bisa lebih) yg (kalo ditotal) kehilangan sejuta.”
Saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Ryu Hasan bahwa dunia ini memang berjalan dengan impas-impasan. Jika ada yang menang, maka tentu saja ada yang kalah. Jika ada yang untung, maka tentu saja ada yang rugi. Di sisi ini, siapa yang dirugikan?
Mari simpan dulu pertanyaan tentang siapa yang dirugikan dan kembali lagi pada persoalan APBD Bojonegoro. Anggaran-Pendapatan-dan-Belanja-Daerah. Apa sih APBD itu?
Kalau kata peraturannya sih begini, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
Ketika masa pembahasan untuk menetapkan APBD tersebut, tentu melibatkan para ahli. Sehingga APBD bukan sekadar oret-oretan semata. APBD berisi tentang perencanaan yang terukur, terperinci, terjadwal, dan sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah. Semua sudah dihitung dan dipertimbangkan secara matang oleh ahli-ahli di bidangnya.
Kalau di dalam politik sih, kami bilang anggaran adalah soal berapa banyak uang dan digunakan untuk apa uang tersebut. Nah, pemerintah punya namanya skala prioritas, yakni apa-apa saja yang jadi perhatiannya selama satu tahun ke depan.
Logika sederhananya, skala prioritas itu adalah isu-isu yang diangkat selama masa kampanye pemerintah daerah, dan mestinya perhatian tersebut dijabarkan di dalam program kerja dan tentu saja diikuti dengan pembiayaan.
Baca juga: Bangun Bojonegoro Jadi Kota Seribu Taman
Mengalokasikan sejumlah anggaran untuk program kerja dan rencana yang sudah disusun. Tugas selanjutnya adalah menetapkan besaran alokasi anggaran yang diberikan pada masing-masing bidang. Tentu saja pemerintah sudah punya ahli-ahli untuk memperhitungkan semua itu, sehingga APBD dapat terserap maksimal sesuai dengan rencana.
“Nih 20% buat pendidikan. Habiskan ya, perbaiki bangunan sekolah, belanja buku buat anak-anak, kasih alat praktek biar nggak ngawang aja belajarnya. Nih 20% buat kesehatan, tingkatin tuh pelayanannya puskesmas dan polindes. Bikin program buat ibu-ibu hamil biar angka kematian ibu dan anak berkurang,” misalkan saja si ibu bilang begitu sama anak-anaknya. Itu cermin dari perhatian yang paling nyata.
Baca juga: Kesiapan Kabupaten Bojonegoro dalam Menghadapi Potensi Banjir 2020
Pertanyaan selanjutnya, dari mana APBD berasal? Akan jadi satu makalah panjang kalau saya tulis di sini secara rinci, yang saya yakin akan membuat kalian capek membaca. Intinya, salah satu sumber APBD adalah pajak dan retribusi.
Iya, wan-kawan, pajak yang kalian semua bayarkan untuk segala tetek-bengek hidup ini. Pajak motor, pajak penghasilan, bea-cukai sak sembarang kalire. Hehe~
Bagaimana jika APBD tidak terserap sempurna yang menyebabkan adanya sisa anggaran? Dalam undang-undang, ada namanya ‘Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah’ atau SiLPA. Ada SiLPA, ada juga SILPA. Kali ini yang kita bahas adalah SiLPA dengan i kecil.
Sisa inilah yang kemudian dijadikan sumber pembiayaan daerah untuk tahun anggaran selanjutnya.
Dalam kasus terjadinya kelebihan APBN, pada tahun 2011 Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pernah mengatakan bahwa, “Kalau tidak habis dalam setahun, maka dia menjadi SiLPa dan dana itu tak bisa digunakan lagi untuk pembangunan, apalagi didepositokan.” Ini dikutip dari artikel yang diterbitkan di republika.co.id (19/4/11).
Lha, terus bagaimana dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang akan mendepositokan SiLPA-nya? Apakah aturannya sudah berubah? Atau gimana ini sodara-sodara? Saya ikut bingung.
Teman saya, yang tadi saya ceritakan di awal, dengan gemasnya bercerita pada saya, “Bank butuh uang, senyum-senyum aja terima uang rakyat dalam bentuk SiLPA APBD itu. Lalu uang itu dipinjamkan ke rakyat, rakyat harus bayar bunga. Sebagai imbalannya, bank ngasih persenan dari bunga itu ke Pemkab buat bangun Bojonegoro.”
Apakah sistem pemerintah kita sudah mengadopsi cara kerja rentenir untuk mendapatkan PAD? Dana tidak diserap dengan baik saja, bagi saya, adalah satu kegagalan merencanakan, dan ini harus mendapatkan evaluasi. Lha ini, pagi ini saya justru dengar pemerintah mau mendepositokan uangnya. Apa-apaan ini semua?
Dan, setelah ini kalian masih mau menuntut penjelasan soal siapa yang dirugikan pada saya. Lelucon macam apa ini?
Tapi kabar baiknya adalah, kita masih bisa ngopi adem ayem sepanjang hari. Pendapatan kita masih stabil ya kan. Meskipun stabil di angka kecil. Atau malah stabil nggak jelasnya. Disyukuri aja ya.