Pandemi global Covid-19 seolah menggelapkan peradaban dunia. Manusia bumi dipaksa berjalan maju sambil meraba-raba. Fakta ilmiah terus digali untuk menemukan vaksin virus ini. Fenomena ini memunculkan wacana konspirasi Covid-19.
Kemunculan teori konspirasi Covid-19 cukup kontroversial. Namun, tidak sedikit orang yang percaya. Mungkin, ini akibat ketidaksabaran mereka, berada di tengah kegelapan yang tak kunjung pasti terangnya.
Pertama, muncul pernyataan seorang dokter hewan bernama Moh. Indro Cahyono. Itu saat dia menjadi tamu konten daily vlog artis Luna Maya di channel youtube. Pernyataan Indro menuai polemik. Dia dinilai menyepelekan virus Covid-19.
“Jadi kalau Covid ini membuat sakit, iya, tapi tak seganas atau tidak membunuh seperti yang ada di media,” kata Indro, dilansir dari channel youtube Luna Maya (12/4/2020).
Kedua, muncul pernyataan dari seorang pengusaha bernama Mardigu Wowik Prasantyo. Dia mengaku sempat berbincang dengan temannya, seorang pakar dari Cambridge University. Menurutnya, virus ini merupakan buatan manusia dan sebuah konspirasi.
“Berdasarkan data dari sahabat saya yang ada di Cambridge University, saya confirm bahwa ini (virus corona) adalah dibuat,” ungkap pria pemilik julukan Boss Sontoloyo, dilansir dari channel youtube Deddy Corbuzier (19/5/2020).
Seketika namanya ramai diperbincangkan. Mardigu percaya Covid19 tidak berbahaya. Virus ini tidak berbeda dengan penyakit flu biasa. Menurutnya, ini konspirasi kaum kapitalisme semata. Tentu dengan bantuan media yang mengembar-gemborkan.
Mardigu menduga Bill Gates yang bertanggung jawab atas kekacauan dunia kali ini. Alasannya, perusahaan farmasi milik sultan kelas dunia itu sedang menggenjot produksi vaksin.
Ketiga, muncul pernyataan lagi dari seorang dokter bernama Siti Fadillah Supari. Dia juga percaya ini semua hanya konspirasi belaka. Lagi-lagi, dipercaya Bill Gates menjabat sebagai otak konspirasi Covid-19.
“Bikin vaksin sendiri kalau memang perlu vaksin. Kalau tidak, ya tidak perlu dibuat, orang Indonesia antibodinya tinggi. Saat flu burung antibodi orang Indonesia luar biasa,” kata Siti Fadillah, lagi-lagi dilansir dari channel youtube Deddy Corbuzier (21/5/2020).
Kala itu, WHO menjadikan flu burung sebagai pandemi global. Namun, mantan Menteri Kesehatan RI tersebut menolaknya. Dia mengaku berhasil menangani flu burung secara politik. Dia juga mengatakan Indonesia harus mampu mandiri. Khususnya soal penanganan dan pembuatan vaksin virus.
Bagi Siti Fadillah, ada yang aneh. Seorang pakar teknologi seperti Bill Gates kok bisa-bisanya meramalkan pandemi virus. Bahkan, di sebuah forum ekonomi internasional.
Tepatnya, sebagai pembicara forum di Davos pada awal 2019. Sehingga, ini menyasar dugaan ahli komputer tersebut sebagai biang pandemi Covid-19.
“Dia itu kan bukan dokter, enggak pernah sekolah kedokteran, Kenapa dia fasih ya analisa akan ada pandemik, dunia butuh vaksin sekian miliar. Menurut saya, itu tidak masuk di akal saya, ada apa sih?” lanjutnya.
Keempat, anggapan datang dari seorang musisi punk asal Bali. Namanya I Gede Ari Sutisna alias Jerinx SID. Bahkan, dia bersuara sangat lantang soal konspirasi global.
“Elite global ini menciptakan ilusi agar ini terlihat seperti pertempuran antar-negara dan ras. Agar bisa lebih mudah mengontrol konfliknya,” kata Jerinx saat debat dengan dr. Tirta pada tayangan Live Instagram bersama, Minggu (24/5/2020).
Menurutnya, wabah Covid-19 hanya konspirasi. Again and again, nama Bill Gates sebagai puncak rantai konspirasi. Dia menyebutnya Bli Gates, sapaan akrab masyarakat Bali. Tujuannya tidak lain kontrol politik internasional.
“Konspirasinya adalah banyaknya angka yang tidak sebenarnya, permainan-permainan angka jumlah korban,” kata Jerinx dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Rabu (6/5/2020).
Meladeni hal itu, lawan debatnya tidak setuju. Dr. Tirta bahkan meminta Jerinx untuk menyudahi pembahasan soal konspirasi itu.
“Yang soal konspirasi sudah cukup disudahi bli, karena menurut saya bli penyampainnya harus lebih jelas gitu si konspirasi ini ngarahnya kemana, lebih mengerucut bli,” tangkas dr. Tita kala itu.
Memangnya, benarkah Covid-19 hanyalah sebuah konspirasi? Jika iya, tentu sangat susah dibuktikan. Apalagi secara fakta yang ilmiah dan objektif. Butuh waktu dan butuh tenaga. Namun, bukan itu yang diperlukan dunia saat ini.
Saat pandemi, kondisi manusia sedang terpepet. Ketersediaan informasi masih terbatas. Energi harus digunakan secara maksimal pada skala prioritas. Mana prioritas kebutuhan saat ini?
Seorang budayawan asal Yogyakarta, Sabrang Mowo Damar Panuluh turut berpendapat. Baik soal konspirasi maupun kebutuhan dunia saat ini. Menurutnya, konspirasi Covid-19 bukan prioritas. Untuk apa dibuktikan salah atau benar?
“Menurut saya, urusan konspirasi dan segala macam, itu bukanlah prioritas dalam keadaan sekarang. Mau itu natural ataupun itu konspirasi, kita tidak tidak bisa ngapa-ngapain,” kata Sabrang saat forum online Jamaah Al Youtubiyah (6/5/2020).
Manusia tetap butuh makan. Masyarakat tetap butuh kerjaan. Rakyat tetap butuh hidup. Itu yang pertama harus dipikirkan. Tentu dengan rasa aman dan terhindar dari jangkitan virus Covid-19.
Menurut putra sulung Cak Nun tersebut, sangat susah untuk memverifikasinya konspirasi. Fakta objektif sulit didapatkan. Juga, perlu belajar soal ‘kognitif bias’. Ini untuk menjaga objektifitas dalam logika berpikir.
“Biasanya orang yang membahas teori konspirasi itu lemah pada selection bias namanya. Tapi, tidak bisa disalahkan juga. Jadi ngomong konspirasi itu tidak ada ujungnya, bingung mau ngomong sampai mana,” ucap vokalis band Letto tersebut.
Memikirkan dan mengulik konspirasi Covid 19 itu sah-sah saja, tapi jangan lama-lama. Misal 10-20 menit dalam sehari. Pikirkan sambil senyum-senyum jika itu sangat menarik. Sedangkan sisa waktu yang lain gunakan dengan produktif. Bekerja cari makan.
“Kamu tahu yang membuatnya siapa, ya nggak kenal orangnya dan ga bisa ngapa-ngapain. Jadi energinya ga usah dihabiskan di situ,” pungkas Sabrang.
Daripada mikirin konspirasi, mending kembali pada aktivitas biasanya. Namun, perlu kebiasaan dan perilaku yang baru. Butuh habbit atau kebiasaan baru saat pandemi. Khususnya dalam menjaga kesehatan dan stamina. Istilah trennya New Normal yang terus digaungkan.
Covid-19 dan new normal sebagai langkah konspirasi, pikirkan belakangan. Yang terpenting bentuk kebiasaan baru yang lebih positif. Protokol baru bukan hal negatif, lalu apa salahnya ikut menerapkan? Yang terpenting adalah roda kehidupan terus berjalan.