Pemerintah berencana mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS. Kebijakan ini nantinya diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan guru honorer dan tenaga pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim membuat sejumlah terobosan pada masa kepemimpinannya. Salah satunya dengan mengenalkan konsep Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar merupakan program unggulan Kemendikbud yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia. Merdeka Belajar dipecah menjadi beberapa bagian.
Nadiem Makarim menyatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar episode ketiga, penggunaan dana BOS dibuat fleksibel, salah satunya sebagai langkah awal untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer.
“Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen,” ujar pendiri Gojek tersebut.
Nadiem menambahkan jika tiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda. Maka, kebutuhan di tiap sekolah juga berbeda-beda. Dengan perubahan kebijakan ini, pemerintah memberikan otonomi dan fleksibilitas penggunaan dana BOS.
Pembayaran honor guru honorer dengan menggunakan dana BOS dilakukan dengan beberapa persyaratan. Yaitu guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi pendidik, serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31 Desember 2019.
“Ini merupakan langkah pertama untuk memperbaiki kesejahteraan guru-guru honorer yang telah berdedikasi selama ini,” ujar Nadiem.
Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda.
Rencana Kemendikbud ini tentu jadi kabar baik bagi guru honorer. Salah satu guru honorer di Bojonegoro, Muhammad An’Amur menyambut baik rencana pemerintah tersebut. Dia berharap agar upaya ini bisa diwujudkan dengan cepat.
“Pastinya senang dengan rencana tersebut. Semoga benar-benar dapat direalisasikan tanpa ada masalah atau birokrasi yang berbelit,” ujar An’Amur.
Kesejahteraan guru honorer memang jadi topik yang terus diperbincangkan. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi masalah kesejahteraan guru honorer.
Persingkat Birokrasi
Dana BOS adalah pendanaan biaya operasional bagi sekolah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik. Percepatan proses penyaluran dana BOS ditempuh melalui transfer dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung ke rekening sekolah.
Sebelumnya penyaluran harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi. Tahapan penyaluran dilaksanakan sebanyak tiga kali setiap tahunnya dari sebelumnya empat kali per tahun.
“Kita membantu mengurangi beban administrasi Pemerintah Daerah dengan menyalurkan dana BOS dari Kemenkeu langsung ke rekening sekolah sehingga prosesnya lebih efisien,” kata Mendikbud.
Langkah ini tentu sangat bagus karena penyaluran dana BOS bisa disederhanakan. Tak lagi lewat pemerintah kota atau kabupaten, namun langsung ke rekening sekolah.
Selain kebijakan penyaluran dan penggunaan, pemerintah juga meningkatkan harga satuan BOS per satu peserta didik untuk semua jenjang sekolah naik Rp 100 ribu.
Untuk SD yang sebelumnya Rp 800 ribu per siswa per tahun, sekarang menjadi Rp 900 ribu per siswa per tahun. Sementara untuk SMP dan SMA masing-masing naik menjadi Rp 1,1 juta dan Rp 1,5 juta per siswa per tahun.
Program Merdeka Belajar dari Nadiem Makarim ini memang cukup progresif. Kita tunggu saja Nabs, realisasi program unggulan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, khususnya terkait peningkatan kesejahteraan guru honorer.