Sepintas, suasana ruangan memang mirip lagu campursari terkenal berjudul Sugeng Dalu: ramai, rancak, namun tetap menyimpan udan tangise ati kesunyian yang teramat eksotis dan melankolis.
Ngaos Jurnalistik diselenggarakan Divisi Jurnalistik dan Pengelolaan Media Pengurus Cabang PMII Bojonegoro pada (22/1) malam, merupakan program penggalian potensi anggota PMII Bojonegoro dalam bidang menulis.
Program ini sebagai lanjutan dari Pelatihan Jurnalistik Jilid I yang dilakukan pada Juli 2019 kemarin. Yang dari pelatihan itu, menghasilkan buku berjudul Jejak PMII Bojonegoro.
Pada Pelatihan Jurnalistik Jilid II yang dikemas dengan sebutan Ngaos Jurnalistik Intensif ini, punya beberapa kali pertemuan. Harapannya, tentu, di akhir pertemuan, mampu membuahkan karya berupa buku kumpulan esai.
Hadir sebagai pemantik sekaligus narasumber acara, editor Jurnaba.co, Wahyu Rizkiawan. Selain memaparkan sejumlah materi perihal penulisan kreatif, Mas Rizky juga menyarankan agar para peserta istiqamah untuk belajar.
Tentu saja, sebagai ketua panitia penyelenggara, saya merasa terharu. Sebab, peserta amat banyak sekali. Yakni 48 peserta perwakilan dari seluruh kampus di Bojonegoro. Meski tentu saja, banyaknya jumlah peserta memicu beban moral yang kian berat. Ya kalau istiqamah, kalau ngga?
Tapi saya tetap terharu…
Siapa yang tak terharu menyaksikan kawan yang biasanya sedih karena bertahun-tahun menjomblo, bisa tertawa cekikikan hanya karena keliru membedakan definisi antara baris esai dan baris puisi?
Sepintas, suasana ruangan memang mirip lagu campursari terkenal berjudul Sugeng Dalu: ramai, rancak, namun tetap menyimpan udan tangise ati kesunyian yang teramat eksotis dan melankolis.
Sebuah suasana yang menurut kawan saya yang enggan disebut namanya: mengandung unsur perihe ati sing mbok paringi, wes cukup ra bakal tak baleni movement sekaligus move on secara total.
Saya percaya, tiap manusia punya potensi yang lebih dalam bidang tertentu. Tapi tergantung dia mau menggali atau tidak. Lebih pentingnya lagi, mau memposisikan diri berdasar kapasitas yang dimiliki atau tidak.
Bagi saya, menulis adalah memperjelas ide dan gagasan yang dilahirkan dengan paksaan, kesengajaan sekaligus kesiasatan. Tiga bentuk kata itulah, yang menjadi motivasi saya untuk menulis kata demi kata demi mengabadikan kenangan pemikiran.
“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis” begitu kata Mahbub Djunaidi, Ketua Umum Pertama PMII. So, tak ada
alasan lagi untuk tidak menulis. Tak ada alasan lagi untuk tak merawat semangat dan bersedia menjadi generasi Pendekar Pena.