Berdasarkan perhitungan kalender Hijriyah, tepat hari ini, seratus sebelas tahun lalu, Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan.
Bermula dari Langgar Kidul di Kauman Yogyakarta, Muhammadiyah kini menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Mewarnai beragam lini peradaban bangsa. Terutama lini kesehatan dan pendidikan.
Kiai Dahlan adalah salah satu potret istilah yang diketengahkan Arnold Toynbee sebagai minoritas kreatif. Kiai Dahlan tidak hanya terdidik, tetapi juga tercerahkan.
Kiai Dahlan bersemangat mendidik dan membekali diri dengan ilmu sekaligus berupaya mendidik dan mengajarkan ilmu kepada orang lain di sekitarnya.
Keyakinannya akan kemuliaan Islam berpadu dengan keresahannya atas kemunduran umat Islam menjadi pemicu yang melahirkan Muhammadiyah.
Ajaran agama yang murni dan penguasaan ilmu pengetahuan modern bagi Kiai Dahlan adalah kunci kemajuan umat Islam.
Mas Mansur, Arek Suroboyo yang terpikat hati dengan Kiai Dahlan mengungkapkan inti gagasan sang Kiai: “Alat untuk memperbaiki ummat Islam itu hanyalah Quran dan Hadits. Dikembalikan orang pada taukhid, dibawa umat kepada kehidupan sepanjang kemauan agama Islam.”
“Hal itu,” lanjut Mas Mansur, “bukanlah berarti bahwa ilmu pengetahuan dipencilkan ditinggalkan di belakang saja. Dan salah sekali paham orang jika agama Islam hanya sembahyang atau ibadat semata-mata. Kita hidup di dunia, dari itu kita harus pula tahu akan apa-apa yang terjadi di sekeliling tempat kita hidup.”
Ibadah dan memajukan kehidupan, bagi Kiai Dahlan, berkaitan dengan kemampuan mendayagunakan akal belajar dan menguasai ilmu pengetahuan.
Kiai Dahlan menekankan pentingnya untuk belajar praktik dari suatu ilmu secara bertahap, di samping belajar teori. “Kalau sedikit saja belum dipraktikkan, tidak usah ditambah.”
** **
Ajo Sidi dikenal sebagai seorang pembual. Tidak sedikit yang menjadi korban bualannya. Termasuk si kakek penjaga surau. Akibat bualan Ajo Sidi kakek ini meninggal bunuh diri.
Sebelum meninggal dunia, kakek kelihatan murung. Sebabnya tentu saja cerita bualan Ajo Sidi. Ajo Sidi berkisah tentang Haji Saleh yang berhaji lebih dari sekali, rajin salat, berzikir, ngaji Al-Qur’an, serta ibadah lainnya. Tapi ketika di Hari Perhitungan, ternyata dimasukkan ke neraka.
Berikut ini sebab Haji Saleh dimasukkan ke neraka, menurut kisah Ajo Sidi: “Kesalahan engkau telah mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu taat bersembahyang. Tapi engkau telah melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka ikut kocar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistik. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikit pun.”
Keseharian Haji Saleh yang diceritakan Ajo Sidi paralel dengan kegiatan si kakek penjaga surau itu. Si Kakek rajin ibadah dan tidak bekerja sehari-harinya. Karena kisah itu, kakek si penjaga surau gundah gulana dibuatnya.
Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Saleh adalah karakter fiktif yang ada di dalam cerpen legendaris Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis. Bangunan cerita dalam cerpen itu berisi kritik kehidupan umat Islam yang mengalami kemunduran. Disimbolkan dengan robohnya surau. Sebab kemunduran tak lain karena umat Islam mengabaikan upaya memajukan kehidupan umat di dunia.
** **
Too modern to succed. Terlalu modern untuk berhasil adalah komentar Robert N. Bellah tentang negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw. Negara madinah adalah negara demokratis modern yang berdasar keadilan, musyawarah, dan penghargaan atas hak asasi. Piagam Madinah adalah konstitusi modern pertama di dunia.
Nabi Muhammad saw memulai itu semua dari institusi pertama yang dibangunnya di Madinah: masjid. Masjid menjadi pusat ibadah dan memajukan umat. Dari masjid, nabi mengajarkan syariat Islam sekaligus mengupayakan pendidikan dan kemajuan umat.
Langgar, surau, dan masjid adalah simbol dan institusi umat Islam. Islam dan umatnya akan terus bisa relevan dalam kehidupan manusia dengan menjadikan masjid, langgar, dan surau sebagai tempat menyemarakkan ibadah, sekaligus tempat mengupayakan pencerdasan umat lewat pendidikan, pemakmuran lewat ekonomi, pemberdayaan sosial, dan pengembangan.
Bangkitnya umat Islam dapat ditempuh lewat dua jalan: memperbaiki kualitas ibadah, sekaligus kualitas kehidupan di dunianya. Dimulai dengan bersemangat mencari ilmu.
Ahmad Fuady merupakan dosen dan kader Muhammadiyah.