“Manusia jangka pendek ngomong politik.
Manusia jangka menengah ngomong IPTEK/Filsafat.
Manusia jangka panjang ngomong CINTA.” (Sujiwo Tejo).
Jagad maya terasa begitu panas perdebatan politik. Hal itu hendaknya disudahi. Sudah cukup kita terkotak-kotakkan dengan istilah cebong dan kampret. Toh kita adalah insan, bukan seekor sapi. Eh, maksudnya kita bukanlah manusia jangka pendek seperti quote dalang Tejo tersebut.
Alasan mengakhiri debat politik sudah cukup jelas. Satu di antaranya adalah debat capres dan cawapres. Mungkin sebagian orang menganggap itu panggung lawakan. Namun, jawaban para kandidat orang nomor satu RI tersebut adalah bahan pertimbangan yang valid. Hal itu dapat dijadikan acuan bagi kita untuk memberikan dukungan.
Data tersebut kita olah dengan akal sehat untuk menentukan masa depan negara. Tentu secara pribadi. Tidak perlu diperdebatkan kembali. Apa lagi dengan netijen. Itu akan membakar cosmo jagad maya. Tidakkah kita jenuh melihat medsos hanya tentang debat yang tidak jelas?
Mumpung masih di bulan Februari yang penuh kasih sayang, jadilah manusia jangka panjang. Manusia yang terus-terusan berbicara soal cinta. Berbicara soal cinta tidak melulu soal pacar atau kekasih. Apalagi mantan yang masih menggandoli pikirian dan mengikat erat dari jalur move on.
Cinta adalah konsep yang principle. Ngomongin cinta juga bisa berbicara tentang perdamaian. Bukankah rasa damai merupakan produk dari cinta?
Nah, untuk itu, mari kita semua berdamai. Dan tidak berdebat. Sehingga, mengesankan orang bahwa kita adalah manusia jangka panjang. Hehehe
Salah satu sosok yang mengajarkan cinta adalah Grace Natalie, mantan jurnalis yang terjun di dunia politik. Hal ini bukan karena Grace berubah menjadi manusia jangkan pendek. Dia terjun ke politik sebagai bentuk cinta terhadap politik.
“Milenial bukan tidak suka atau tidak peduli dengan politik, melainkan disconnected,” kata Grace Natalie.
Bermula dari situ, ketua PSI tersebut mengajak generasi milenial untuk cinta terhadap politik. Grace mengungkapkan bahwa PSI banyak melakukan rekruitmen melalui media sosial. Bahkan, 65 persen calon legislatif di PSI merupakan milenials. Hal ini merupakan kisah inspiratif Grace dalam mengajak milenial untuk mencintai politik.
Ketika kita sudah jatuh cinta terhadap seseorang, perdebatan tentang paras atau sifat sudah tak penting lagi. Cinta ya cinta. Hanya rasa peduli terhadap kebahagiaan dan segala kebaikan yang ada. Bahkan setiap detail darinya selalu kita perhatikan.
Cinta dalam politik harus ditumbuhkan di dalam diri. Hampir sama seperti mencintai seorang kekasih. Mencintai politik pun begitu. Kita hanya akan perduli terhadap segala kebaikan yang ada pada politik. Bukan malah memperdebatkannya.
Generasi milenial perlu memiliki kepekaan tinggi terhadap isu sosial dan politik. Serta berorientasi pada problem solving. Jadi, berdebat di media sosial bukanlah penyelesaian masalah. Mungkin, hanya menambah masalah.
Berdebat cukup penting untuk melatih perkembangan cara berpikir. Namun, untuk apa berdebat jika tidak menghasilkan output yang baik? Lebih penting lagi menciptakan suasana perdamaian yang penuh cinta. Jadilah manusia jangka panjang.
Untuk itu, maafkan mantanmu, berdamailah dengan kenanganmu dan temukan makna cinta yang baru. hmm