Musik mengantar manusia menuju Gerbang Valhalla, membius dan menembus margin imajiner pendengar hingga manunggal antara nada dan emosi. Dengan wajah dan bentuk berbeda, musik tetap zat yang sama: makhluk tuhan yang bertugas menghibur umat manusia.
Pernahkah kita membayangkan, bagaimana hidup tanpa kehadiran fenomena intuisi bernama musik? Tentu itu sulit. Sebab, selain Gerbang Valhalla, musik ibarat oksigen bagi kehidupan kita. Kehadirannya mampu mempertebal rasa sedih. Sekaligus mempertebal kegembiraan umat manusia.
Tentu saya tidak ingin bercerita tentang sejarah kemunculan musik. Saya hanya ingin fokus pada betapa baiknya musik pada kehidupan kita. Betapa sudah seharusnya kita sangat berterimakasih kepada makhluk tuhan berbentuk suara itu. Dia selalu ada dalam dimensi dan sudut rasa apapun.
Selain oksigen, musik ibarat udara. Dia mengisi kekosongan hidup manusia. Musik ibarat air yang melegakan rasa haus. Ibarat api yang membakar semangat. Ibarat tanah yang menyerap kepedihan.
Di sebuah kantor yang sepi, musik menjadi teman yang menyamarkan kesepian. Di acara resepsi pernikahan, musik menyelamatkan umat manusia agar tidak mati gaya saat mengambil makanan di meja prasmanan. Itu jasa-jasa musik yang mungkin tidak kita sadari.
Setiap orang, memaknai musik dengan cara berbeda-beda. Dengan pendekatan yang masing-masing, tentu saja, tidak sama. Itu alasan setiap orang memiliki genre musik pilihan. Musik disukai secara nafsi-nafsi. Tidak ada yang bisa memaksakan kepercayaan pada jenis musik tertentu.
Dengan berbagai jenis musik yang ada, musik tetap menjadi musik itu sendiri. Musik bukan tentang kebenaran. Namun lebih pada tentang keindahan. Seperti halnya kepercayaan, tidak ada yang baik dan buruk. Melainkan hanya suatu keindahan.
Tidak berlebih jika filsuf besar Jerman, Arthur Schopenhauer mengatakan jika musik adalah seni tertinggi. Filsuf dibalik karya Die Welt als Wille und Vorstellung (Dunia Sebagai Kehendak dan Gagasan) itu memaknai musik sebagai bentuk seni yang paling murni. Dia berpendapat, tidak seperti seni lain, musik bukan merupakan salinan gagasan, tapi merupakan perwujudan gagasan itu sendiri.
Menurut Schopenhauer, hidup adalah penderitaan. Sebab berbasis kehendak manusia. Dan seni, terutama musik, mampu menyembuhkan penderitaan. Walaupun sifatnya hanya sementara. Schopenhauer menyebut seni-seni yang dapat mengatasi penderitaan ini, seperti arsitektur, seni lukis, seni pahat atau patung, puisi dan musik. Dan, ia sangat meninggikan seni musik dalam filsafat Kehendaknya. Musik menjadi puncak dari segala bentuk seni yang lain.
Secara general semua musik tentunya bagus. Tapi, kembali lagi, dalam sudut pandang para pendengarnya. Tidak bisa dengan gamblang menandai bagus atau tidaknya suatu musik hanya dengan mendengarnya sesaat. Dalam tubuh musik sendiri, sudah terbagi menjadi beberapa macam genre. Di mana, tiap genre memiliki karakter dan perspektif penilaian berbeda-beda.
Musik yang bagus (menurut sudut pandang saya), yang mampu membawa para pendengarnya masuk ke dalam Gerbang Valhalla. Membius dan menembus margin imajiner kita sebagai pendengar sehingga bisa melebur (manunggal), berkompromi dengan notasi dan alunan nada yang membentuk harmoni emosi para pendengar.
Bagi saya, musik bisa menjadi pemicu untuk tetap bersemangat, optimistis dan menularkan energi positif bagi sekitar. Musik yang saya dengarkan pun bermacam macam. Tapi sebagai pendengar, tentu tidak lepas dari perihal di atas tadi. Bagaimana saya bisa melebur menjadi satu bagian dari musik tersebut.
Tidak heran jika Imagine-nya John Lennon mampu memanifestasikan utopia keindahan hidup. Blowing In The Wind-nya Bob Dylan yang secara halus mampu memberi kesadaran bahwa perang harus dihentikan. Heal The World-nya Michael Jackson yang mempertebal kepedulian pada sesama. Dan masih banyak contoh lain tentu saja.
Musik adalah corong gagasan dengan kemasan lebih indah. Kita bisa menggagas sesuatu dengan berbicara. Namun, musik mampu meningkatkan nilai gagasan itu lebih indah. Musik, bisa menjadi bahasa pemersatu ras, suku dan budaya. Dengan wajah dan bentuk berbeda, musik tetap zat yang sama. Makhluk Tuhan yang bertugas menghibur umat manusia.
Pertama dimuat pada 5 November 2018
Comments 3