Ramadhan tahun ini terasa berbeda bukan hanya karena corona. Tapi juga perubahan iklim yang amat terasa. Lalu, apa hubungan ketiganya?
Ucap syukur pada Tuhan yang Maha Esa, telah memperjumpakan kita pada Ramadhan. Walau gegap gempitanya berbeda, namun esensinya sama. Ramadhan, kedatangannya, ada yang merasakan dan ada yang tidak.
Ya, hampir sama dengan rasa cinta lah Nabs, cinta yang datang dengan sendirinya tanpa diundang yang mak jleb bersemayam di sanubari.
Namun kehadiran Ramadhan bisa kita tengeri lewat iklan di tv, ucapan selamat menunaikan ibadah puasa yang berjibun dari organisasi, aparat negara, tempat belanja, rumah ibadah, dan sebagainya.
Hal tersebut bisa dijadikan sebagai alerta! kalau memasuki bulan suci. Pernahkah Nabsky merenung? Kira-kira apa yang datangnya tidak begitu kentara namun dampaknya luar biasa? Yups, salah satunya climate change.
Pada 2020 bertepatan pada bulan suci Ramadhan 1441 H, dalam skala global kondisi Ramadhan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya wabilkhusus di Indonesia.
Pertemuan yang dibatasi, karantina wilayah, dan poster-poster tentang jihad melawan virus corona bisa ditemui di beberapa titik dari skala global hingga desa-desa. Tentu untuk kebaikan bersama. Namun sebelum virus corona menyerang, entah kita sadari atau tidak perubahan iklim/climate change telah menyerang bumi kita tercinta.
Nabsky tidak asing lagi ketika melihat fenomena kutub utara maupun selatan yang mencair baik pemberitaan yang bersumber dari media cetak, online, dan lisan seperti omongan tetangga. Beberapa penyebab kutub utara dan selatan mencair karena panasnya suhu di planet bumi.
Banyak sekali fenomena yang terjadi akibat perubahan iklim selain mencairnya kutub utara dan selatan seperti naiknya air di permukaan laut. Yang dampaknya bisa dirasakan orang-orang yang beraktivitas di samudera seperti nelayan dan pelaut.
Nek jaman mbiyen, alam iso digawe tengeran/titenan. Misale nek wayahe ulan Desember, banyu melimpah ruah kadang-kadang nganti banjir, mergane enek sing muni nek Desember iku akronim soko gede-gedene sumber (Desember).
Wayahe ulan iki panen, ulan iki tandur, iso dititeni. Ngko nek enek tondo lintang nak langit ape enek peristiwa, tanggal iki gelombang air laut bersahabat cocok kanggo golek iwak.
Nah, kalau sekarang pripun, Nabs? Paragraf sing nak duwur iku beberapa contoh akibat perubahan iklim.
Menurut KBBI V daring, iklim adalah keadaan hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) dalam jangka waktu yang agak lama (30 tahun) di suatu daerah.
Sedangkan cuaca merupakan keadaan udara (tentang suhu, cahaya, matahari, kelembapan, kecepatan angin, dan sebagainya) pada suatu tempat tertentu dengan jangka waktu terbatas. Contohnya cuaca di Desa Klangon hari ini mendung, namun cuaca di Desa Campurejo terang.
Di Kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi. Dampak perubahan iklim sudah terasa. Seperti panasnya temperatur/suhu di Bojonegoro, jadwal panen padi yang tidak menentu, dan sebagainya.
Perubahan iklim erat kaitannya dengan kenaikan temperatur permukaan bumi yang terjadi karena peningkatan emisi karbon dioksida, gas rumah kaca, dan lain-lain.
Gas Rumah Kaca merupakan gas dalam atmosfer yang menjebak panas, terdiri atas karbon dioksida, metana, dan klorofuorokarbon (KBBI V Daring).
Beberapa penyebab terjadinya perubahan iklim antara lain aktivitas manusia seperti industrialisasi yang tidak mengindahkan etika lingkungan dan penggunaan bahan bakar yang berlebih.
Beragam upaya bisa dilakukan untuk meminimalisir perubahan iklim seperti menggunakan sepeda di waktu tertentu, tidak melakukan pembakaran hutan, membuang sampah pada tempatnya, mengurangi kebergantungan pada plastik, dan mencoba untuk memahami isu perubahan lingkungan dari berbagai sumber serta berani menyuarakannya.
Beberapa sumber rujukan dalam menulis perubahan iklim seperti Climate Watch Data, Indonesia Climate Watch Data, Wolfram Alpha, dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Iklim cakupannya lebih luas. Dan seyogianya perhatian terhadap isu perubahan iklim dan upaya untuk mencari solusi bak perhatian pembaca kepada belahan jiwanya. Yups, perlu disuarakan kemudian dibahas bersama untuk meminimalisir dan mencari solusi dari fenomena global tersebut.
Greta Thunberg, salah satu aktivis dari Swedia yang mengampanyekan isu-isu terkait pemanasan global/global warming dan perubahan iklim/climate change begitu vokal dalam mengampanyekan itu dan usahanya perlu kita acungi jempol, mengingat di usianya yang masih muda tentu agak membuat iri kita yang berumur lebih tua namun belum bisa membuat perubahan berskala global.
Namun jangan berkecil hati Nabs, untuk membesarkan hati sedikit agar tidak terlalu kecil, bisa kita pompa dengan wacana Jurnaba yang penuh dengan degup kebahagiaan, hehehe.
Juga tidak usah risau kalau belum membuat perubahan berskala global yang sifatnya progresif, minimal melakukan perubahan yang lebih baik pada diri serta berupaya untuk bermanfaat bagi sekitar menurut versinya masing-masing.
Wabilkhusus di Bulan Ramadhan tahun ini, semoga track record-nya lebih baik dari tahun sebelumnya.