Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba

Kiai Nur Ngali Pagerwesi, Jejak Kebesaran Islam Bengawan

Ahmad Wahyu Rizkiawan by Ahmad Wahyu Rizkiawan
14/05/2025
in Figur
Kiai Nur Ngali Pagerwesi, Jejak Kebesaran Islam Bengawan

Jejak Kiai Nur Ngali Pagerwesi

Kiai Nur Ngali (Kiai Ngali Pagerwesi) merupakan bagian dari pilar Aulia Nggawan Bojonegoro. Keberadaannya jadi bukti, ekosistem Bengawan pernah membawa kejayaan Islam. 

Nama Kiai Nur Ngali Pagerwesi tentu tak banyak diketahui. Bahkan, jejak peradaban Islam di wilayah Trucuk pun, tak banyak dicatat, alih-alih dipelajari. Namun, literatur menyebut, Pagerwesi adalah kawasan maritim sungai yang punya pengaruh besar pada kemajuan Islam abad 18 M.

Serupa Guyangan Trucuk, Sranak Trucuk, dan Pengkol Ledok, kebesaran Islam di Pagerwesi juga dihilangkan dari nomenklatur kebudayaan. Padahal, empat kawasan di atas adalah episentrum (pusat) peradaban Islam Bengawan abad 18 M, khususnya di wilayah delta pertemuan antara Sungai Bengawan dan Kali Kening.

Guyangan, Sranak, Pengkol Ledok, dan Pagerwesi adalah kesatuan maritim sungai yang tak terpisahkan. Khususnya dalam membangun ekosistem peradaban Islam. Meski sejarah tak pernah membahasnya, ke-empat kawasan itu tercatat empiris pernah memiliki pusat dakwah Islam abad 18 M, sekaligus nama para tokohnya.

Jika di kawasan Guyangan terdapat Kiai Januddin Guyangan, di wilayah Sranak terdapat Kiai Sadipo Sranak, di kawasan Pengkol Ledok terdapat Nyai Ireng Pengkol, di wilayah Pagerwesi juga terdapat Kiai Nur Ngali Pagerwesi. Semua nama tersebut, tercatat sebagai satu rumpun keluarga dari Kasepuhan Padangan.

Nama Kiai Nur Ngali tercatat empiris sebagai bagian dari keluarga besar Kasepuhan Padangan. Ia bagian dari rombongan Kabilah Perahu yang melakukan migrasi pada dekade pertama periode 1700 M, untuk membangun titik-titik peradaban di bantaran sungai Bengawan.

Jejak Kiai Nur Ngali Pagerwesi beserta saudara-saudaranya (Manuskrip Padangan).

Kiai Nur Ngali Pagerwesi adalah bagian dari rombongan Kiai Januddin Guyangan, Kiai Sadipo Sranak, Kiai Singoleksono Pengkol, Kiai Sumoterun Sembung, Kiai Nalaterun Klangon, Nyai Nadipah Tulung, Nyai Ireng Pengkol, dan Kiai Yahya Klangon, yang dikenal sebagai para Kabilah Perahu.

Seperti mayoritas para saudaranya, Kiai Nur Ngali hidup pada masa perburuan Rezim Sunan Pakubuwana II (1711 – 1749). Maka wajar jika ia tak meninggalkan bangunan kuno atau museum religi. Tapi menyisakan energi yang tak pernah hilang hingga kini.

Seperti para saudaranya, Kiai Nur Ngali Pagerwesi juga “sinare” dan dihilangkan dari sejarah. Meski begitu, asal-usulnya jelas, nasabnya tercatat, sanad ilmunya musalsal, dan seperti para saudaranya, kehadirannya juga membawa misi: membangun peradaban Islam di pinggir Sungai Bengawan.

Keluarga Kiai Nur Ngali Pagerwesi

Manuskrip Padangan mencatat nama Kiai Nur Ngali dengan Nur Alimin (Nur Ngalimin). Di lembaran lain, namanya tercatat Nur Ali (Nur Ngali). Di antara saudara-saudara Kiai Ngali adalah Kiai Said, Kiai Januddin, dan Nyai Wahya. Kiai Nur Ngali adalah paman dari Nyai Ireng Pengkol dan Nyai Nadipah Tulung. Kiai Nur Ngali memiliki dua anak, yaitu: Nyai Nawangsa dan Nyai Katib Haji.

Jejak Kiai Nur Ngali Pagerwesi beserta keluarga besarnya (Manuskrip Padangan).

Kiai Nur Ngali adalah putra dari Kiai Kedong bin Kiai Saban bin Mbah Sabil Padangan. Secara genealogis, Kiai Nur Ngali adalah cucu buyut Mbah Sabil Padangan. Seperti halnya Kiai Januddin Guyangan, Kiai Nur Ngali ber-afiliasi pada Para Sinare Pajang: Mbah Sabil Padangan, Mbah Sambu Lasem, dan Mbah Jabbar Jojogan.

Baca Juga: Biladi Jipang, Benteng Kesultanan Pajang 

Dalam tradisi klasik Padangan, dikenal sebuah patron: Darah Lebih Kental dari Air Tanah, Persaudaraan tak Putus Ila Yaumil Qiyamah — sebuah kredo yang menggambarkan kuatnya nilai dan makna persaudaraan. Begitupun, rombongan Kabilah Perahu dalam melakukan pergerakan.

Selama rezim Amangkurat hingga Pakubuwana Mataram (abad 17 M hingga abad 18 M), semua yang berbau Kesultanan Pajang diburu dan dihilangkan, termasuk jaringan Kabilah Perahu. Namun, kedua rezim itu selalu mengalami kegagalan, sehingga yang bisa mereka lakukan hanya membuat narasi dongeng agar jaringan Kabilah Perahu dilupakan.

Namun, jejak Kabilah Perahu tetap terdeteksi di sepanjang bantaran Bengawan Bojonegoro, membentang sepanjang wilayah Baureno Kanor Bojonegoro hingga Ngraho Margomulyo Bojonegoro. Mayoritas pesantren-pesantren kuno di wilayah tersebut, jaringan Kabilah Perahu yang berafiliasi pada Sinare Pajang.

Dakwah Kiai Nur Ngali Pagerwesi

Serupa para saudaranya, Kiai Nur Ngalimin (Kiai Nur Ngali) berdakwah dengan mengusung konsep Kalen atau Kalenan — mekanisme aliran air yang bergerak di pinggir sawah. Sebuah konsep mengaliri tanah untuk menyuburkan lahan dari sisi pinggir secara pelan-pelan, tanpa merusak tatanan yang ada.

Pagerwesi adalah pusat peradaban kuno. Peradaban Pagerwesi sudah matang sejak ratusan tahun sebelumnya. Karena itu, tak sembarang dakwah bisa memasukinya. Hanya metode Bilhikmah yang bisa memperkenalkan Islam di kawasan Pagerwesi. Dan metode itulah yang digunakan Kiai Nur Ngali.

Baca Juga: Pagerwesi, Fakta Peradaban Kuno Bojonegoro

Seperti para saudaranya, Kiai Nur Ngali memperkenalkan Islam dengan membangun ekosistem di bantaran sungai. Membangun konsep Kalenan: aliran air yang menyuburkan tanah dari sisi pinggir sawah. Ibarat mengambil ikan tanpa mengeruhkan kolam. Metode ini, digunakan hampir mayoritas “Sinare Pajang” dalam mensyiarkan Islam.

Kiai Nur Ngali, Kiai Januddin Guyangan, Kiai Sadipo Sranak, hingga Nyai Ireng Ledok adalah figur ulama yang membangun peradaban Islam berbasis kehidupan Bengawan. Berpegang ayat “Tajri min Tahtihal Anhar”, beliau semua meyakini bahwa Bengawan adalah Wasilatul Makkah wa Thoriqotul Islam (medium jalan mengenal Islam).

Seperti para saudaranya, Kiai Nur Ngali tak sekadar mensyiarkan pelajaran ubudiyah, tapi juga konsep pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan muamalah. Mereka menghidupkan “Bale Kambang” sebagai pusat geliat ekonomi, sebuah pasar di atas perahu Bengawan.

Pada abad 18 M hingga 19 M, sungai Bengawan di kawasan Bojonegoro dikenal sebagai pusat peradaban Islam sungai. Kanal air raksasa yang di tiap bantaran sungainya dipenuhi pesantren-pesantren, pusat pembelajaran Islam. Ini alasan Sungai Bengawan dikenal sebagai Wasilah Makkah. 

Kiai Nur Ngali Pagerwesi, Kiai Januddin Guyangan, Kiai Sadipo Sranak, hingga Nyai Ireng Ledok berdakwah pada rezim Pakubuwana Mataram (1711 – 1749 M). Maka wajar jika namanya di-sinarekan dan dihilangkan dari catatan peradaban. Namun, seperti yang diucapkan Gus Dur, energi mereka akan selalu abadi sebagai spirit pembangun peradaban.

 

Tags: Kiai Nur Ngali PagerwesiMakin Tahu IndonesiaSinare PajangUlama Bengawan Rajekwesi
Previous Post

Paradigma Zakemsalam

Next Post

Akar Kehidupan Membentuk Pohon Harapan 

BERITA MENARIK LAINNYA

Dony Hendrocahyono: Data Lapangan dan Kondusivitas Ruangan
Figur

Dony Hendrocahyono: Data Lapangan dan Kondusivitas Ruangan

15/06/2025
Rahmah El Yunusiyah: Kartini yang Mendahului Zaman
Figur

Rahmah El Yunusiyah: Kartini yang Mendahului Zaman

22/04/2025
Mansour Fakih: Bapak Transformasi Sosial dari Bojonegoro
Figur

Mansour Fakih: Bapak Transformasi Sosial dari Bojonegoro

25/03/2025

Anyar Nabs

Diskusi Multipihak: Bahas Renstra Ekologi Perangkat Daerah

Diskusi Multipihak: Bahas Renstra Ekologi Perangkat Daerah

17/06/2025
Wastra Batik Bojonegoro Tercatat Sejak Seribu Tahun Lalu

Wastra Batik Bojonegoro Tercatat Sejak Seribu Tahun Lalu

17/06/2025
Zai TikTok: Pendakwah Muda dari Tasikmalaya yang Merangkul Gen Z Lewat Konten Digital

Zai TikTok: Pendakwah Muda dari Tasikmalaya yang Merangkul Gen Z Lewat Konten Digital

17/06/2025
Bersinergi Wujudkan Lingkungan Lestari 

Bersinergi Wujudkan Lingkungan Lestari 

16/06/2025
  • Home
  • Tentang
  • Aturan Privasi
  • Kirim Konten
  • Penerbit Jurnaba
  • Kontak
No Result
View All Result
  • PERISTIWA
  • JURNAKULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • MANUSKRIP
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • PUBLIKASI
  • JURNAKOLOGI

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: