Menghargai diri sendiri dengan tidak memforsir tubuh adalah cara preventif agar tidak sakit. Sedang tidak bicara kencang-kencang saat menjenguk orang sakit, adalah cara menghargai orang sakit.
Sudah tiga hari bapak saya terkulai lemas di Rumah Sakit. Sebenarnya rasa lemas sudah bapak rasakan sebelum Hari Raya. Tapi bukan main, rasa capek bapak terus lawan meski akhirnya tumbang juga.
Ini musabab bapak akhirnya harus opname di Rumah Sakit. Memang sejak sebelum ramadan hingga selesai, pekerjaan sebagai tukang bangunan dan tani mengharuskan bekerja dengan ekstra.
Bayangkan, setelah subuh berangkat ke sawah. Pulang jam tujuh kurang, dengan membawa dua karung rumput hijau. Setelah itu kerja sebagai tukang hingga pukul setengah lima dan pulang membawa satu karung lagi.
Apa sudah selesai? Belum! Selepas berbuka, beliau lanjut lagi nukang hingga pukul 11 malam di rumah paman. Jangan tanya apa bawa karung lagi? Karena sudah malam.
Sebulan lebih rutinitas itu bapak lakukan. Izin tidak masuk kerja hanya sekali-dua kali saat mengeluhkan capek dan sakit. Seperti sudah menjadi kawan akrab, sakit itu dipeluk erat. Tak jarang jika ada waktu luang, bapak istirahat dan meminta anaknya untuk memijat.
Sakit memang pengingat tiap insan untuk mengistirahatkan tubuh. Segala aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran memiliki batas maksimal. Jika batas itu terlewati, konsekuensi logisnya ialah sakit.
Begitulah tubuh manusia. Tak ada yang benar-benar sehat setiap hari. Entah pusing, batuk, pilek pasti terasa. Apa ini tentang imun? Iya, imun berperan penting dalam hal ini.
Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Sistem Imunitas Tubuh
Tapi ketahuilah, imunitas tiap orang berbeda-beda. Dan yang lebih penting kita selalu mengatur diri kita. Kalau capek, ya istirahat. Sesederhana itu menghargai diri sendiri.
Pun dalam penciptaan-Nya, malam diciptakan sebagai waktu untuk istirahat dan tidur. Jika tubuh mendapatkan porsi istirahat yang cukup, tentunya sakit itu tak akan datang.
Namun, manusia sering lupa dan melewati batas. Seakan-akan masih kuat untuk beraktivitas tapi tubuh tak mendukung. Seperti saya yang merayakan tahun baru di rumah sakit, sekarang giliran bapak. Bedanya, bapak merayakan di tengah tahun.
Menghargai diri sendiri dengan tidak memforsir tubuh adalah cara preventif agar tidak bergelut dengan sakit. Terutama jika sudah opname, percayalah sakitnya berkali-kali lipat. Saya yakin, kalian sependapat tentang itu.
Oleh karena itu, hargai tubuh kita dengan memberikan haknya untuk istirahat. Apa itu sudah cukup? Lebih dari cukup. Lalu kalau sudah opname, apa masih perlu menghargai tubuh?
Baca juga: Tips Jaga Kesehatan dan Kondisi Tubuh Ala Kapten Persibo
Tentu saja. Justru di rumah sakit hal yang harus kita perbanyak adalah bersyukur merasakan sakit, sabar, tabah dan terus berusaha untuk mentaati prosedur agar lekas sembuh. Sekali lagi, hargai tubuh.
Hal itu tidak hanya berlaku ketika kita sakit, tetapi juga saat sehat. Dengan itu sesungguhnya kita menghindari krisis yang sering kita lupa, krisis menghargai.
Kalau pun kita sehat dan sedang menunggu orang sakit di rumah sakit, hendaknya itu juga mengingatkan kita untuk menghargai orang yang sakit. Hal yang bisa kita lakukan ialah, tidak membuat orang yang sakit tambah merasakan sakit. Apa? Menghiburnya.
Juga sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan. Terpenting versi saya, tidak mengganggu orang yang sakit dengan suara keras obrolan-obrolan kita sebagai penunggu pasien. Sederhana kan, ibu-ibu arisan penunggu pasien di sebelah ranjang bapak?